Share

Benda Kesayangan

last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 21:31:39

"Nyonya, saya mohon jangan bakar, Nyonya!” gadis itu merengek, berlutut dan memegang kakinya. Tetap saja tidak ada reaksi darinya, nyonya besar seolah tidak peduli dengan rengekan Marla.

“Saya benar-benar minta maaf, Nyonya. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Saya mohon maafkan saya, Nyonya!” Marla menangis dan memohon agar nyonya itu mengerti tentangnya. Kedua tangannya sudah diapit dan menundukkan wajahnya berkali-kali, tapi berkali pun gadis itu mengiba, tetap saja diabaikan olehnya.

Air mata Marla mengalir dengan deras. Raungannya membuat seisi taman belakang merasakan iba. Gadis itu masih membiarkan saat satu demi satu bajunya dibuang ke api, tapi saat satu benda kesayangannya masuk ke dalam api, gadis itu meronta dan berlari ke arah kobaran api tadi.

“Tidakkkk! Jangan. Argh!” jeritnya. Karena pemberontakan tiba-tiba dari Marla, para pengawal yang sempat memegangi tubuhnya terpental.

Gadis itu mencoba mencari sesuatu untuk menyelamatkan barang itu. Nyonya dan madam Ester terkejut dengan sikapnya. Sedetik tatapan mereka merasa khawatir, takut Marla melakukan hal nekad.

“Tidak, aku harus menyelamatkannya!” Marla meracau tidak jelas, gadis itu mencari sebatang kayu yang dapat mengeluarkan benda yang dilemparkan kedalam api itu. Benda kesayangan Marla adalah sebuah harmonika. Setelah benda itu berhasil dikeluarkan, gadis itu segera memadamkan api pada bagian kulit luar yang terbakar.

Tanpa pikir panjang Marla meraih harmonika yang masih berasap saat apinya berhasil dipadamkan. Memasukkannya ke dalam air yang berada tak jauh dari tempat pembakaran tadi.

"Kalian boleh membakar apapun, tapi tidak dengan harmonika ini. Ini segalanya untukku!" tangis Marla benar—benar pecah. Hatinya terasa pedih bukan karena dia tidak dapat menyelamatkan baju melainkan harmonikanya.

“Panggil dokter, Ester, cepat panggil!” perintah nyonya saat melihat gadis itu meraung keras.

“Cepat bawa Nona ke kamar, Batrick!” madam Ester setelah melihat kondisi kedua tangannya. Batrick memapah gadis itu pergi dengan kedua tangannya yang melepuh akibat terkena api tadi. Nyonya hanya menatap kepergian Marla yang masih sesegukan menangis.

“Bagaimana dengan dokternya, Ester?” dari nada bicaranya jelas nyonya sangat khawatir dengan kondisi gadis itu.

Pengawal mengambil harmonika di dalam air tadi dan memberikannya pada nyonya lalu nyonya memberikannya lagi pada madam Ester.

"Dokter akan segera datang, Nyonya." Dimengerti dan hanya menganggukan kepalanya.

Raungan keras tetap terdengar dari dalam kamar Marla. Batrick melakukan pertolongan pertama. Mengompres dengan air dingin dan mengoles salep di kedua telapak tangannya.

Dokter datang dan hanya melanjutkan dengan memberi perban dan memberikan resep obat untuk diminum. Setelah meminum obat gadis itu bisa lebih tenang dan tertidur. Madam Ester meletakkan benda kesayangannya di samping ranjangnya.

***

“Bagaimana kondisinya, Ester?” tanya nyonya saat madam Ester memasuki ruangannya.

"Nona Muda sudah tenang, ia sedang tertidur," jawab madam Ester memberikan laporan.

“Lalu kapan pengacara akan menyerahkan suratnya?” nyonya terlihat tidak sabar.

“Sudah ditangan kita, Nyonya!”

"Bersiaplah, kita akan segera kembali!"

"Baik,  Nyonya!"

