Deandra, duduk termenung di atas kasurnya. Tatapan mata itu masih saja tetap kosong seperti tadi. Dia masih belum percaya apa yang sedang dia hadapi saat ini. Terasa seperti mimpi.
Rican pergi bersama wanita lain, dan tiba-tiba keluarganya meminta pernikahan untuk tetap berjalan. Padahal baru kemarin Dea mendapat pesan dari calon suaminya itu agar tidak lupa untuk makan. Tapi kenapa sekarang keluarganya malah mengatakan jika Rican pergi?
Dia benar-benar tidak paham akan hal yang sedang terjadi saat ini.
Suara ketukan pintu membuat dia tersentak, tapi itu hanya sesaat dan kembali menatap kosong ke arah jendela kamar karena Laras yang masuk ke dalam kamarnya.
“De, aku masuk ya.”
Gadis itu tidak menjawab, rasanya tidak ada hal yang ingin dia katakan. Rasanya tidak ada kata yang ingin diungkapkan untuk saat ini.
Laras tersenyum kecil, dia melangkahkan kakinya untuk mendekati Dea yang masih terus menampilkan ekspresi persis seperti orang yang tidak bernyawa. Ia mendesah panjang, ikut duduk di pinggir kasur dengan dua buah lembar kertas seperti foto di tangannya.
“Aku tahu perasaanmu saat ini.”
“Aku salah apa Ras? Kenapa semuanya hancur seperti ini?”
Bibir Dea bergetar, tangannya pun mencengkram erat kain seprai kasur. Masih mencoba untuk menahan agar tidak menangis, tapi rasanya sangat sulit untuk tidak melepaskannya. Semakin ia diam, semakin sakit rasanya.
“Sabar De, aku juga tidak menyangka akan menjadi seperti ini.”
Dengan senyum yang sangat dipaksakan, Laras menyerahkan beberapa lembar foto yang ia pegang tadi.
“Dari calon suamimu.”
Tatapan Dea mengarah pada lembaran foto, dan seketika dadanya terasa sesak ketika melihat isi dari gambar itu.
Seketika dunianya terasa runtuh, hidupnya benar-benar kelam. Detak jantungnya langsung melemah. Tangannya bergetar meraih lembaran foto yang disodorkan oleh Laras.
Ya, dia melihat gambar kekasihnya yang menjadi penyemangat dirinya selama lima tahun terakhir ini bersama seorang wanita. Potret yang sangat mesra, sampai rasanya dia ingin berteriak histeris melihat gambar Rican memeluk wanita lain.
Dea tidak dapat menahan lagi, dia sudah tidak bisa menahan air matanya untuk tidak jatuh karena sekarang dia langsung benar-benar menangis.
“Ini bohongkan? Laras ini bohongkan?” Dea melemparkan foto itu di atas lantai, membuangnya begitu saja. Dia tidak ingin mempercayainya.
“Aku salah apa? Aku salah apa sampai Rican tega melakukan ini? Aku salah apa?!”
Dea memekik histeris, kini dia tidak bisa lagi menahan air matanya. Ini terlalu sulit dan dia benar-benar tidak bisa menahannya lagi.
“Dea udah. Dea….”
Laras menarik tangan Deandra untuk tidak berusaha menyakiti dirinya lagi, lalu memeluknya dengan erat dan akhirnya mereka menangis bersama.
Air mata gadis itu terus mengucur deras, menyalahkan keadaan yang benar-benar tidak memihak padanya. Orang yang paling dia percayai, ternyata tega menyakitinya.
Semua bayangan tentang kenangan manis mereka terlintas di kepala Dea, ketika pria itu dengan senyum khas dirinya yang menampilkan lesung pipi, ketika dia mengusap puncak kepalanya dengan lembut, ketika dekapan hangatnya benar-benar membuat Dea merasa nyaman. Tapi apa semua itu hanya tindakan palsu?
Dea tidak tahu, kesalahan jenis apa yang ia lakukan sehingga Rican tega menyakitinya sekarang. Bukankah beberapa bulan lalu mereka bertemu di Nige? Dan pria itu memberikannya cincin indah yang kini melingkar di jari manisnya, merencanakan pernikahan yang sempurna. Tapi, apa maksud dari semua itu jika pada akhirnya Rican pergi meninggalkannya.
