Share

Bab 4

Author: Paradista
last update Last Updated: 2023-12-28 17:15:38

Jemima segera menoleh kebelakang, dia jadi tidak enak hati.

“Bukan.” Jawabnya tegas.

Dia merasa malu sendiri karena fantasi konyolnya yang terlintas begiru liar di dalam kepalanya.

Saat keluar dari rumah sakit, pria itu pikir wanita aneh itu akan menghentikan taksi untuk transportasi mereka pulang, tapi dia salah karena dia masih harus terus berjalan mengikuti wanita tersebut..

“Mau kemana kita?” tanya pria itu lagi, tampaknya dia mulai sangat penasaran.

Jemima menunjuk sesuatu yang masih cukup jauh di depan sana.

“Halte bus?”

Jemima mengangguk dengan wajah datar, “ayo hitung-hitung kita berolahraga.” Katanya.

“Tunggu dulu? Ada apa dengan dia, bukannya pekerjaan gelandangan itu berpindah-pindah dan berjalan kaki tanpa akhir?” tanya Jemima, lirih karena tak bermaksud sarkas. Dan tentu saja pertanyaannya itu tak mungkin terdengar oleh pria itu karena dia berbicara sendirian.

Akhirnya mereka tiba di halte bus, pria itu mengikuti Jemima dan duduk di kursi yang tersedia, siang bolong di musim dingin begini tak ada satu orang pun penumpang yang menunggu bis manapun, kecuali para pengangguran.

Bus berwarna biru bertuliskan ‘jalan Springbrook’ itu pun berhenti di depan mereka, Jemima berdiri lalu menaiki kendaraan itu, diikuti pria di belakangnya. Mereka berdua duduk satu jajar, pria yang jarang bicara itu pun memilih menutupi kepalanya untuk kembali berpura-pura tidur.

Begitupun dengan Jemima, pikirannya saat ini sedang semrawut, hidupnya saja sudah kacau dan kini dia malah membawa pria asing pulang ke rumahnya. Tapi selagi dia berpikir negatif, gadis itu kembali sadar diri, kalau saja bukan karena gelandangan ini… mungkin dia sudah diculik dan dilecehkan oleh Ian bersama kedua temannya.

“Hey, ayo turun!” Ajak Jemima berseru sambil sedikit menarik pakaian pria penolongnya.

Pria yang memang berpura-pura tidur itu pun segera bangun, “sudah sampai?” tanyanya sambil celingak clinguk.

“Hump!” jawab Jemima terdengar malas.

Pria itu tampak mengikuti saja kemana arah gadis itu membawanya, lagipula saat ini dia tak memiliki uang sepeserpun jika melanjutkan rencananya.

Dari halte bus tempat keduanya berhenti, mereka masih harus berjalan melewati gang untuk menuju ke rumah si gadis, entah kenapa pria itu sangat penasaran tentang semiskin apa gadis yang sudah ditolongnya ini.

“Masih jauhkah?” tanya pria itu datar, berusaha memecah keheningan.

“Tidak, satu gang lagi.” Jawab Jemima sambil menunjuk ke arah yang dituju.

Beberapa lama kemudian mereka tiba di sebuah rumah susun, mereka masih harus berjalan menaiki banyak sekali anak tangga karena ternyata tempat tinggal gadis itu berada di lantai paling atas.

“Rumah yang sepi, lalu kenapa juga susah payah dengan tinggal di balkon atas?” tanya pria itu lirih, maksud hati berbicara dan bertanya pada dirinya sendiri.

“Hanya yang paling atas yang paling murah.” Jawab Jemima yang tak sengaja mendengarnya.

Pria itu terlihat terkejut dengan jawaban Jemima.

Jemima melirik sejenak sambil tersenyum lembut, “untuk orang yang nyaman tinggal dijalanan seperti kamu, sepertinya kurang wawasan tentang betapa mahalnya sewa rumah di kota besar ini.” ungkapnya setengah mencibir.

Pria itu pura-pura mengangguk saja, lagipula rasanya tidak sopan dan bisa-bisa diusir kalau dia terus-terusan berkomentar seperti tadi.

“Sudah sampai, ayo silahkan masuk.” Ajak Jemima sambil menjulurkan tangannya, mempersilahkan tamunya masuk lebih dulu.

Pria itu melangkahkan kakinya sambil melihat kesana kemari, dia sangat terkejut begitu sudah berada di dalam ruangan itu.

Apa ini tempat tinggal atau sarang burung? Batin pria itu sambil memandang sekeliling.

“Duduklah, aku akan membuatkanmu minuman.” Kata Jemima.