***

Marla masih belum bisa melakukan aktivitasnya sendiri. Didampingi Batrick untuk segalanya. Apalagi kegiatannya hanya memandangi harmonika itu saja.

"Nona, makan malam nanti mau saya bawakan seperti biasa?" Batrick bertanya sambil membenahi ranjangnya.

"Tidak perlu. Aku akan turun saja. Tanganku pun sudah lebih baik.”

“Baiklah Nona, saya akan kembali tepat pukul tujuh malam nanti,” Marla hanya mengangguk dan Batrick keluar dari ruangannya.

Tanpa terasa sudah tiga hari berlalu semenjak tangannya terluka. Yang tak disadari gadis itu, setiap malam selalu cucu nyonya menyambangi kamarnya. Memeriksa luka, mengoles salep bahkan mengganti perbannya.

Pukul tujuh malam.

Seperti biasanya Marla menunggu dan berdiri di salah satu kursi.  Menunggu kedatangan nyonya dan tentu saja cucu tertua nyonya yang selalu menggandengnya turun. Makan tanpa suara yang berlebihan seperti kuburan.

"Bersiaplah, besok kita akan segera kembali," ucap nyonya setelah makan usai. Tidak ada  lagi drama, gadis itu sudah pasrah dan menerima. Kemanapun dia akan dibawa pergi. Batrick membantu merapikan barang yang seperlunya.

Yang terpenting untuk Marla, benda kesayangannya selamat. Sambil duduk menatap langit dan angin malam air matanya sudah tidak terbendung.

Dari kamar gelapnya, tuan besar terus menatap. Perasaannya seperti terbawa suasana.

“Biarkan dia berpamitan, Nek!” nyonya sangat terkejut saat mendengar suaranya. Laki-laki itu menghampiri kamar neneknya dan duduk di pinggir ranjang.

“Kau tidak takut? Bagaimana kalau dia mencoba melarikan diri lagi?” meski tahu ini kemauan cucunya, tetap saja sang nenek memiliki banyak pertimbangan.

“Aku mohon jangan terlalu mengekangnya, Nek. Aku takut semakin dikekang, dia semakin takut dan menjauh dariku,” lelaki itu menatap wajah neneknya penuh dengan harap dan berharap ada keajaiban yang mengubah hati neneknya.

“Istirahatlah, kita akan berangkat sangat pagi!” Tak ada bantahan, lelaki itu kembali ke kamarnya. Menatap kembali jendela, tidak berapa lama Batrick datang dan membawanya masuk.

***

“Rambut anda cantik sekali, Nona Marla. Ini sangat halus dan lembut,” ucap Batrick saat membantu menyisir rambutnya.

“Benarkah? Padahal aku sering sekali diejek karena rambut keritingku ini.”

“Itu tidak benar, Nona, ini benar—benar cantik. Coba saja, sesekali diberi pita atau diberikan hiasan,” saran Batrick.

“Oow, itu bukan seperti aku. Aku tidak suka gaya seperti itu, bagiku sudah terlihat istimewa jika aku mengikatnya,” sahut gadis itu.

Tanpa terasa obrolan mereka di pagi ini. Mereka berpelukan dan berpamitan. Terlihat madam Ester memberikan perintah pada beberapa pelayan dan pengawal. Koper  Marla pun sudah dibawa turun. Saat sampai di meja makan, Marla sudah melihat tuan besar sedang mengoleskan roti. Gadis itu memberi hormat, tapi tidak ada reaksi apapun darinya.

“Ih, nih orang kenapa nggak menjawab sih? Ada mulut, tapi tidak berguna.” Marla bergerutu sendiri, sesekali meliriknya, namun tetap saja dia tidak memberikan reaksi. Gadis itu memperhatikan kalau baju yang dikenakannya selalu saja serba hitam. Seperti sedang berkabung.

