Isakan tangis terdengar begitu nyaring saat Candra baru memasuki rumah malam ini, kedua bola matanya menelisik kesana-kemari mencari sumber suara.
Candra menggeleng, mendapati pintu kamar Ayana yang setengah terbuka dengan suara tangisan yang begitu nyaring.
Tas kerjanya mulai ia letakan di kursi ruang tamu, dirinya kini tengah terduduk sembari menatap foto pernikahannya yang sengaja ia pajang di dinding ruang tamu untuk jaga-jaga kalau seandainya keluarga mereka ada yang berkunjung.
Pandangan netranya kini telah mengabur, bayangan-bayangan penderitaan yang Ayana rasakan kini semakin menghantui pikirannya. Sejak Ayana ia nikahi, ia sering kali mendengar bahkan melihatnya menangis sesenggukan seperti malam ini seakan sisi lain dari seorang preman kampus itu telah ia temukan.
Dibalik kesangarannya, ternyata Ayana begitu menyimpan banyak kerapuhan dalam hidupnya.
"Apa keputusanku menikahinya adalah hal yang salah?" tanya Candra dalam hati pada d
"Aaaaaa!" teriak Tika sekencang mungkin, melepaskan semua kesakitan yang dirasa saat ini mengingat pengakuan Bisma selalu saja berputar-putar dalam otaknya.Riuhnya angin malam begitu menambah suasana menjadi kian lirih. Kini ia benar-benar sendirian, tak ada lagi yang peduli padanya. Pria yang selama ini ia cintai dan kagumi bahkan malah memberi kejujuran yang teramat pahit.Tak peduli dengan dinginnya angin malam, Tika terus-terusan berjalan menuju bibir pantai untuk sekedar menumpahkan segala kekesalannya malam ini."Tuhan kenapa kau beri hidup yang tak adil?" tanyanya lirih. Celana selututnya bahkan kini telah basah kuyup, kuku jari jempolnya bahkan telah melukai beberapa lengannya.Bak seorang psycopat, Tika melukai dirinya sendiri dengan benda-benda tajam seadanya kala ia merasakan kekesalan pada seseorang yang teramat."Aaaaaa! Gue membencinya!" teriak Tika. Air matanya kini kian mengalir deras di pipinya. Perlahan-la
Nyatanya bahagia tak melulu harus kaya!***"Papah ini kenapa sih gak bisa ngertiin mamah?!""Hah, Papah? Yang ada tuh mamah yang gak bisa ngertiin papah!""Apa? Mamah ini kerja juga buat bantu keluarga""Papah juga masih mampu mah!""Iya memang mampu, mampu buat cari istri baru""MAH!""Aku Minta Cerai!"Prankkkk ...Terdengar suara keributan serta barang pecah dari dalam rumah ketika Marteen hendak membuka pintu utama, isakan tangis pun terdengar begitu tersedu sedu."Mereka berantem lagi," gumam Marteen dengan menghela napas berat.Setiap malam Marteen selalu saja mendengar pertengkaran kedua orangtuanya yang baru saja pulang kerja, ada aja hal yang di ributkan. Entah itu tentang harta,keluarga, bahkan kecurigaan satu sama lain. Itulah yang membuat Marteen tak betah tinggal dirumah.Kedua orang tuanya selalu saja pulang larut malam demi menyelesaikan pekerjaan bisnisnya masing-masing padahal ke
GJam dinding sudah menunjukan pukul setengah sebelas malam, kaki jenjang milik Ayana pun kini berjalan dengan sangat hati-hati berharap tak mengganggu istirahatnya Candra malam ini.Dengan sangat hati-hatinya ia membuka pintu untuk keluar malam ini, meski terlambat ia harap perayaan syukuran ulang tahun Marteen masih berlangsung.Buru-burulah ia keluar rumah, mendorong sepeda motor dengan pelan-pelan hingga keluar gerbang.Senyum penuh kemenangan pun kini terpancar dari raut wajahnya ketika dirinya telah menjauh dari rumah yang sederhana itu.Ada rasa bangga tersendiri dalam dirinya kala ia berhasil keluar malam dari rumah Candra, pasalnya semenjak ia tinggal disana ia tidak pernah lagi ikut tongkrongan malam bersama para sahabatnya. Aturan yang Candra buat, mau tidak mau harus ia turuti jika tidak? Hukumannya akan lebih berat dari yang ayahnya kasih. Ya, sesuai surat perjanjian yang mereka tulis masing-masing dulu.Hembusan napas lega pun
Tok ... Tok ... Tok ...Suara dibalik pintu mengalihkan perhatian Candra yang tengah fokus menatap layar laptopnya.Penasaran, akhirnya ia membiarkan laptop tersebut dan berjalan mendekati pintu, lalu membukanya."Pagi," sapa seseorang di ambang pintu dengan kegirangan.Dengan malas Candra menutup pintunya kembali, tak memberi celah pada seseorang yang tengah berdiri menyapanya barusan."Hey! pak saya datang membawa bekal untuk bapak. Cobalah, buka dulu sebentar!" teriak kembali seseorang yang masih berdiri di depan pintu ruangan Candra dengan penuh bahagia."Siapa?" kata pertama yang Candra lontarkan kala membukakan pintu kembali."Saya boleh masukkan? Nih pagi ini saya bawa bekal spesial untuk bapak," ujar Adinda melenggang masuk keruangan Candra tanpa dipersilahkan terlebih dulu."Saya bawa nasi goreng spesial dan salad sehat buat bapak," ucap Adinda meletakan bekal yang ia bawa di meja Candra."Kamu yang
