Home / Romansa / Dalam Penjara Bos Mafia / Bab 3. Dipermalukan

Share

Bab 3. Dipermalukan

Author: Melvii_SN
last update Huling Na-update: 2025-01-24 11:51:16

Ragu-ragu Tiffany melangkah maju, mendekati Damien yang berhenti di ambang pintu. Lelaki itu memandang lurus ke depan, sedikitpun tidak tertarik untuk menoleh lawan bicaranya. 

"Jawab," minta Tiffany. 

Menarik napas dalam, Damien pun menjawab tanpa menoleh, suaranya datar, "Ya. Aku memang pembunuh. Dan akan kulakukan hal yang sama padamu, jika kau masih berani mencegahku. Tetaplah di sini, dan tunggu aku kembali." 

Tanpa menunggu persetujuan, Damien langsung melanjutkan langkahnya. Sedang Tiffany masih terpaku, menggelengkan kepala. Berharap tadi salah dengar, tapi jawaban Damien malah semakin terngiang. 

BOOM! 

Pupil matanya melebar saat mendengar suara ledakan, bergegas dia berlari ke jendela besar. Dari situ, Tiffany dapat menyaksikan bagaimana pelataran mewah mansion kini menjadi medan perang. Mayat-mayat bersimbah darah, bergelimpangan. Suara tembakan bersahut-sahutan, diikuti jeritan kencang membuat napasnya tercekat. 

Menggigit ujung jarinya, Tiffany berusaha menenangkan diri. Matanya mencari-cari keberadaan Damien, setelah melihat pria itu berada di tengah kerumunan, barulah dia dapat bernapas lega. Namun, tak berlangsung lama sebab kini tuannya dikelilingi banyak musuh. 

"Dunia macam apa ini, Tuhan?" lirihnya menatap cemas, rasa takut mencekeram hati sampai ke ubun-ubun. 

Untuk beberapa menit, Tiffany merasa dejavu. Karena sebelumnya, tepat dua belas tahun lalu, dia pernah menyaksikan kejadian serupa, yang melenyapkan seluruh nyawa keluarganya. 

"Ayah ... ibu ... sepertinya aku ditakdirkan menyusul kalian lebih cepat," gumamnya disela rasa takut dan trauma yang menyiksa. 

____________

Di sisi lain, Damien dan anak buah Bloodstone saling berhadapan, bergerak penuh kewaspadaan. Tembakan demi tembakan dilepaskan ke arah lawan, melesat bak kilatan cahaya. Bersamaan dengan itu, anak buah masing-masing mulai berjatuhan. Pelataran mengkilat yang semula berwarna hitam, kini menjadi hamparan darah. 

Mengabaikan mereka yang sudah gugur, Damien dan beberapa sisa anak buah Bloodstone terus melanjutkan pertarungan, untuk menentukan siapa yang akan bertahan. 

"Tuan, hati-hati!" pekik Dorio, namun terlambat dan ....

DOR! 

"Ahk!!" 

Peluru melesat begitu cepat mengenai bahu kiri Damien. Pria itu terhuyung, untungnya masih dapat menjaga keseimbangan. Ibarat luka kecil, rasa sakitnya hanya sesaat, tetapi amarahnya membara jauh lebih kuat. Bibirnya menyeringai licik, menatap tajam musuh yang berdiri sejajar dengannya. 

"Dasar tikus kecil!" sinis Damien menodongkan pistol lurus ke depan, dengan cepat menekan pelatuk hingga terdengar suara tembakan. 

Dalam sekejap musuh yang melukainya tadi terkapar bersimbah darah. Damien hendak melangkah, namun tanpa sepengetahuannya anak buah Bloodstone menyelinap ke belakang, dan melayangkan tendangan keras ke betis membuatnya langsung tersungkur. Pistol yang berdering terlepas dari genggaman, meluncur di bawah kaki musuh. 

Dalam sekejap pistol diambil dan moncong senjata diarahkan ke pemiliknya. Mata musuh berkilat penuh kemenangan, sementara Damien tampak datar saja, meskipun pistol itu berada tepat di depan wajahnya. 

"Menyerahlah, Damien. Kau sudah kalah!" ucap anak buah Bloodstone penuh ledekan. 

Damien tersenyum miring, "Kau yakin?" 

"Jika kau ingin selamat, lebih baik hentikan kebiasaan buruk mu itu, Damien ... atau aku akan menekan pelatuk ini, lalu menggantung jasadmu di tugu kota agar semua orang tahu, betapa kejamnya dirimu!" 

"Lucu sekali memang ketika seorang penuduh, memiliki dosa lebih besar daripada yang dituduh." 

