Beranda / Romansa / Crush Sang Kapten Basket / Cemburu Yang Tak Perlu

Share

Cemburu Yang Tak Perlu

Penulis: Singacala ID
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-28 17:18:15

Pagi itu matahari bersinar cerah. Langit biru membentang tanpa awan, seolah menjadi pertanda baik untuk hari yang baru.

Alina melangkah keluar dari mobil ayahnya dengan semangat membuncah. Ia memilih turun beberapa meter sebelum gerbang sekolah seperti biasa, tak ingin menarik perhatian. Namun langkahnya kali ini lebih ringan, lebih cepat. Ia bahkan bersenandung pelan dalam hati.

Hari ini hari pengumuman nilai ulangan matematika. Mata pelajaran yang paling ditakuti sebagian besar siswa mayoritas, tapi justru salah satu favorit Alina.

Di Dalam Kelas

“Alina Intan Putri, 98. Nilai tertinggi di kelas,” ucap Pak Rulu, guru matematika mereka, sembari menuliskan hasil ulangan di papan tulis.

Alina membeku sejenak. Ia hampir tak percaya mendengar namanya disebut. Seruni yang duduk di sampingnya langsung menepuk pelan bahunya.

“Gila! Kamu jenius ya ternyata!” bisik Seruni dengan suara kagum.

Alina tersenyum malu. “Ah, nggak juga… cuma kebetulan soalnya nyambung sama materi yang aku suka.”

“Humble banget sih,” Seruni mendesah. “Tapi sumpah, kamu bikin aku semangat belajar. Nanti ngajarin aku ya?”

“Boleh banget.” Ucap Alina sambil tersenyum.

Dari barisan bangku sebelah kanan, sepasang mata mengamati dengan tatapan berbeda. Reva, si pemilik geng yang selalu tampil sempurna dengan seragam rapi, rok sedikit lebih pendek dari standar, dan make up tipis di wajahnya, tampak sedang mengunyah permen karet sambil memperhatikan Alina dari ujung mata.

“Baru juga pindahan, udah sok jenius,” gumamnya lirih.

Tiga temannya yang duduk tak jauh darinya, Vani, Della, dan Mitha, saling bertukar pandang. Mereka tahu benar, kalau Reva mulai menunjukkan gelagat "tidak suka", maka biasanya akan ada ‘drama’ dalam waktu dekat.

Waktu Istirahat – Kantin Sekolah

Langit mulai mengeruh, angin bertiup lembut seolah ikut mengiringi langkah-langkah para siswa menuju kantin. Alina dan Seruni berjalan sambil bercakap ringan.

“Kamu mau makan apa, Lin?” Tanya Seruni.

“Aku pengin nasi goreng sih. Tapi kayaknya antri banget ya.” Jawab Alina.

“Ayo cari tempat duduk dulu aja. Nanti aku aja yang antriin,” kata Seruni sigap.

“Seruni, kamu baik banget,” ucap Alina sambil menepuk pelan lengan temannya itu.

Mereka mendapat tempat duduk di pojok kantin, cukup strategis untuk mengamati seluruh ruangan tanpa terlalu terlihat.

Dan di sanalah ia melihatnya.

Kevin.

Duduk dengan tenang di meja ujung, mengenakan jaket sekolah yang disampirkan sembarangan di kursi. Rambutnya sedikit berantakan, tampaknya ia habis latihan ringan sebelum istirahat. Tangannya memainkan botol air mineral, sementara pandangannya lurus ke depan.

Jantung Alina berdebar keras. Tanpa sadar, senyum kecil muncul di wajahnya. Ia tak bisa menjelaskan perasaan itu, tapi melihat Kevin (meskipun dari kejauhan) selalu menimbulkan desir hangat di dadanya.

“Woi,” Seruni kembali dengan nampan berisi dua piring nasi goreng. “Ngapain senyum-senyum sendiri?” Tanya nya.

Alina langsung tersadar dan mengambil salah satu piring. “Nggak… nggak apa-apa kok.”

“Kamu liat Kevin lagi ya?” goda Seruni.

Alina tertawa kecil, “Ketahuan ya hihi...”

“Lin, kamu tuh bener-bener kayak di film-film. Suka diem-diem, ngintip-ngintip. Tapi ekspresinya jujur banget.” Ucap Seruni.

“Ya gimana ya… aku juga bingung. Rasanya aneh. Tapi enak,” Alina menggigit sendoknya.

Namun senyum itu tak bertahan lama.

Dari arah pintu kantin, muncul Reva dengan langkah anggun tapi percaya diri. Ia melangkah menuju meja Kevin tanpa ragu, seperti mengklaim wilayah yang sudah menjadi miliknya.

Ia duduk di seberang Kevin.

“Hey, kamu belum makan?” tanya Reva sambil menyibakkan rambut panjangnya.

Kevin menoleh sebentar, lalu kembali memandangi botolnya. “Nggak, belum lapar.”

