Share

Bab 2 - The Little Girl Born From Space Capsule: Part Two.

Rima tidak bisa memberikan banyak respon karena pakaian yang dia gunakan sangat tidak cocok dikenakan di musim salju. Dengan cepat, dia berlari menuju ke ruang utama, dia duduk di depan sofa dan mengulurkan tangannya ke depan menghadap perapian yang hangat. Sementara Rima menikmati kehangatan di depan perapian, aku menuju ke dapur dan menyiapkan dua cangkir cokelat panas. Setelah itu, aku duduk di sebelah Rima, menyodorkan cangkir kepadanya.

Rima tersenyum, mengucapkan terima kasih, "Umm. Terima kasih kak. Maaf merepotkan."

Aku hanya tertawa kecil, lalu mengacak rambut Rima sembari berkata, "Memangnya sejak kapan dirimu tidak pernah merepotkanku?"

Rima menjulurkan lidahnya dengan imut, lalu dia menikmati secangkir cokelat panas dengan penuh kesenangan. Suasana hangat dari perapian, aroma cokelat yang menggoda, dan kebersamaan kami di dalam apartemen membuatku merasa nyaman.

Ya, ini seperti aku sedang berada di rumah sendiri di distrik Shinjuku. Meskipun aku baru beberapa hari berada di Ueno, rasa rindu dengan rumahku disana tidak akan pernah hilang.

"Ah, kak. Apa di daftar telepon mu ada nomor telepon Stasiusn Ueno? Bisa tanyakan nasib barang-barangku untuk adikmu yang imut ini?" kata Rima sembari tersenyum. Rima memang tidak pernah melupakan kebiasaannya selalu membuatku repot dimanapun kami berada.

Dengan enggan, aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan menuju ke ruang tamu dimana telepon berada. Di samping telepon, terdapat sebuah buku besar dengan halaman yang cukup telepon. Semua rumah diharuskan untuk memiliki buku yang berisi nomor-nomor penting dan darurat untuk kepentingan di masa akan datang. Aku membuka buku telepon dan mulai menyusuri daftar halaman untuk menemukan daftar telepon stasiun yang ada di distrik Ueno.

"Ah ini dia" , gumamku sembari mulai menekan nomor telepon stasiun tersebut. Tidak lama kemudian teleponku tersambung langsung ke stasiun.

"Selamat malam, Stasiun Ueno disini. Adakah yang bisa kami bantu?" sambut seorang petugas dari stasiun kereta api tersebut. Aku pun kemudian menyampaikan apa yang ingin ku tanyakan kepada petugas tersebut terkait barang-barang Rima yang tertinggal di dalam salah satu gerbong tersebut.

Setelah memberitahukan alasanku, petugas itu memohon untuk menunggu dalam beberapa menit untuk memastikan apakah memang ada barang yang tertinggal di hari ini.

Rima berjalan menghampiriku, dia terlihat cemas apakah barang-barangnya dapat dikembalikan kepadanya atau tidak. Aku tidak tahu, alasan apa Rima datang ke Uenom namun untuk saat ini. Aku harus memberikan prioritas dalam hal lain. 

Tentu saja, itu adalah pakaian seorang gadis remaja seperti Rima!

Aku tidak bisa membiarkan dia mengenakan pakaianku, terlebih aku sama sekali tidak memiliki pakaian seorang perempuan di dalam apartemenku.

Tidak lama kemudian terdengar balasan dari petugas stasiun kereta api, "Ah memang benar ada barang yang tertinggal disini. Untuk memastikan kepemilikan barang, bisa sebutkan secara garis besar saja barang-barangnya?"

Rima kemudian merebut gagang telepon dariku, dia berkata "Aku pemilik barang itu. Namaku Rima Uehara. Nomor karcisku #12456, gerbong khusus wanita. Dan barang-barang ku adalah...."

Aku meninggalkan Rima sendirian berbicara dengan petugas stasiun keretea api melalui sambungan telepon karena merasa aku sudah tidak dibutuhkan lagi disana. 

Dengan tenang, aku duduk di sofa dan melanjutkan menikmati cokelat panasku. 

"Salah satu masalah sudah selesai... tinggal masalah tempat tidur untuk Rima" pikirku dengan bingung. Sejak awal, aku memutuskan untuk tinggal di dalam apartemen ini sendirian, tapi kedatangan tiba-tiba Rima ke rumah ini sangat mendadak sekali.

Apartemen yang ku sewa saat ini memang di rancang khusus untuk dihuni maksimal tiga orang. Didalam terdapat dua kamar dan sebuah kamar mandi yang lumayan luas. Untuk barang-barang pribadi dan perabotan tentu saja aku bawa dari rumah kami disana.

Ketika aku menanyakan perihal soal tempat tidur, dengan santai Rima menjawab "Tentu saja, kakak tidur di sofa bukan?"

Ya, itu memang jawaban yang sangat terdengar masuk akal bagiku. 

Setelah memastikan barang-barang Rima bisa diambil besok pagi, Rima segera pergi menuju ke kamarku. Aku menghela napas panjang dan segera berbaring di sofa untuk malam ini saja. Karena besok, kami harus pergi membeli tempat tidur baru untuk Rima. Beruntung tabunganku masih lumayan banyak, tapi tentu saja itu tidak akan cukup sampai beberapa bulan ke depan. Aku harus mendapatkan pekerjaan sampingan sembari tetap kuliah disini.

Begitu aku memejamkan mataku, aku segera mengingat sesuatu yang sangat penting. Dengan panik, aku segera berlari menuju ke kamarku. Disana aku melihat Rima sedang duduk di atas kasurku dengan wajah memerah dia membaca sebuah majalah terlarang yang hanya kaum lelaki yang berhak membacanya.

Mata Rima terbuka lebar mengamati setiap model idol gravure yang hanya mengenakan pakaian renang yang cukup menggoda mata lelaki manapun. Aku berjalan dengan pucat pasih, merebut majalah yang dibaca oleh Rima, membereskan semua majalah gravure di atas kasurku dan berlalu pergi tanpa mengatakan apapun.

Sebelum aku menutup pintu, Rima menarik tanganku. Rima terlihat terdiam sejenak, lalu dia berkata denga mata berkaca-kaca "Kak, aku sebagai adikmu turut mendoakan supaya kakak tidak berbuat kriminal diluar sana. Temukan pacar sesegera mungkin!!!"

"Mana mungkin." jawabku dengan cepat. Setelah menyembunyikan kembali semua harta karun berhargaku di suatu sudut tersembunyi dalam apartemen ini, aku kembali tidur dengan tenang di sofaku yang hangat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status