Pria itu membalas dengan anggukan bingung, dalam satu ruangan itu ada satu sofa panjang yang terdapat meja di depannya, lalu di belakang sofa itu ada dapur kecil yang hanya disekat oleh meja makan kecil dengan model memanjang, sepertinya itu meja makan minimalis. Lalu di depan sofa juga dapur itu ada sebuah ranjang khas ranjang seorang gadis yang bertingkah bak seorang putri dengan tempat tidur berwarna pink pastel yang dilengkapi kelambu berwarna senada, kasur dan bantalnya tampak sangat empuk, terlihat akan sangat nyaman bila tidur di atasnya.

Ruangan yang cukup menarik, batin pria itu sambil manggut-manggut.

Melihat tingkah tamunya itu, Jemima hanya sesekali tersenyum.

“Bukankah tempatku sangat nyaman?” tanya Jemima dari belakang.

Nyaman? Apanya yang nyaman? Ruangan ini benar-benar tak layak dihuni manusia. Batin pria itu dengan kepala mengangguk, tingkahnya berbanding terbalik dengan ungkapan yang ada di dalam hatinya.

“Hump, silakan diminum.” Kata Jemima menyodorkan minuman jeruk yang baru saja dibuatnya.

Pria itu kembali mengangguk sambil sesekali terlihat meraba-raba sofa yang didudukinya.

“Nah, apa kubilang… nyaman ‘kan? Daripada harus tinggal dijalanan?” tanya Jemima lagi.

Aduh… susah menanggapi orang yang terlalu percaya diri begini. Batin pria itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, ekspresi itu dibalas senyuman oleh Jemima yang menurut pikirannya jika pria itu sangat kagum dengan rumah tempat tinggalnya tersebut.

“Ayo diminum, biar sehat. Ingat, tubuh kamu itu butuh nutrisi.” Kata Jemima lagi, keningnya berkerut dan matanya melihat ke arah minuman di depannya.

Pria itu membalas dengan anggukan dan senyuman hambar, entah senyuman apa itu baginya tapi bagi Jemima masih diartikan senyuman kagum yang ditujukan untuknya.

Ck! Pria yang sisa hidupnya dihabiskan di pinggir jalan, mana paham yang namanya kenyamanan. Batin Jemima sambil berdiri dari duduknya.

“Oh iya, nanti sore aku harus pergi kerja. Kamu boleh tidur, istirahat di rumah ini sampai kamu sembuh.” Kata Jemima.

“Kerja? Bukankah kamu terluka?” tanya pria itu tampak terkejut.

Jemima mengibaskan telapak tangannya, “belum melukai usus. Ini hanya luka ringan,” balasnya.

Pria itu tak bisa berkata-kata saat mendengar jawaban gadis itu, sepertinya gadis ini sangat pekerja keras dan tak mudah terpuruk. Padahal semalam dia sudah melewati tragedi yang membahayakan hidupnya, dia jadi malu sendiri karena sebagai pria pikirannya ternyata terlalu dangkal juga lemah.

“Oh iya, apa kamu sudah lapar? Aku mau buatkan makan siang dulu, kamu bisa makan apa aja ‘kan?” lanjutnya bertanya.

Tentu tidak. Batin pria itu, tapi dia tak berani langsung menjawab dengan kalimat tak tepat itu.

“Bagaimana dengan ini?” tanya Jemima sambil menggoyang-goyangkan sesuatu, terdengar seperti makanan yang dibungkus.

Pria itu menoleh, apa itu? batinnya lagi saat melihat dua bungkusan di tangan Jemima.

“Bagaimana? Kamu suka yang pedas?” tanyanya lagi disertai kelingan mata dan ekspresi imut, seakan bungkusan itu sangat enak dan berharga.

“Musim dingin begini… paling enak makan yang pedas.” Katanya sambil menuangkan air ke dalam wadah alumunium dan meletakkannya di atas kompor yang baru saja dinyalakannya.

Cih! dia yang bertanya, dia juga yang menjawab. Batin pria itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 118

    Untung saja ada William yang tiba-tiba saja mau bersekutu dengannya, dia yakin kalau Dante dan Jemima akan segera berpisah. Lalu, apakah rencana keduanya akan berhasil? Beberapa minggu berlalu, pasangan Julian dan Jemima tampak semakin romantis. Keduanya sedang dimabuk cinta, dan Julian berpikir jika saatnya dia akan berencana jujur tentang identitasnya pada Jemima. Malam itu Julian berencana makan malam bersama di restoran hotel tempat mereka tinggal selama ini, dia akan membuat Jemima tak bisa melupakan makan malam romantis tersebut. Julian juga berharap kali ini istrinya itu mau mendengarkan penjelasannya tanpa berpikir salah paham, apalagi masih menertawakannya. Siang harinya sebelum rencana makan malam bersama, dia pergi ke butik bersama Victor. Sahabatnya itu sengaja dipaksa agar mau pergi dengannya, meskipun dia tahu sedang rapat penting. “Dante, mereka datang jauh dari luar negeri. Rasanya…”