“Latihan besok masih lanjut, kan? Jangan lupa kamu janji ngajarin aku teknik lay up yang kemarin,” ujar Reva dengan suara manja.

Kevin hanya mengangguk kecil. Tidak banyak bicara, tapi Reva tampak tetap nyaman berada di sana.

Alina terdiam. Tangannya menggenggam sendok, tapi tak lagi semangat menyuap makanan ke mulutnya.

Seruni melihat perubahan di wajah sahabatnya itu. “Hey, kamu oke?”

Alina menarik napas. “Aku… aku nggak ngerti. Tapi rasanya nggak enak aja lihat mereka duduk bareng.”

Seruni mencondongkan tubuhnya. “Kamu cemburu ya?...”

“Bukan… aku nggak berhak cemburu. Dia bukan siapa-siapa aku kok ehh...”

“Perasaan nggak perlu izin buat muncul, Lin.” Ucap Seruni semakin menyudutkan nya.

Alina menatap kembali ke arah Kevin. Tatapannya tak berubah, begitu dingin. Namun ada ketenangan yang aneh dalam ketidaktertarikan Kevin terhadap Reva. Itu satu-satunya hal yang menenangkan Alina sore itu.

Setelah Pulang Sekolah – Di Kamar

Alina duduk di meja belajarnya, membuka buku latihan matematika. Namun isi kepalanya bukan tentang angka.

Ia membuka jurnal kecilnya, lalu menulis:

Hari ini aku tahu satu hal baru.

Cinta bisa datang diam-diam… tapi cemburu bisa lebih dulu bicara.

Mungkin aku belum siap, tapi hatiku sudah berani melangkah lebih jauh dari logikaku.

Ia menutup buku, menatap langit sore dari jendela kamarnya. Di luar sana, awan mulai berwarna oranye. Matahari perlahan tenggelam.

Dan Alina sadar… cerita barunya di sekolah ini baru saja dimulai.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Crush Sang Kapten Basket   Liburan Ke Puncak

    Setelah makan malam selesai dan meja dirapikan, Kevin berdiri sambil membawa tas ranselnya.“Om, Tante, terima kasih banyak sudah mengizinkan saya makan malam di sini. Maaf merepotkan.” Ia menunduk dengan sopan.Ibunya Alina tersenyum ramah.“Ah, nggak usah sungkan begitu, Vin. Datang lagi aja kapan-kapan, rumah ini selalu terbuka buat kamu.”Kevin mengangguk. “Siap, Tante.”Alina yang berdiri di sampingnya, hanya bisa menatap canggung. Pipinya masih merah, apalagi sejak tadi Kevin terus mendapat pujian dari ayahnya.Kevin lalu menyalami ayah Alina.“Terima kasih juga, Om.”Ayah Alina menggenggam tangan Kevin erat, sambil menatapnya serius.“Vin… saya seneng ada teman yang bisa nemenin Alina. Jaga dia baik-baik ya, kalau lagi di luar.”Kevin sempat terkejut dengan tatapan ayahnya yang hangat tapi tegas. Ia mengangguk mantap.“Siap, Om. Saya akan jaga Alina.”Mendengar itu, Alina hampir tersedak napasnya sendiri.“Yaah! Ayah…” protesnya dengan wajah memerah, tangannya mencubit lengan a

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin Semakin Dekat Dengan Keluarga Alina

    Sore itu motor Kevin berhenti tepat di depan rumah Alina. Suara mesin yang pelan membuat ibunya Alina keluar dari teras, beliau tersenyum ramah begitu melihat siapa yang datang. “Eh, Kevin… pulang bareng lagi sama Alina?” sapa ibu dengan nada hangat. Kevin segera turun dari motor, melepas helm dan sedikit membungkukkan badan. “Iya, Tante. Habis latihan basket, saya ngajak Alina nonton sebentar. Semoga nggak apa-apa ya, Tan.” Alina langsung menyela dengan wajah setengah kesal. “Mama, jangan terlalu percaya. Dia itu sebenarnya ngajak aku ke suatu kantin yang rame banget. Masa disebut nonton?” Ibunya tertawa kecil. “Ya namanya juga anak muda, Lin. Jalan bareng itu udah bikin hati seneng kan?” Alina mendengus sambil masuk ke rumah, meninggalkan Kevin dan ibunya di teras. Kevin berdiri kikuk sejenak, tapi ibunya menepuk bahunya dengan lembut. “Kevin, masuk dulu yuk. Kamu kan pasti capek habis main. Minum dulu di dalam ya.” “Wah, boleh banget Tante. Makasih ya.” Kevin pun