"Nona Marla, sarapan saja, Nyonya dan madam Ester sudah sarapan.” Marla mengangguk dan ditinggalkan oleh Batrick.  Dengan cepat gadis itu mengoles satu roti dengan mentega dan  satunya di oles dengan selai coklat.

“Jika kalian sudah selesai sarapan segera ke mobil, kita akan segera berangkat,” ucap madam Ester saat gadis itu menggigit roti dan meneguk susunya.

Lelaki itu sama sekali tidak memberikan jawaban. Menggeser kursi, beranjak dari duduknya, meninggalkan meja makan. Marla mau tidak mau mengikuti. Sambil menggenggam benda kesayangan. Salah seorang pengawal membukakan pintu dan mempersilahkan Marla masuk ke mobil yang sudah menunggunya.

“Ya ampun bikin kaget saja. Kok ada dia disini sih? Dia kan majikanku.” Marla sedikit memberikan jarak pada tempat duduknya saat tahu orang disebelahnya tuan besar. Apalagi, dia sudah bersandar dan memejamkan matanya.

***

Mobil mulai melaju. Sepanjang perjalanan gadis itu hanya menatap keluar jendela. Tangannya menggenggam kuat benda kesayangan. Seolah jika benda itu hilang, dia tidak bisa hidup. Gadis itu segera mendorong tubuhnya ke dalam. Sebentar lagi mobil itu akan melewati panti asuhan tempat dimana dia selama ini dibesarkan.

“Tahan Marla, kamu nggak boleh cengeng dan menangis lagi. Ini sudah diputuskan. Tidak ada yang bisa merubahnya, ibu pun tidak bisa.” Gadis itu merasa sesak di dadanya. Menahan paksa dan menahan semua rasa sedihnya yang akan meledak. Tiba-tiba saja mobil berhenti dan seorang pengawal membuka pintunya.

“Setengah jam. Kau punya waktu untuk berpamitan. Jika tidak datang, empat pengawalku akan menyeret paksa!” Marla sejenak takjub dengan perkataan madan Ester. Spontan gadis itu menjawab dengan anggukan dan tanpa pikir panjang, dia berlari keluar hingga benda kesayangannya terjatuh di jok mobil.

Madam Ester menggelengkan kepala saat melihat gadis itu berlari. Seperti burung yang dilepaskan dari sangkar. Senyuman tipis muncul di sudut bibir madam Ester dan saat itu pun tuan besar membuka matanya.

***

“Erika, dimana ibu Anya?” ucap gadis itu setengah berteriak dan tergesa.

“Ma-Marla, kamu cantik banget sih, aku iri …,” Erika mengomentari pakaian yang dikenakan.

“Kita bahas lain kali, dimana ibu?” tanya Marla sekali lagi, pandangan matanya terus saja mencari.

“Ibu ada di ruangannya. Kau mau kemana?” desak Erika penasaran.

“Aku akan berpamitan!” Marla mengabaikan Erika dan berlari ke ruangan ibunya.

Brakk! Marla mendorong pintu ruangan ibu Anya kasar.

“Ibu ….” Gadis itu berlari dan langsung memeluk erat Anya.

“Sayang, kamu baik-baik saja? Ibu rindu!” tak terasa air mata ibu Anya berjatuhan di pipi. Rasa haru menyelimuti.

“Aku juga, Bu, aku sangat merindukanmu.” Ibu Anya mencium kening gadis itu dan memeriksa kondisinya.

“Kau cantik sekali sayang, tapi, apa ini kau terluka? Mereka menyakitimu? Kenapa dengan tanganmu?” ucap ibu menghapus air matanya dan melihat tangan Marla yang masih dibalut dengan perban.