"Kau!" Geram musuh, ia pun menempelkan moncong pistol ke dahi Damien. Lingkar matanya memerah, bibir komat-kamit tidak karuan.

"Kenapa? Apa aku berkata benar?"

"Huhh—"

"Hentikaaan!" 

Suara pekikan menggema, membuat seluruh atensi tertuju ke belakang. Tidak lain ialah Tiffany yang berlari kencang ke arah Damien. Begitu sampai dia langsung menepis pistol, merentangkan kedua tangan berlagak melindungi Damien. 

"Sudah cukup! Hentikan semua ini!" ulangnya lebih tegas, dengan nada tinggi. 

Perintahnya itu sontak saja membuat anak buah Bloodstone tersenyum sinis. Menelengkan kepala ke arah kanan, mengintip Damien yang berlindung di belakang Tiffany. 

"Ck, ck, ck ... hei, sejak kapan kau menjadikan wanita tempat berlindung? Apa kekuatanmu sudah mulai luntur?" Ledekannya terlontar penuh hinaan, "Damien, Damien. Tidak ku sangka hari ini kau sangat memalukan." 

"Kumohon ...." Tiffany kembali bersuara, dia yang semula berdiri tiba-tiba berlutut di lantai, sambil menyatukan jari-jari, "Kumohon jangan lakukan itu, jangan tembak dia. Hentikan semuanya." 

Melihat pemandangan itu, kian tertawalah anak buah Bloodstone, tawa yang kasar dan penuh ejekan. 

"Cih, lihat ini! Wanita pemberani tadi sekarang menangis seperti anak kecil," sinisnya sambil memutar-mutar pistol, tatapannya bergeser ke arah Damien, "Lihat, Damien. Seharusnya kau belajar dari jalang kecilmu ini, dia tahu cara merendahkan diri di hadapanku." 

Anak buah itu berjongkok, mengangkat dagu Tiffany memakai moncong pistol, bibirnya menyeringai, "Kau tau, kelemahan ku memang ada pada wanita. Tidak seperti Tuanmu ... ibu hamil pun dia lenyapkan," bisiknya melirik Damien penuh sindiran. "Kali ini kau bebas, Damien."

Rentangan tangan Tiffany perlahan turun, dia menarik napas dalam, meredakan ketegangan yang menyiksa. Tetapi tak berlangsung lama, karena Damien bersuara yang membuat sekujur tubuhnya merinding. 

"Kau sudah melakukan kesalahan besar dengan keluar tanpa seizinku. Jadi kau harus menanggung akibatnya." 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 58

    Malam ketiga tanpa Tiffany.Damien terduduk di sofa ruang kerjanya, menatap kosong segelas bourbon yang belum sempat ia sentuh. Matanya sayu, ada lingkaran hitam samar yang mulai terbentuk di bawahnya. Kemeja hitam yang biasanya rapi kini kusut, beberapa kancingnya terbuka, memperlihatkan lehernya yang tegang karena kurang tidur.Rico, yang berdiri di sudut ruangan, menghela napas pelan. Sudah tiga hari ini bosnya berubah. Tidak ada umpatan, tidak ada perintah keras, bahkan tidak ada baku hantam dengan siapa pun. Hanya tatapan kosong dan sikap melankolis yang bikin bulu kuduknya merinding.“Bos,” panggil Rico hati-hati.Damien tidak menoleh. Rico mendekat, menunggu respon yang tak kunjung datang. Ia pun memberanikan diri duduk di hadapan bosnya, menatapnya seakan sedang menghadapi pasien patah hati. “Tuan, maaf sebelumnya … tapi Anda ini Damien Rael, bos mafia paling ditakuti seantero Italia. Masa akhir-akhir ini galau karena ditinggal a

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 57

    Damien masih menatap Rico dengan tajam, sorot matanya menuntut jawaban lebih dari sekadar omong kosong. Nafasnya memburu, pikirannya penuh tanda tanya yang kian menyesakkan dada. "Cepat ceritakan atau kepalamu akan kupenggal?!" Glek! Susah payah Rico menelan ludah sebelum akhirnya mulai berbicara, suaranya berat dan tegang."Sebenarnya, saat tuan menyuruhku mengamankan Tiffany, aku langsung berlari ke kamarnya. Aku tahu dia masih di sana, jadi aku tidak membuang waktu. Tapi..." Rico menghentikan ucapannya sesaat, ekspresinya semakin serius. "Saat aku hampir sampai, aku melihat Jasper keluar dari kamar itu lebih dulu."Damien menyipitkan mata, dahinya mengernyit. "Jasper?"Rico mengangguk cepat. "Ya. Dia berjalan keluar dengan ekspresi tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Aku langsung curiga, tapi aku juga tak bisa langsung menahannya. Jadi aku mempercepat langkah, masuk ke kamar..."Napas Rico sedikit tercekat saat m

