Masa sebelum prolog...
"Take care, Brother." ucap seorang laki-laki seraya memeluk tubuh laki-laki jangkung dihadapannya.
"Lo juga ya, jangan cemburuan lagi. Kalau ada masalah diomongin dulu baik-baik berdua jangan main cerai-cerai aja," ucap laki-laki jangkung itu. Mereka tertawa bersamaan.
"Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu,"
"Gue udah biasa hidup merantau di negeri antah berantah, jadi lo nggak usah khawatir, buktinya gue bisa hidup sampe sekarangkan walau cuma sebatang kara?" sahut si lelaki bertubuh jangkung itu.
"Gue sama Katrina, Opah dan Omah, udah anggep lo sebagai keluarga juga, Han. Jadi jangan pernah lagi lo bilang kalau lo nggak punya keluarga, gue ngamuk nanti,"
"Okelah, gue berangkat dulu. Trina, aku berangkat, ya?"
Katrina mengangguk dan tersenyum di balik cadarnya. "Hati-hati, Kak Reyhan. Semoga Allah SWT memudahkan segala urusanmu,"
"Aamiin. Nanti kalau keponakan gue udah lahir, kabar-kabarin ya?" kata lelaki bernama Reyhan itu. Dia meninju bahu sahabatnya Hardin.
"Pasti itu, lo juga harus sering-sering kasih kabar tentang saudara lo itu, siapa nama adik lo?" tanya Hardin.
"Luwina Clemira," setelah menjawab pertanyaan itu, Reyhan pun mulai melangkah meninggalkan sepasang suami istri itu.
Luwina?
Untuk sejenak, Hardin merasa nama itu tidak asing. Tapi dia langsung menepisnya. Hanya sebuah nama. Banyak yang sama. Pikirnya dan kembali menatap punggung Reyhan yang mulai menjauhinya.
"Han," panggil Hardin. Reyhan berhenti dan menoleh.
"Di London, jangan cuma cari saudara lo doang, cari jodoh juga,"
Reyhan tertawa. "Jodoh gue kan udah lo ambil,"
Hardin tersenyum kaku. Tapi setelah melihat Reyhan tertawa, Hardin pun ikutan tertawa.
Bandara itu menjadi saksi bisu betapa seorang Hardin Putra Surawijaya sesungguhnya sangat mengkhawatirkan keadaan Reyhan.
Meski mereka seringkali bertengkar, bahkan sampai babak belur, tapi dibalik itu semua tersemat jalinan persahabatan yang begitu erat di antara keduanya.
Terlebih lagi, Hardin sangat-sangat bersyukur, melalui Reyhan Allah SWT telah mempertemukannya dengan seorang wanita sholehah yang kini berdiri di sampingnya. Menggenggam tangannya dengan erat.
Cinta pertama Hardin yang kini tersemat dibalik cadar seorang wanita muslimah bernama Katrina Kania Ifana.
Hardin sadar dirinya sangat mencintai sang istri.
Katrina, sang Bidadari surga, milik Hardin Putra Surawijaya.
*****
Pesawat Air Lines menuju London, Inggris sudah take off sejak setengah jam yang lalu.
Seorang lelaki duduk dengan nyaman di deretan bangku terpojok bagian penumpang kelas Bisnis.
Tatapannya menatap lekat sebuah foto yang tersimpan dibalik Arloji Liontin dalam genggamannya.
Itu foto seorang wanita.
Cinta pertamanya sekaligus mantan kekasihnya semasa dirinya SMA dulu.
Meskipun kini kamu sudah menjadi milik orang lain, entah kenapa hatiku tetap yakin dengan perasaan yang aku miliki terhadapmu.
Aku mencintaimu Katrina.
Sejak dahulu kala.
Hingga detik ini.
Perasaan itu tidak kunjung berubah.
Maaf jika aku masih menyimpan fotomu sebelum kamu bercadar.
Karena ini satu-satunya harta berharga yang aku miliki sebagai pengobat rasa rinduku padamu.
Maaf jika aku lancang.
Padahal aku tahu bahwa kini kamu sudah bercadar.
Harusnya hanya satu orang lelaki saja yang berhak menikmati kecantikan wajahmu saat ini.
Mirisnya, lelaki itu bukan aku.
Katrina, apakah mungkin dibalik cadar itu kamu masih menyimpan sedikit perasaan untukku?
Reyhan tersenyum pahit.