“Aku nggak apa-apa, Bu. Ini kecelakaan karena ulahku. Mereka semua memperlakukanku dengan sangat baik. Aku datang hanya untuk berpamitan, Bu, dan aku tidak tahu kapan akan kesini lagi,” suaranya Marla makin terdengar lirih. Ibu menghela nafasnya, “Baik sayang, kemarilah. Ikut dengan Ibu,” seolah menyadari satu hal dan membawa gadis itu bersamanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Hangat Dan Lembut

    Marla jadi salah tingkah dan tidak memberikan jawaban.“Jui, mau tambah lagi nggak?” sedikit kesempatan saat melihat piring anaknya sudah kosong.“Mmm, Aku mau yang itu, Ma!” tunjuk Jui menunjuk ayam goreng. Marla segera mengambilkan dan gadis kecil itu memakannya dengan lahap.Mereka pun mulai larut dengan makannya.Richard terus menatapnya. Marla makan tidak bersemangat. Dia hanya makan beberapa suap. Beberapa kali saat dia ingin mengambilkan makanan untuk Jui, Richard seolah dengan sengaja mengambil makanan yang sama.Kakaknya sedang meminta perhatian.Namun, Marla memang masih belum nyaman dengan pertemuan yang dianggapnya mendadak.Ascar harus memberikan momen berdua. Setelah makan, dia segera mengajak Jui untuk bermain bersama mereka. Membiarkan meja kotor dan berantakan untuk dibersihkan oleh kakaknya juga Marla.Mau tidak mau Marla dan Richard merapikan bersama.Richard terus memepet kemanapun gadis nya pergi. Apalagi dia sudah merasa ada lampu hijau yang diberikan Jui. Pa

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Jebakan Ascar

    “Kau benar—benar tidak mengingatku?” Sebastian tidak sabar dia langsung mengeluarkan suaranya.Marla menggeleng perlahan.“Aku, Sebastian Bernard, pengantin kecilnya Erika. Bukankah kamu dulu sering meledek ku,” ucapnya. Dia sedang berusaha mengingatkan Marla.Namun, wajahnya masih kebingungan.“Hah, benar—benar ya. ternyata Aku orang yang mudah dilupakan,” Sebastian merasa kecewa karena Marla juga tidak mengingatnya.Sebastian melipat kedua tangannya di dada. Sementara Marla melirik Erika meminta bantuannya.“Ah, maafkan Aku, Aku benar—benar lupa. Bagaimana kabarmu?” meski belum sepenuhnya mengingat, Marla tidak ingin membuatnya kecewa lagi. Dia mengulurkan tangan untuk meminta maaf.Tapi, Sebastian malah menariknya ke dalam pelukan.“Kamu benar—benar nggak berubah. Masih saja pelupa seperti dulu,” ejek Sebastian, mengendurkan pelukannya, mencium kening dan mengusap rambut Marla.“Maaf, tadi Aku beneran lupa. Sedang apa kau disini? Ah atau jangan bilang kamu beneran datang untuk me

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Kesedihan Mendalam

    “Aku rasa, sejak dia kembali dari perjalanan kami waktu itu. Sikapnya mulai berubah. Aku mendengar lagi dia mengoceh kalau dia sudah lelah dan ingin kembali bersama Jodhy.”“Padahal aku benar—benar yakin, dia sudah lama sekali semenjak bertemu Jui, dia nggak pernah mengatakan hal tersebut.” Suara Erika bergetar. Mengeluarkan semua uneg—uneg yang mengganggunya.Richard langsung mengerti dengan pembicaraan tersebut. Dia merasa bersalah. Dia merasa perubahannya kali ini penyebabnya adalah karena dirinya.Guntur besar berbunyi dan dari kamar Jui terdengar tangisan juga panggilannya untuk Marla. Pelayan berlari ke kamar untuk menenangkannya.Namun, suara bantingan pintu pun terdengar keras. Dia melihat Marla keluar kamar. Tatapan matanya kosong. Dia terlihat mondar—mandir di ruangan seperti mencari sesuatu.Lalu, setelah mendapatkan apa yang dia cari, dia berlari keluar rumah.“Marla, kamu mau kemana? Diluar masih hujan!” teriak Erika panik. Dia ikutan berlari dan menarik tangannya.“Kamu