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 117

    William mengangguk tegas, “Tentu saja, apa kau mau membantuku?” tantang William. Sepertinya kesempatan ini tak mau dia abaikan begitu saja, balas dendam pada Dante adalah tujuan hidupnya saat ini. Tapi, apakah Sarah mau membantunya?William masih menunggu jawaban dari wanita yang kini duduk di depannya itu, dan baru saja berkenalan secara akrab di hari itu juga.“Tunggu, sebelum aku menjawabnya… lalu status mereka berdua apa sekarang?” tanya Sarah, penasaran.“Suami istri, tapi sepertinya pernikahan mereka hanya pura-pura dan bisa jadi hanya pernikahan kontrak.”“Apa?! Pernikahan kontrak?” tanya Sarah, hampir saja kedua matanya keluar dari rongganya.William mencoba menahan tawa saat melihat ekspresi kaget yang diperlihatkan Sarah padanya, dia menjaga imej agar tetap terlihat tenang, berwibawa dan dewasa.“Kamu yakin mau merebutnya kembali?” tanya Sarah, dan William menjawab dengan anggukan.

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 116

    Pria itu menyelesaikan dulu transaksinya, sementara Sarah yang tak terima menahan malu segera pergi dari butik itu sampai-sampai pria yang menolongnya harus mengejarnya.“Sarah Anthony?!”“Tunggu!”Sarah menghentikan langkah kakinya, pria yang membayar belanjaannya tadi ternyata mengenal hingga tahu namanya.“I-i-ini barangmu,” kata pria itu dengan nafas sedikit ngos-ngosan.Sarah tampak tak bergeming, dia masih menatap bingung ke arah pria itu.“Ah, ya. Kenalin namaku William Maxim,” sambungnya sambil mengulurkan tangan dengan terlebih dahulu menyimpan barang-barang milik Sarah.Sarah, yang awalnya bingung dan tak mengenali William, terkejut ketika mengetahui identitas pria itu. William, putra keluarga Maxim, adalah sosok yang berpengaruh dan memiliki koneksi luas. Sarah, yang haus balas dendam, melihat peluang dalam pertemuan ini.“Ah, putra keluarga Maxim? Senang bertem

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 115

    Mobil yang Egan kendarai akhirnya tiba di sebuah klinik praktek dokter pribadi.“Bukannya kita mau ke rumah sakit?” tanya Julian.Egan terbatuk-batuk, dia ingin bicara tapi tidak berani.“Kenapa? Kau sakit juga?” tanya Julian lagi.Egan memandang ke arah Julian, tatapannya seakan menghakimi.“Apa?” tanya Julian malah menantang.“Aduh__” dia mengaduh karena pinggangnya disikut Jemima.“Sakit tau!”Jemima membalas dengan kedua mata yang melebar, nyalinya mendadak ciut sampai-sampai Egan harus menahan tawa karena melihat ekspresi Julian yang lucu. Dia seperti kebanyakan pria lainnya jika sudah ada pawangnya, tak terlintas jika dia adalah seorang Dante Vascos yang terkenal seperti Singa.“Tuan Julian, ayo turun,” ajak Egan dengan gigi gemerutuk menahan kesal. Kesal karena Julian lupa dirinya siapa.“Ayo nona Jemima, kita periksa di dokter Cross.” Jemima mengangguk, lalu turun dan menuruti apa kata Egan. Lagipula dia merasa tidak enak kalau harus merepotkan dan mengambil banyak waktu Egan

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 114

    “Aw, kenapa?!” seru Julian karena tiba-tiba saja pinggangnya terasa sakit karena dicubit.“Jangan tidak sopan begitu,” jawab Jemima. "Tuan Victor, nona Sarah. Panggil mereka dengan sopan," sambung Jemima.“Owh,” balas Julian sambil mengangguk-angguk.“Eh tunggu,” sambungnya sambil menatap aneh ke arah Jemima.Jemima membalas dengan isyarat kedua mata.“Ya, maksudku wanita itu sudah mempermalukanmu. Untuk apa kita bersikap sopan, apa kau sudah tidak punya harga diri?” tanya Julian, membuat kedua mata Jemima melebar.Jemima menghela napas. “Julian, ini bukan tentang harga diri. Ini tentang sopan santun. Kita tidak bisa bersikap kasar kepada orang lain, bahkan jika mereka bersikap buruk kepada kita.”“Tapi dia sudah bersikap kasar!” protes Julian. “Dia bahkan mengejekmu!”“Aku tahu,” jawab Jemima dengan tenang.“Dia juga menjambak dan membenturkan kepalamu,” tambah Julian lagi.“Ya, aku tahu. Tapi itu bukan alasan untuk membalasnya dengan kasar. Kita harus menunjukkan bahwa kita lebih b