Sejak kejadian kesalah pahaman itu, beberapa hari ini Ayana tak berani bertemu Candra barang sedetik saja pun. Ia sungguh merasa malu akan pemikirannya sendiri kala itu yang menganggap jika Candra telah merenggut mahkotanya dan berhasil membuatnya hamil, tapi nyatanya? Candra tidak pernah berbuat apa pun padanya, hanya tidur memeluk. Itu juga Ayana yang minta saat mengigau. Memalukan!Seperti hari ini, Ayana bangun begitu pagi bahkan mendahului ayam berkokok. Dari mulai bersih-bersih hingga mencuci Ayana kerjakan begitu terburu-buru sebelum Candra bangun.Beruntung, rumah yang mereka tempati tak begitu luas, cucian tak begitu banyak hingga membuat Ayana bisa lebih cepat mengerjakannya."Akhirnya beres juga," ujar Ayana setelah memeras pakaian terakhirnya yang ia bersihkan tepat saat jarum jam menunjukkan pukul empat pagi."Jir, rasa malu yang membawa hikmah ini. Tumben-tumbenan gue rajin gini, jam empat udah beres semuanya" gumamnya membawa seember pakaia
"Assalamualaikum!" sengajanya Candra mengucap salam dengan teriakan, berharap Ayana terganggu dengan kedatangannya pagi ini.Derap langkahnya, sengaja ia hentakan. Mencuri-curi perhatian sepagi ini ialah salah satu misinya agar Ayana dapat kembali menemui dan mengomelinya seperti biasa."Assalamuaikum!" Candra kembali berteriak. Kedua bola matanya menelisik setiap sudut rumah, mencari keberadaan Ayana yang tak kunjung ia temukan sepagi ini.Sengaja ia pulang lebih lambat dari mesjid demi membeli bubur ayam untuk mereka sarapan pagi ini."Ck. Dosa banget tuh cewek, orang ada yang ucap salam tuh dijawab kek bukan didiemin kaya gini" gerutu Candra meletakan kantong plastik yang berisi dua bungkus bubur ayam masih panas yang ia beli bela-belain kerumah tukang bubur tersebutnya langsung."Aya!" teriak Candra ketika tak menemukan Ayana disudut mana pun."Tidur lagi kali ya?" tebaknya sembari berjalan menuju kamar Ayana.Tok ... Tok ..
Kini keduanya saling duduk berhadapan dengan tatapan sama-sama tak kalah tajam."Mau kamu apa sih? Ngehindar terus dari saya sampai rela gak dapat nilai?" tanya Candra mulai mengintrogasi Ayana dihadapannya."Mau gue gampang! Tak lagi berurusan dengan lo!" jawab Ayana simpel.Candra mendengus sebal, "Itu tidak mungkin Aya, kita ini suami istri. Hidup kamu urusan saya!""Kenapa gitu? Bukankah kita telah sepakat untuk tidak mengurusi kehidupan satu sama lain?" Ayana bertanya dengan kesal."Itu kamu yang mau, tapi saya tidak! Sudah kewajiban saya sebagai suami mengurus urusan hidup kamu, membawa kamu kejalan yang benar" ucap Candra.Ayana mendelik sebal saat mendengar perkataan Candra, beruntung ruangan Candra cukup tertutup menjadikan keduanya leluasa membicarakan hal pribadi tanpa takut satu orang pun yang mengetahuinya."Lalu kenapa akhir-akhir ini kamu menghindar dari saya? Sudah hampir seminggu kamu bersikap aneh dan men
Malam ini, tepat pukul delapan kediaman Herlan tengah sibuk menyiapkan hidangan makan malam yang begitu spesial demi menyambut kedatangan putra satu-satunya yang mereka banggakan.Asa Aditya Pratama Handoko, anak pertama yang mengikuti jejak dirinya di dunia militer. Keberhasilannya mendidik Asa dengan begitu keras nan tegas membuat kebanggaan tersendiri bagi Herlan."Bi, makanan kesukaannya jangan lupa ya" ucap Herlan saat mengecek keadaan ruang makan bahkan beberapa makanan pun telah siap dihidangkan di meja makan."Baik tuan,""Semangat banget yang mau nyambut kedatangan putra kesayangan," sindir Heni. Senyum merekah Herlan lontarkan, ia pun kini menarik kursi untuk di dudukinya."Ayah mana yang tidak akan bersemangat menyambut kedatangan putranya yang berhasil dalam tugas?" tanya Herlan dengan kekehan."Tidak adalah, pasti semua ayah akan bersemangat dan merasa bangga" jawab Heni."Nah itu, ayah juga begitu. Oh iya bund, makanan k