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 56

    "Tapi apa? Cepat jawab! Jangan bertele-tele!" tegas Lucian marah, namun segera menurunkan nada bicara agar tak kedengaran Damien. Jasper mengangkat kepalanya, menatap Lucian dengan wajah tanpa ekspresi. "Aku tidak menemukannya, Tuan." Seketika atmosfer di halaman mansion berubah. Semua orang saling berpandangan, mencoba mencari kepastian dari wajah satu sama lain. Anak buah Lucian mulai gelisah, beberapa menggenggam senjata lebih erat, sementara anak buah Damien tetap dalam posisi siaga, meski kebingungan mulai merayap di benak mereka.Damien menajamkan pandangannya, napasnya tertahan di tenggorokan karena pembicaraan Bloodstone tidak terdengar. Matanya beralih ke arah Rico, berharap mendapatkan jawaban dari tangan kanannya itu. Namun, Rico hanya menggeleng perlahan, ekspresinya tetap tegas tanpa keraguan."Lelucon macam apa ini?" Lucian akhirnya angkat bicara, suaranya terdengar berbahaya, seperti bara api yang siap membakar habis apa pun di ha

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 55

    Angin segar berembus dingin, tetapi terasa menyesakkan, bercampur dengan hawa kematian yang menggantung di udara. Damien berdiri tegak di depan mansionnya, berhadapan langsung dengan Lucian Amato yang kini menatapnya dengan mata berkilat penuh kebencian. Di sampingnya, ada Jasper yang berdiri sambil menyeringai licik menunggu perintah.Belum sempat mereka buka suara, tiba-tiba Dor!Suara tembakan pertama meledak, memecah kesunyian.Peluru menembus udara, nyaris menghantam kaki Damien. Refleksnya bekerja cepat. Dengan gerakan sigap, ia melompat mundur dan berlindung di balik salah satu pilar besar di depan mansionnya. Jantungnya berdegup kencang, bukan karena takut, tetapi karena amarahnya yang mulai mendidih."Manusia gila!" umpat Damien..Melalui celah perlindungan, Damien melirik sekilas ke arah lawannya. Alih-alih mundur atau gentar dengan ancamannya tadi, Lucian justru berdiri gagah, seolah mengejeknya. Lalu, denga

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 54

    Angin pagi berembus kencang saat Damien melangkah keluar dari mansion. Begitu pintu besar terbuka, pemandangan di depannya segera memenuhi pandangan, halaman luasnya kini dipenuhi oleh ratusan orang bersenjata, berdiri tegap dalam formasi yang mengancam.Di garis depan, berdiri dua sosok yang tak asing.Lucian Amato, pria bertubuh tegap dengan mata gelap yang kini menyala oleh amarah. Di sampingnya, Jasper, tangan kanannya yang setia, memegang pistol dengan santai, namun ancaman jelas terasa di udara.Damien tidak menunjukkan ketakutan sedikit pun. Ia tetap berdiri tegak di depan pintu mansionnya, mengenakan setelan hitamnya yang sempurna, tangan dimasukkan ke dalam saku jas seolah ini bukan apa-apa.Lucian mengangkat sebuah dokumen yang diremas di tangan. Kertas itu kusut, menunjukkan betapa marahnya ia sebelum datang ke sini.“Dokumen ini, kau pikir aku tidak akan tahu kalau ini palsu?”ucap Lucian dengan lantang dan penuh amarah. B

  • Dalam Penjara Bos Mafia    Bab 53

    Pagi itu langit tampak kelabu, seolah ikut merasakan kelelahan yang masih menggelayuti tubuh Tiffany. Sinar matahari yang menembus jendela hanya redup, tak mampu sepenuhnya mengusir hawa dingin yang menyelimuti kamarnya.Tiffany duduk di ranjang dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, selimut tebal membungkus tubuhnya yang masih terasa menggigil. Kepalanya sedikit berat, tenggorokannya kering, dan kulitnya terasa lebih panas dari biasanya. Demam. Dia benar-benar jatuh sakit.Dia menghela napas pelan, menatap ke luar jendela dengan tatapan penuh kekecewaan. Seharusnya hari ini dia sudah bersiap untuk mendaki, mencari ayahnya, memastikan kebenaran kata-kata Damien. Tapi sekarang, tubuhnya sendiri malah mengkhianatinya.Suara langkah kaki di luar pintu membuyarkan lamunannya. Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan muncullah sosok Damien dengan setelan yang lebih santai dari biasanya. Tak ada jas mahal atau sepatu kulit berkilau. Hanya kaus hitam po

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status