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 113

    Jemima terus berusaha melepaskan diri, tapi cengkeraman Sarah kuat. Dia merasakan darah mengalir di pelipisnya. "Kau ingin melihatku menghancurkan gadis ini?!" Sarah menatap orang-orang di sekitarnya dengan mata menyala. "Sarah, hentikan!" Beberapa orang mulai kembali berteriak, "Kau harus berhenti!" "Tidak, aku tidak akan berhenti sampai dia meminta maaf!" Jemima terus berjuang. "Lepaskan!" Jemima memohon, "Lepaskan rambutku!" "Kau harus diajari!" Sarah berteriak, matanya menatap tajam ke arah Jemima. Tiba-tiba, seorang pria berbadan tegap dengan muncul dan menarik Sarah dari Jemima. Sarah berusaha melawan, namun pria itu terlalu kuat. "Kau tidak boleh melakukan ini," kata pria itu, suaranya tegas. "Pergi, dan urusan kita belum selesa. Ingat itu!”

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 112

    Jemima semakin bingung. "Saya tidak pernah merusak gaun Anda! Saya bahkan tidak tahu apa yang Anda bicarakan!" “Kejadian semalam adalah murni kecelakaan,” ungkap Jemima. Berusaha membela diri. Sarah mencibir, "Jangan berpura-pura! Aku tahu kau yang melakukannya! Dan aku tidak akan berhenti sebelum kau mengganti gaunku!" Jemima terdiam, jantungnya berdebar kencang. Dia bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Kejadian semalam seharusnya sudah selesai, hanya antara Sarah, keluarga tunangannya, dan Victor. Tapi Sarah bersikeras bahwa Jemima bersalah. Apa yang harus dilakukan Jemima? Saat Jemima larut dalam lamunan, Sarah tiba-tiba merebut tas miliknya dan menghamburkan isinya ke lantai. Jemima berteriak marah, kesabarannya sudah habis. "Apa anda gila?!" teriaknya. "Kembalikan tasku!" Sarah tertawa sinis sambil merebut kembali tas itu. Suasana semakin ramai, orang-orang mengerumuni mereka, dan seseor

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 111

    Setiap sudut ruangan kamar hotel itu menjadi saksi bisu betapa menggeloranya hasrat sepasang suami istri itu. Bahkan ketika mereka berdua keluar dari kamar mandi, keduanya masih bertingkah manis dengan saling mengeringkan tubuh, mengeringkan rambut, hingga memakaikan pakaian untuk mereka kenakan hari itu. Kedua sejoli itu berdiri berhadap-hadapan. “Sayang, aku akan ke atas untuk menemui Victor,” kata Julian sambil merapikan poni Jemima. Wajah Jemima tampak cemas. Julian bisa menebak isi kepalanya, wanita itu pasti mencemaskan kejadian semalam. Julian meraih tubuh Jemima, lalu memeluknya penuh kasih sambil mengelus-elus rambutnya. "Kau yakin tidak apa-apa, Julian? Aku khawatir Victor akan..." Jemima terdiam, kalimatnya terhenti sebelum selesai. "Khawatir apa, sayang?" tanya Julian, matanya menatap dalam ke mata Jemima. Jemima menggeleng, "Tidak, tidak apa-apa. Cepatlah, aku akan menunggumu di sini." Julian tersenyum, mencium kening Jemima, lalu beranjak pergi. Jemima menatap pu

  • DIKIRA GELANDANGAN TERNYATA PEWARIS TUNGGAL   Bab 110

    Jemima terdiam, matanya masih berkaca-kaca. Lagipula apa kata Julian memanglah benar, dalam kesusahan mereka, sempat-sempatnya dia memikirkan seorang anak?Jemima mengusap air matanya, "Aku bahagia, Julian."Keduanya terdiam sejenak, menikmati kehangatan tubuh dan jiwa mereka yang saling bersatu. Malam itu, di tengah keheningan kamar yang kedap suara, cinta mereka bersemi dengan indah, tetapi di balik keindahan itu, tersembunyi sebuah rahasia yang mungkin akan mengubah hidup mereka selamanya. ***Keesokan harinya Julian mendapati Jemima sudah tidak ada di sampingnya, dia melihat sekeliling kamar itu, sayup-sayup terdengar percikan air di kamar mandi. Aroma sabun dan tubuh Jemima tercium samar, mengundang hasratnya.Julian segera bangun, dan berjalan menuju kamar mandi. Saat pintu dibuka, terlihat Jemima sedang mandi di dalam sana, dari luar kaca terlihat samar-samar tubuh polos yang sedang berdiri sambil bermain dengan shower air di atasnya. Rambutnya yang basah menempel di pipi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status