Lelaki itu menggeleng pelan lalu menutup arloji liontin di tangannya.
Penerbangan masih terus berlanjut dan Reyhan berharap sesampainya dia di London nanti, perasaannya bisa jauh lebih baik.
Setidaknya, dia mampu melupakan sejenak pilu di hatinya, karena takdir yang tak berpihak padanya hingga membiarkan satu-satunya wanita yang dia cintai sejak dulu, kini justru menikah dengan seorang lelaki yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat karibnya sendiri.
Hardin Putra Surawijaya!
Dan itu artinya, dirinya dan Katrina memang bukan jodoh.
Entahlah...
Malam ini hujan baru saja reda. Aspal trotoar di sepanjang jalan Alderman Walk terlihat basah.Seorang wanita berjalan terhuyung sambil sesekali merapatkan jaket kulitnya. Cuaca kota london di musim dingin seringkali membuatnya terserang flu. Belum lagi di saat dia harus menahan lapar setelah seharian bekerja full time di sebuah resto Nusa Dua London. Restoran khas Indonesia yang menyajikan makanan khas tanah airnya.Biasanya dia seringkali memunguti makanan sisa dari pengunjung yang datang ke restoran tempatnya bekerja itu. Jika banyak, sebagian dia makan dan sebagian akan dia simpan untuk anaknya di rumah. Tapi hari ini restoran sedang sepi dan para pengunjung kebanyakan para pria yang jelas porsi makannya tidak sedikit. Jadi, hampir semua piring yang dia bereskan di meja hari ini seluruhnya bersih tanpa sisa.Luwi melenguh tertahan.Wanita itu berhenti sejenak dan duduk di tepi
Jodie baru hendak memasak ketika suarabel pintu Flatnya berbunyi."Gibran, tolong lihat siapa yang datang?" teriak Jodie dari dapur.Gibran yang saat itu kebetulan sedang berdiri di jendela, langsung membukakan pintu di sampingnya. Gibran mendapati seorang laki-laki dengan tubuh jangkung berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tersenyum kepadanya. Tapi, siapa dia? Gibran tidak mengenalnya."Hai, jagoan? Ibumu ada?" tanya laki-laki itu."Mama lagi kerja. Nggak ada di rumah. Cuma ada Tante Jodie," jawabnya polos. Lalu pandangan Gibran kembali beralih pada sebuah bus sekolah di seberang jalan. Juga pada beberapa anak seusianya yang terlihat berebutan turun dari dalam bus itu. Sesuatu yang sejak tadi menarik perhatiannya.Reyhan hanya ber-oh dalam hati, padahal dia berpikir kalau wanita yang masuk ke dalam rumah ini tadi adalah ibu dari anak ini."Siapa yang datang?" suara Jodie kembali terdengar. Dia berjalan menuju pintu masuk.
Reyhan yang seharian itu berada di Flat sempat meminta izin pada Jodie untuk mengajak Gibran bermain di luar. Tentu dengan syarat, Reyhan harus meninggalkan KTP, Paspor, Visa dan dompetnya pada Jodie. Sebab Jodie tidak bodoh untuk percaya begitu saja pada laki-laki asing yang baru dikenalnya."Iya kalau benar orang baik-baik, kalau nyatanya lo itu seorang penculik bagaimana?" Begitulah kiranya yang ada dipikiran Jodie saat itu.Dan hal itu cukup membuat Reyhan tersinggung. Meski pada akhirnya dia menuruti juga persyaratan itu. Reyhan hanya kasihan pada Gibran. Sepertinya bocah itu ingin sekali main di luar.Sekitar dua jam Reyhan mengajak Gibran bermain di luar, mereka kembali dengan setenteng mainan yang dibelikan Reyhan untuk bocah lelaki tampan itu.Sekembalinya Reyhan bersama Gibran, Reyhan sempat menguping pembicaraan Jodie dan seorang wanita di dapur. Sepertinya wanita itu Luwi. Sementara Gibran langsung berlari ke kamar, dia senang sekali hari ini