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Ternyata Salah

    Jeep Ascar berhenti di sebuah rumah mungil bercat putih. Pemandangan menyejukan mata sudah menyapa mereka. Pagar kayu berwarna putih dengan pekarangan bunga mini sudah menyambut mereka.“Kak Chard, kami tinggal dulu. Hubungi Aku kalau kau memang sudah selesai,” ucap Ascar.Namun, sang kakak masih terhanyut dengan lamunan.Ascar tahu, ini momen penting untuk kakaknya. Dia tidak ingin mengganggu. Sudah sangat jelas, kakaknya menantikan ini dari lima tahun lalu.Kakaknya hanya mengangguk. Dan setelah persetujuan itu, Ascar baru membawa Erika dan Jui pergi bersamanya.Dia sudah mendengar cerita dari Erika. Kalau suasana hatinya sedang kalut seperti itu, Erika akan membawa Jui ke panti. Membiarkannya tenang dulu.Telinga Richard mendengar alunan piano yang sedang dimainkan. Kakinya mulai melangkah jalan setapak yang dibuat dengan batu kecil terhampar menuju pintu rumahnya.Dia hampir saja melupakan alunan indah itu. Dia membencinya karena tidak ingin mengingat hal yang menyakitkan. Terny

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Hal Gila

    “Maafkan, Aku, Bas …,” ucap Erika lirih menyentuh tangannya.Erika benar—benar tidak tega melihat tatapan sedih dan penuh luka. Dia juga tidak ingin membohongi perasaannya yang sudah berubah pada Sebastian.“Jangan meminta maaf lagi. Ini sepenuhnya bukan kesalahanmu. Aku juga ikut andil,” tatapan Sebastian penuh haru dan semakin membuat dada Erika menyerinyit.“Selama ini Aku nggak pernah memberikan kamu kabar apapun. Dan hari ini, Aku tiba—tiba datang untuk menjemputmu sebagai pengantin kecil ku. Kamu pasti terkejut dan tidak akan menyangka nya,” tatapannya semakin dalam dengan perasaan yang sudah campur aduk.Erika terhanyut dengan tatapan sendunya, “Ya … ampun, Sebastian … Aku jadi melelehkan. Bagaimana bisa dua laki—laki membuatku frustasi,” bisik Erika di hati yang kalang kabut.Erika tidak menyangka, dulu dia sangat mendambakan cinta. Tidak ada seorangpun. Sekarang dua orang sekaligus menyatakan perasaan cinta dan ketulusan. Mendapatkan perhatian yang berlimpah dari dua laki—lak

  • Cinta Dingin Tuan Besar    Kedua Kalinya

    Ascar tidak mungkin melepaskan Erika begitu saja. Selama masih ada kesempataan berduaan, dia tidak akan melewatkan.Mobil jeep nya berhenti dipersimpangan jalan. Senyuman nakal sudah tersungging dari wajah tampannya.“Kok berhenti?” Erika meliriknya.“Karena kamu menolak menginap, Aku akan menyelesaikan hukumannya disini,” seringainya.“Hukuman? Apa maksudnya, Ascar? Ayo cepat pulang. Aku sudah berjanji pada Sebastian akan pulang dan nggak enak membuatnya menunggu,” Erika masih sedikit kesal.“Oh, bagus ya. Jadi, kamu ingin segera pulang karena di tunggu si Br3 N953K itu,” nada suara Ascar berubah satu oktaf. Dia meraih tengkuk Erika agar lebih mendekati wajahnya.Erika menahan. Dia tidak ingin sampai Ascar melakukan apapun. Dia juga mengerti kalau sekarang Ascar sedang cemburu.“Ascar, sudah nggak usah bercanda lagi. Aku mau pul—,” belun sempat Erika melanjutkan ucapannya, Ascar sudah mendaratkan bibirnya. Kali ini dia bersikap kasar. Sedikit memaksa karena Erika memberikan perlawan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status