Menikahi Kakak Ipar

Menikahi Kakak Ipar

Oleh:  Keke Chris  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
47Bab
961Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Blurb Setelah lepas dari kekasih yang toxic, tak membuat Tamia bisa bernapas lega. Justru kehidupan baru akan di jalani karena dipaksa ibunya menikah dengan pria yang lebih tua 13 tahun darinya. Awalnya Tami mengira semua akan baik-baik saja, toh Satria adalah pria yang ramah dan baik hati. Siapa sangka, di balik senyum ramah pria itu tersimpan banyak misteri. Yang mengejutkan lagi, mantan pacar toxic Tami rupanya adik kandung Satria yang merasa hubungan mereka belum usai. Apakah takdir akan memberikan Tami kebahagiaan atau menghancurkan gadis itu tanpa sisa.

Lihat lebih banyak
Menikahi Kakak Ipar Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
arkeys
baru satu bab baca udah terlihat menarik ceritanya. hemm yuk lanjutkan kakak
2023-11-19 20:28:38
1
user avatar
Pena Ilusi
Hadir mendukungmu, Kak ...
2023-11-18 22:28:10
1
47 Bab
1. Kekasih toxic
“Mas Irwan!” Panggil Tami pelan, sambil mencengkeram tasnya erat. Baru saja pintu lift terbuka, pemandangan di depan mata membuatnya tersentak dengan wajah yang pias.Di dalam sana, kekasihnya sedang memeluk mesra seorang pegawai wanita dari divisi pemasaran. Sontak mereka menjaga jarak dan tersenyum kaku karena salah tingkah. Sedangkan Tami perlahan memasuki lift dan berusaha bersikap tenang, melirik sebentar kepada perempuan tersebut yang saat ini menunduk dalam dan beringsut mundur ke belakang.Berulang kali Irwan berusaha menggenggam tangan Tami. Tetapi, sebanyak itu pula dia ditepis. Begitu pula, ketika lift sudah berhenti dan mereka melangkah keluar. Irwan terus berusaha menjelaskan sambil mengekor di belakang Tami dan hasilnya tetap sama, tak di gubris.“Sayang, dengar dulu penjelasan aku. Aku tadi benar-benar cuma mau bantu dia melepas benang yang tersangkut di jam tanganku, jadi posisinya seperti itu. Padahal aku enggak peluk dia sama sekali.” Beberapa kali Irwan berpindah da
Baca selengkapnya
2. Anak yang tak diinginkan
“Kamu sudah sadar? Ada yang sakit? Atau kamu merasakan sesuatu? Sebentar, saya akan panggilkan dokter untuk kamu.”Suara bariton dengan pertanyaan beruntun menyapa pendengaran Tami ketika dia sadarkan diri.Mata Tami mengerjap pelan, berusaha memindai ke sekeliling ruangan dan mencoba menelan saliva saat mulut dan tenggorokan terasa sangat kering. Dan ketika tangannya terangkat untuk menekan pelipis yang terasa sakit, jarum infus di tangan mengkonfirmasi keberadaannya saat ini. Matanya terpaku pada sosok maskulin yang menatap khawatir.“Pak Satria? Bagaimana bisa?" lirih Tami melihat sang atasan berdiri tanpa ekspresi.Seingatnya dia ada di apartemen semalam. Lalu kenapa pagi ini sudah ada di rumah sakit dengan Satria yang menemani.Suara deheman terdengar dari lelaki berusia empat puluh tahun yang masih betah melajang itu, “Em, kamu pasti bingung.” Satria menggaruk pelipisnya yang tak gatal. “Semalam saat saya pulang dan melewati unitmu, tak sengaja mendengar suara teriakan. Jadi, sa
Baca selengkapnya
3. Langkah awal untuk balas dendam
Akhir pekan ini Tami sengaja tak pulang karena badannya belum pulih benar dan dia membutuhkan istirahat. Alasan lainnya sudah pasti adalah menghindari omongan dan perilaku menyakitkan dari Mama dan adiknya.Tami mendesah keras. Dia memijit pelipisnya sembari duduk bersandar di sofa ruang tengah apartemennya saat terdengar bunyi bel beberapa kali. Dengan malas dia membukakan pintu dan wajah terkejutnya tak bisa disembunyikan lagi.“Mau ngapain kamu kesini,” tanya Tami penuh kecurigaan.Sissy tak peduli atas omongan kakaknya dan dia melangkahkan kaki masuk bahkan sebelum dipersilakan. “Sejak kapan main ke tempat kakak sendiri harus ada alasan, “ celetuknya.Decak kesal terdengar jelas dari bibir Tami. “Ya udah, jangan ganggu karena aku mau tidur.”Gadis manja dengan gaun navy terusan selutut itu menyamankan diri di sofa dan menjawab sembari mencibir, “Terserah.”Dalam hati Sissy membatin, “Aku mau tahu, Satria akan kesini atau enggak ya. Karena aku menginginkannya, Kak.”Setelah beberap