Reyhan baru saja mendatangi Jodie di kampusnya. Reyhan hanya ingin tahu siapa sebenarnya laki-laki yang bernama Max. Dan ada hubungan apa antara laki-laki itu dengan Luwi?Jodie pun menjelaskan semuanya pada Reyhan, tentang Max.Dan hal itu membuat Reyhan semakin mencemaskan kondisi Luwi."Berapa utang Luwi pada Max?" tanya Reyhan."Lima ribu pound sterling," jawab Jodie, cuek. Matanya kembali menatap sosok laki-laki dikejauhan yang sepertinya tengah berjalan ke arahnya.Reyhan cukup terkejut mendengar nominal itu. Kalau dirupiahkan mungkin sekitar seratus juta. Lalu, dia teringat dengan kata-kata Hardin di bandara saat mengantarnya beberapa bulan yang lalu."Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu,"Akhirnya Reyhan menemukan jawaban atas kesulitan adiknya sekarang."Hai Jod?" sapa seb
"Hardin pelan-pelan masukinnya! Kalau kamu kasar begitu tidak akan masuk-masuk jadinya,"Iya sabar, lubangnya kecil sekali,""Ayo cepat, nanti Yumna keburu bangun,""Sabar Trina! kamu sih enak main perintah-perintah, aku yang usaha dari tadi,""Makanya itu kacamatanya di pakai, biar kelihatan,"Hardin mengambil kacamata minusnya dan mulai berkutat kembali dengan kegiatannya."Nahkan masuk juga," ucap Hardin lega. Dia memberikan benang dan jarum yang sudah dia tautkan kepada Katrina.Katrina lan
London, Inggris.Sebuah Restoran yang letaknya di Shaftesbury Avenue London itu terlihat ramai malam ini.Letaknya yang sangat strategis yang berada di pinggir jalan raya membuat resto ini di lalui banyak kendaraan dan banyak orang yang berlalu lalang berjalan kaki di sekitarnya. Mungkin hampir ribuan orang setiap harinya yang melewati kawasan tersebut.Menu yang di hidangkan antara lain mie goreng, satay, soto lamongan, kue dadar dan banyak lagi. Di buat dengan bumbu- bumbu asli indonesia tentunya.Semua staffnya memakai baju batik, termasuk supervisornya. Saat pengunjung sedang menyantap makanan, supervisor atau managernya pasti akan datang menghampiri para pengunjung dan menanyakan review tentang makanan yang di sajikan. Apakah makanannya semuanya ok atau tidak. Seperti halnya di restoran-restoran bagus biasanya.Dan hal itu yang kini tengah di lakukan oleh Mr.William s
London, Inggris.Reyhan berlari tunggang langgang menuju restoran tempat Luwi bekerja. Dia tadi keasyikan bermain dengan Gibran di Flat sampai tidak menyadari kalau Luwi telah menghubunginya sejak tadi.Dia sangat cemas.Karena Luwi mengatakan dalam sebuah pesan singkat yang dikirimnya pada Reyhan beberapa jam tadi, wanita itu bilang, Max kini sedang ada di restorannya dan dia sudah booking restoran itu untuk satu malam. Max mau mengajaknya dinner malam ini. Tapi perasaan Luwi tidak enak. Jadilah dia meminta Reyhan untuk datang ke resto menjemputnya. Dan sialnya Reyhan baru saja membaca pesan itu. Bodoh! Rutuk Reyhan dalam hati, memaki diri sendiri.Hingga akhirnya Reyhan berlari melewati sebuah taman kota di London. Dan matanya tersita pada sesosok tubuh wanita yang sedang berjongkok di tengah taman itu. Kebetulan kondisi taman sedang sepi. Jadi, bola mata Reyhan bisa menangkap dengan jel
Sesampainya di Flat milik Reyhan, Reyhan langsung menyuruh Luwi untuk segera berkemas.Rencananya Reyhan akan langsung membawa Luwi dan Gibran pulang ke Indonesia malam ini juga.Mereka tidak mau ambil resiko lebih jauh lagi. Sebelum Max berhasil menemukan mereka, mereka harus bertindak cepat.Jadilah Luwi menuruti perintah sang Kakak. Mereka berkemas-kemas malam itu."Bangunkan Gibran. Biar aku saja yang bereskan pakaianmu, kamu siapkan keperluan Gibran." ucap Reyhan pada Luwi.Saat sedang mengemas pakaian Gibran, Luwi sempat berpikir sesuatu dan dia langsung menghentikan aktifitasnya sejenak."Tapi, Kak, akukan tidak memiliki KTP, paspor dan Visa, bagaimana aku bisa kembali le Indonesia tanpa itu semua? Sedang aku bisa melamar pekerjaan itupun karena memakai jasa orang dalam. Semua surat-surat berhargaku hilang semua,""Tenang saja. Masalah itu aku sudah