Pandangan Laras tiba-tiba tertuju ke arah pintu, di sana dia terkejut melihat Arga sudah berdiri menatap keduanya dengan datar. Sial! Sejujurnya pria itu sangat tampan, Laras mengakuinya. Apalagi mata biru yang sangat khas itu akan membuat siapa saja yang menatapnya terkesima.
“Aku tinggal De.” Laras melepaskan pelukannya dari Deandra, entah kenapa dia sendiri malah merasa sangat segan pada Arga.
“Ras. Mau kemana?” Dia berbalik saat melihat Laras sudah kabur dari atas kasurnya, dan saat itu juga dia terdiam melihat wajah dingin Arga yang menatapnya tanpa ekspresi.
“Ada calon suamimu, bye!” Laras melambaikan tangannya, entah sejak kapan dia sudah berdiri di depan pintu.
“Tampan!”
Dea berdecak kesal, saat dia mengerti ucapan Laras yang tidak bersuara tepat di belakang tubuh Arga. Sial! Saat seperti ini, sahabatnya itu masih saja curi-curi pandang. Dea saja sama sekali tidak terkesima dengan ketampanan pria itu.
“Mau ngapain?”
Rasanya Dea sangat membenci pria ini. Firasatnya mengatakan jika Arga bukanlah pria baik-baik.
“Ikut dengan saya sebentar.”
Tubuh gadis itu terpaku saat dia menatap manik mata pria yang masih saja menatapnya dengan dingin. Dia bahkan merasakan jika tubuhnya mendadak membeku.
Apa? Apa Dea sedang terkena hipnotis sekarang? Kenapa mendadak dia menganggukkan kepalanya dan tidak dapat menolak meski menyadarinya.
***
Sampai detik ini, Dea masih berusaha menghubungi Rican. Karena dia butuh penjelasan untuk semua ini.“Ric, plis Sayang. Kamu dimana?”Dea mengusap air matanya, dia terlalu lelah menangis untuk hari ini. Seharusnya dia bahagia untuk mengurus pernikahan mereka, seharusnya sekarang dia dan Rican sibuk melakukan sesi foto.‘Hal kecil seperti ini saja kamu tidak tahu. Pantas saja dengan mudahnya Rican membodohimu.’Entah kenapa ucapan Arga terngiang-ngiang di kepalanya. Memangnya dibagian mana Rican membodohinya? Bukankah selama ini mereka saling terbuka? Tidak ada rahasia antara mereka.Seketika Dea berhenti menangis, dia kembali bimbang dengan apa yang terjadi saat ini. Benarkah Rican sedang membohonginya sekarang? ‘Kenapa semua ini semakin rumit sih?’“Nate,” gumamnya, saat melihat adiknya itu duduk di taman rumah. Seketika dia ingin agar Nate membantunya.Dengan langkah tergesa Dea berlari keluar kamarnya. Bahkan ketika dia sampai di lantai bawah, Laras yang masih berada di sana mengh
Dea tidak paham, kenapa dia mengikuti Arga menuju taman belakang rumah. Padahal, ia sama sekali tidak menyukai pria itu.Isakan dari tangis Dea masih terdengar, dan itu benar-benar membuat Arga merasa terganggu. Dia berdecak kesal, lalu meraih sapu tangan yang ada dibalik saku celananya.“Jangan cengeng!” Dia menyodorkan sapu tangan itu tanpa menoleh sedikitpun pada Deandra.Seketika tubuh Dea terpaku saat mendengar suara pria itu. Suaranya berat dengan kesan seksi.‘Bodoh apa yang kupikirkan?’ Dia memekik dalam hati, kenapa di saat seperti ini dia memikirkan hal yang tidak penting.“Apa?!” tanya Dea. Berbicara dengan Arga seperti mengundang emosinya saja.Arga tidak lagi menjawab, dia hanya sibuk mengalihkan pandangannya dari Dea dan tampaknya tukang kebun itu jauh lebih menarik baginya.“Saya tidak menyukai kamu! Dan mungkin tidak akan pernah. Pernikahan ini hanya karena saya tidak mau mempermalukan keluarga.”Seketika gerakan Dea yang mengusap air matanya menggunakan sapu tangan te