Baca selengkapnya
4. Satu langkah besar
Dua tahun yang lalu perasaan Tami membuncah bahagia. Dia tak menyangka akan dapat pria yang membuatnya jatuh cinta. Namun, kebahagiaan tak berlangsung lama. Beberapa bulan setelah berpacaran, Irwan mulai mengeluh banyak hal dan mulai meminjam uang pada Tami. Padahal Irwan juga memiliki kedudukan di kantor. Entah digunakan untuk apa uang itu.Lebih menjijikkan lagi pria itu pun kerap terlihat menggoda beberapa wanita dan selalu berkelit saat terciduk langsung oleh Tami.Kesabaran Tami habis dan malam itu adalah puncaknya. Mulai saat itu, Tami bersumpah tak ingin lagi bertemu dengan Irwan, apa pun kondisinya. Tetapi, takdir berkata lain.“Mas Irwan,” suara Tami sangat lirih, hingga hanya dirinya yang bisa mendengar.Matanya membola sempurna, pria yang disangkanya telah mendekam di dalam penjara malah terlihat beberapa meter di depan sana sedang tersenyum menatapnya. Tami segera membalikkan badan berjalan cepat menuju kasir dan mencari jalan keluar.Jantungnya semakin berdegup kencang sa
Baca selengkapnya
5. Dendam Satria
Satria menyeringai puas. Sambil mengelus foto mendiang kekasihnya, dia berucap lirih, “Pembalasanku untuk kematianmu akan segera terlaksana, Sayang. Tunggulah sebentar lagi, Tami akan kubuat merasakan sakit sampai dia tak ingin ada di dunia ini lagi.”Dia memejamkan mata sejenak, dadanya selalu sesak setiap kali mengingat Vania -tunangannya- yang meninggal satu minggu sebelum hari pernikahan mereka. Satria terpuruk dan hal itu membuat hatinya kebas kehilangan rasa.Sudah tiga tahun berlalu, tapi rasa sakit itu masih ada dan berkembang menjadi dendam yang bukannya menghilang malah semakin membakar diri Satria untuk melampiaskan sakit hatinya pada Tami.Tak peduli apa pun risikonya, dia sudah bertekad untuk membuat keluarga Tami hancur dan bersujud memohon ampun di kakinya.“Kali ini aku tidak akan menahan diri lagi.” Kemarahan terlihat jelas di wajah pria yang selama ini terkenal baik hati dan ramah.Rahangnya mengeras dengan mata yang berkobar, “Tak akan kubiarkan kamu hidup bahagia,
Baca selengkapnya
6. Keputusan Tamia
Tami berulang kali mengumpati Satria. Dia geram bukan main. Entah apa yang ada di pikiran atasannya itu hingga tiba-tiba ingin menikahinya. Apalagi mamanya yang juga ikut setuju tanpa menanyakan apa pun padanya.Bahkan, setelah dia melontarkan penolakan dan semua orang sudah pulang, hatinya masih tak tenang. Saat ini, dia masih di rumah mamanya di dalam kamarnya sendiri dan mencari cara untuk menggagalkan semuanya. Terlebih kata-kata Satria saat dia melabrak pria itu di telepon malah terus terngiang di kepala.“Kita akan menikah dan itu tak lama lagi.”“Kamu yakin? Irwan bukan perkara mudah untuk kamu hindari, pikirkan baik-baik tawaranku. Dan aku yakin, jawabanmu adalah, iya.”“Dengan entengnya dia mengancamku,” gumam Tami sambil mencibir. Hatinya kesal bukan main.Dia terdiam sesaat, menghempaskan tubuh ke kasur dan memandang langit-langit kamarnya. “Tapi apa yang dia bilang itu benar juga, apalagi mas Irwan enggak merasa salah sama sekali.”Tami benar-benar tak tenang, dia bangun d
Baca selengkapnya
7. Perjanjian pra nikah