  • Crush Sang Kapten Basket   Menonton Langsung Kevin Bertanding

    Di hari berikutnya pagi itu, udara Jakarta masih terasa segar meski matahari sudah mulai meninggi. Kevin datang ke rumah Alina dengan motor vesmet nya. Ia terlihat berbeda dengan seragam basket biru-putih melekat di tubuhnya, ransel di punggung, dan senyum semangat terpancar.“Lin!” panggil Kevin sambil menyalakan klakson pelan.Alina baru saja selesai sarapan dan masih merapikan rambutnya. Begitu keluar, ia sempat menatap Kevin dari kepala sampai kaki.“Wah… pagi-pagi udah full gear gini. Mau kemana?” tanyanya sambil sedikit mengerutkan dahi.Kevin menepuk ranselnya. “Hari ini ada tanding basket. Kamu ikut yuk? Temenin aku.”Awalnya Alina kaget. “Aku? Serius?”“Ya serius lah. Masa aku mau ngajak siapa lagi,” jawab Kevin, matanya menatap penuh harap.Alina tersenyum kecil, sedikit menahan rasa deg-degan. “Yaudah, tunggu sebentar. Aku ambil jaket dulu.”Tak lama kemudian mereka melaju bersama, Alina di bonceng di belakang Kevin. Jalanan kota masih ramai, tapi perjalanan terasa singkat

  • Crush Sang Kapten Basket   Kevin dan Tentang Masalahnya

    Di hari berikutnya Kevin tak ada kabar, padahal Alina menunggu kedatangan nya kembali. Alina berinisiatif menanyakan kabar nya pagi hari itu.Pagi menjelang siang, udara liburan masih segar. Alina baru saja selesai sarapan ketika ponselnya bergetar di meja.Pesan dari Kevin.“Maaf kemarin nggak datang kerumahmu, aku lagi pusing banget, Lin.”Alina mengerutkan kening. Pusing? Dia ingat, Kevin bukan tipe orang yang gampang mengeluh.Ia mengetik cepat.Alina: “Kenapa? kamu sakit?”Kevin: “Bukan, ini tentang masalah keluarga.”Alina: “Cerita aja Kev. Mungkin aku nggak bisa bantu banyak, tapi aku mau mendengarkanmu.”Butuh beberapa menit sebelum balasan.Kevin: “Pamanku mau jual rumah kami. Rumah ini peninggalan almarhum ayah dan ibu, tentunya aku sama kakakku nggak mau.”Alina seketika tertegun. Tangannya berhenti mengetik di atas layar ponsel. Ia bisa membayangkan betapa hancurnya perasaan Kevin.Tak sampai lima menit kemudian, Alina meneleponnya.“Kev, ini beneran serius?” suara Alina l

  • Crush Sang Kapten Basket   Hari-hari Bersama Kevin

    Malam itu, setelah Kevin pulang, Alina kembali ke kamarnya. Ia merebahkan diri sambil menatap atap kamarnya, membiarkan pikirannya berkelana. Entah kenapa, wajah Kevin yang tadi tersenyum sambil bercanda di jalan pulang masih terbayang jelas. Tapi ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya, mengingat semua luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.Keesokan harinya, suasana rumah Alina tenang. Ayahnya berangkat kerja, ibunya sibuk di dapur, sementara Alina duduk di teras sambil membaca novel. Udara pagi terasa segar, suara burung bercampur dengan aroma wangi kopi yang diseduh ibunya.Tiba-tiba suara motor kembali terdengar di depan pagar.“Aduh… jangan bilang…” gumam Alina sambil melirik.Dan benar saja, Kevin.Bedanya, kali ini dia membawa dua gelas minuman dingin dan sekantong kertas berlogo toko roti terkenal di kota.Kevin melambai,“Pagi, Lin. Aku nggak ngajak jalan kok, cuma mau nitip sarapan.”Alina menatap curiga.“Nitip sarapan? Itu bahasa lain dari ngajak ketemu kan?”Kevin nyengir,

  • Crush Sang Kapten Basket   Momen Indah Bersama Kevin

    Motor Kevin melaju menembus jalanan Jakarta yang sore itu tak terlalu macet. Mereka melewati beberapa jalan kecil hingga akhirnya keluar di sebuah kawasan yang terasa berbeda dari hiruk-pikuk kota. Pepohonan rindang menaungi jalan, udara lebih sejuk, dan di kejauhan mulai terlihat kilauan air yang memantulkan cahaya matahari senja.Begitu mereka sampai, Alina langsung tertegun. Di hadapannya terbentang sebuah waduk luas dengan air yang tenang. Di sekelilingnya, pepohonan hijau berjajar, burung-burung sesekali melintas, dan angin membawa aroma segar yang jarang ia rasakan di tengah padatnya kota.Kevin memarkir motor di dekat jalan setapak menuju tepian waduk.“Wow…” gumam Alina tanpa sadar, matanya berbinar. “Aku nggak nyangka di Jakarta masih ada tempat kayak gini.”Kevin tersenyum kecil, melepas helmnya dan ikut berjalan di samping Alina.“Banyak yang nggak tahu. Aku nemuin tempat ini pas lagi nyari spot buat latihan lari waktu dulu.”Mereka berjalan pelan di tepi air, sesekali omba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status