Deandra, duduk termenung di atas kasurnya. Tatapan mata itu masih saja tetap kosong seperti tadi. Dia masih belum percaya apa yang sedang dia hadapi saat ini. Terasa seperti mimpi.Rican pergi bersama wanita lain, dan tiba-tiba keluarganya meminta pernikahan untuk tetap berjalan. Padahal baru kemarin Dea mendapat pesan dari calon suaminya itu agar tidak lupa untuk makan. Tapi kenapa sekarang keluarganya malah mengatakan jika Rican pergi?Dia benar-benar tidak paham akan hal yang sedang terjadi saat ini.Suara ketukan pintu membuat dia tersentak, tapi itu hanya sesaat dan kembali menatap kosong ke arah jendela kamar karena Laras yang masuk ke dalam kamarnya.“De, aku masuk ya.”Gadis itu tidak menjawab, rasanya tidak ada hal yang ingin dia katakan. Rasanya tidak ada kata yang ingin diungkapkan untuk saat ini.Laras tersenyum kecil, dia melangkahkan kakinya untuk mendekati Dea yang masih terus menampilkan ekspresi persis seperti orang yang tidak bernyawa. Ia mendesah panjang, ikut duduk
Deandra berharap kejadian beberapa jam lalu hanyalah sebuah mimpi buruk. Ketika bangun, dia mendapati duduk di sampingnya dan tersenyum.Dia berharap saat bangun nanti, akan menemukan Rican duduk di samping kasur sambil mengusap puncak kepalanya. Meminta maaf seperti biasa dan mengecup keningnya.Tapi ternyata tidak, karena sekarang dia sedang duduk di tengah kasur sambil menatap kosong ke arah jendela kamarnya.Ada Laras yang menemaninya di sana.“De, kau baik-baik saja?”Tidak ada jawaban yang diberikan gadis itu, dia tetap diam dan bungkam. Sibuk dengan pikirannya sendiri yang acak-acakan.Saat yang sama, Arum memasuki kamar dan menatap sedih ke arah putri sulungnya itu. Yang dia tahu, Dea gadis periang dan ceria. Tapi sekarang gadis itu berubah menjadi pemurung.“Dea, ikut Mami keluar sebentar.”Dea tidak menjawab, dia hanya mengangkat kepalanya untuk menatap Arum yang berdiri tidak jauh dari kasur. Dan saat itu juga dia menemui kesedihan mendalam dibalik netra kosong putrinya itu
Deandra Kirana baru saja kembali dari Nige setelah menempuh pendidikan selama 3 tahun terakhir. Sekarang dia pulang tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.Ini menjadi sebuah kejutan untuk mereka dan juga calon suami Dea. Rican yang sangat sempurna untuknya karena, selama 5 tahun terakhir dia adalah pria yang selalu mencintainya tanpa syarat.Dea sangat mencintai pria itu, dan semakin mencintainya ketika beberapa bulan lalu Rican menghampirinya ke Nige dan melamar Dea di tempat romantis. Pada saat itu, dia merasa menjadi perempuan paling bahagia.Dan sekarang adalah bagiannya membuat Rican bahagia.Deandra keluar dari apartemen, menunggu taksi untuk pulang ke rumah orang tuanya, dia yakin mereka pasti akan syok melihat kepulangannya yang mendadak.Sepanjang perjalanan hingga tiba di rumah orang tuanya, Deandra sedang berusaha menghubungi Rican. Namun, tidak satupun panggilan atau pesannya mendapat balasan.“Dia kemana sih?” gumamnya yang terus berusaha. Terakhir kali Rican mengirimkan
Tidak ada yang salah dalam hal mencintai, namun bagaimana jika cinta itu berkhianat? Kepercayaan yang sudah dijalani bertahun-tahun pun harus hancur begitu saja. Banyak rencana yang sudah diangankan, termasuk sebuah pernikahan yang istimewa tapi mimpi itu hilang dan melebur tanpa sisa.Hubungan yang awalnya baik-baik saja, hubungan yang sudah terjalin selama lima tahun, hubungan yang sudah hampir melangkah ke jenjang pernikahan ternyata harus benar-benar berakhir dengan cara yang tidak diduga. Pernikahannya yang hanya menghitung hari akhirnya batal begitu saja, karena tanpa sebab pria itu pergi begitu saja di saat satu bulan menjelang pernikahan mereka.Dia harus mendengar kabar pahit ketika baru saja kembali dari negara Nige hanya untuk memberikan kejutan untuk calon suaminya itu. Namun Dea harus disambut dengan kabar pilu yang membuat hatinya menangis.Tapi ada kejutan-kejutan lain yang menantinya, terlebih tentang siapa yang menjadi pengganti calon suaminya itu. Sungguh, Dea tidak