Tami duduk manis di salah satu kafe yang berada dekat dengan apartemennya. Rencana untuk bertemu di unitnya langsung dia batalkan saat bayangan malam buruk bersama Irwan tiba-tiba berkelebat di benaknya, membuat sekujur tubuhnya merinding dan gemetar ketakutan.Dia meminum perlahan jus alpukat yang sudah berkurang setengah, tapi Satria belum juga tampak batang hidungnya. Tami memejamkan mata dramatis berusaha menekan emosi yang mulai menyeruak di dirinya. Gadis itu tak ingin ada di sini, tapi hal ini harus dilakukan sebelum semua semakin mempercepat penyesalan.Kursi di depannya bergeser, senyum tipis terlihat dari wajah tanpa raut rasa bersalah. “Ada urusan yang harus saya lakukan terlebih dahulu tadi.”“Saya juga belum lama,” cicit Tami mengalah.Mata Satria melirik ke arah gelas Tami yang sudah hampir habis isinya, dia tersenyum miring sebelum memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya. “Sudah menyerah dan siap menikah dengan saya?” Suara Satria terdengar dengan pertanyaan merem
Baca selengkapnya
8. Menikah
Pernikahan yang katanya hanya diadakan secara sederhana dan mengundang keluarga terdekat saja karena persiapan dengan waktu yang singkat. Nyatanya, sejak tadi tamu tak berhenti berdatangan dan lihatlah dekorasinya. Penuh dengan lampu kristal, ruangan yang di dominasi warna putih dan emas, bunga-bunga indah juga pernak pernik lain yang sudah pasti tak murah adanya.Tami sudah berulang kali meringis, kakinya mulai lecet dan betisnya pegal karena terlalu lama berdiri menyapa tamu. Dia tahu kalau berharap perhatian dari suaminya adalah mustahil karena Satria tidak mencintainya. Benar saja, pria itu hanya meliriknya sekilas lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah tamu.“Kenapa senyummu jelek sekali hari ini. Biasanya kamu selalu ramah dan ceria.” Tegur Satria.“Tentu saja karena aku terpaksa ada di sini,” ucap Tami yang hanya berani diucapkan dalam hati. Dia mendengkus kecil dan melebarkan bibirnya dengan sangat terpaksa.“Ck ... ya, lumayan lah. Bertahanlah sampai acara ini selesai.
Baca selengkapnya
9. Bukan Malam Pertama
Tami mendorong kuat dada Satria dan mengatur napasnya ketika sudah terlepas. Dia masih tersengal dengan dada yang naik turun dan wajah memerah. Matanya terus melirik tajam ke arah Satria yang kini sudah berbaring di sebelahnya. Meski dia begitu menikmati kelembutan yang disuguhkan, tapi harga dirinya menolak untuk mengakui.“Apaan, sih, Pak,” omelnya.Satria tak menggubris, dia malah tersenyum miring lalu berbalik memunggungi Tami.“Dasar Om-om genit. Habis cium-cium malah sok jual mahal,” gerutu Tami dalam hati.Rasanya masih ingin meneruskan marah, tapi ucapan Satria kian menohoknya. “Tenang saja, saya enggak berminat sama tubuh kamu. Tadi hanya mencicip suguhan yang telah saya bayar mahal. Ternyata rasanya sungguh mengecewakan.”Tenggorokan Tami tercekat mendengarnya. Dirinya hanya dianggap sebagai “suguhan” dan mengecewakan. Hatinya bagai diremas kuat saat ini. Padahal dia sudah terbiasa direndahkan mama dan adiknya. Tapi ini sakit sekali. Air matanya sudah berkumpul di pelupuk m
Baca selengkapnya
10. Pulau Eksotis
Tepat pukul sepuluh pagi, pesawat sewaan mereka lepas landas. Iya, Papa Felix sengaja tidak membeli tiket pesawat komersial melainkan menyewa sebuah pesawat jet milik salah seorang sahabatnya. Dia tak ingin anak dan menantunya kelelahan di perjalanan dan malah tak ada tenaga lagi begitu sampai di sana.“Sebenarnya kita mau ke mana, sih, Pak? Eh, Mas.” Ralatnya cepat saat melihat lirikan tajam Satria padanya.“Saya juga enggak tahu!”Suara decakan terdengar, membuat Satria menoleh. “Udah sana, kamu duduk yang jauh, jangan ganggu aku!”“Jangan-jangan aku mau di buang ke pulau terpencil,” bisik Tami pada diri sendiri sambil berjalan pelan ke kursi belakang. Dan membayangkan itu dia jadi bergidik.Satria memutar matanya malas. “Dari pada saya mengeluarkan tenaga untuk membuangmu di pulau, lebih baik makananmu di taburi racun. Akan lebih hemat waktu,” cibiran ketus itu terdengar jelas.Mata Tami melotot dan gegas berjalan lebih cepat menghindari suaminya.Perjalanan yang awalnya dikira Tam
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status