Dibalik Bayang

Dibalik Bayang

last updateLast Updated : 2025-09-03
By:  Farit RitzxHanOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
114views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Kapan ayah pulang? Apa yang harus aku jawab?" Dua tahun belakangan ini Suci Roswita benar-benar tertekan menerima kenyataan pahit. Hidupnya seakan dipenuhi dengan kepalsuan. Yang dijalani hanya sebuah keterpaksaan.

View More

Chapter 1

1. Mencari Jawaban

Senja hadir menyapa semesta sebelum ditaklukan oleh malam. Bising kini mulai diam diganti merdu suara Adzan yang menggema, membawa damai bagi hati yang ingin berteduh.

Anak-anak berhenti bergurau bersama seutas tali yang membawa mereka melambung tinggi mengejar mimpi. Layang-layang kini pergi entah kemana, mencari tempat untuk melelapkan seharap cita.

Di sebuah rumah minimalis yang dibangun menggunakan gaya arsitek neo klasik, dengan dihiasi ukiran-ukiran yang cukup memanjakan mata di setiap tiang penyangga yang berdiri tegak di depan teras dan juga atap rumah yang terdesain sempurna, begitu elok dipandang mata.

Tepat di depan teras rumah ini ada seorang Wanita duduk di atas sebuah bangku kayu yang dihiasi oleh ukiran bunga khas Jepara. Di depan Wanita itu ada sebuah meja yang dibalut taplak bermotif tenun Jepara yang sama serasinya dengan kursi yang diduduki. Sedangkan di atas meja itu terletak sebuah pot bunga minimalis yang diisi indah oleh bunga melati.

Tatapan Wanita itu terarah tetap pada sebuah ayunan tua yang terletak di tengah halaman rumah ini. Raut wajah wanita itu sendu dipoles luka yang dalam menggerogoti jiwa, seakan di atas ayunan itu terukir sebuah masa yang terus memberi ingatan.

‘Tujuh tahun yang lalu masih terngiang-ngiang. Saat dimana kita mengikat sumpah. Sehidup semati sampai maut memisah. Dari situlah aku mulai berkomitmen, bahwa hanya engkaulah sang bintang. Bintang yang diberikan oleh Yang Kuasa untuk aku. Dimana terangnya tak akan pernah sirna. Hingga untuk mengikhlaskan, aku tak kuasa kehilangan kamu. Aku Rindu akan candamu. Aku rindu sikapmu. Aku rindu ingin memeluk erat dirimu, hingga untuk melepaskan engkau tidak mampu melakukannya. Aku ingin melihat rona senyummu. Rona senyum pria membuat aku tergila-gila. Gila karena kamu. Karena kamu yang mampu membuatku bangkit di saat aku terjatuh, begitu pula ketika aku lengah dengan keputusasaan. Tapi sekarang semua telah terhapus oleh waktu. Disaat senja itu datang, kau pudar bersama sang waktu. Ketika mentari yang bersinar terang tenggelam, kau pergi, menutup rapat kening dan matamu. Hilang dan tidak peduli, menitipkan sepi yang terus memburu rindu. Hingga aku merana, menari sendu di atas selaksa keping kenangan. Dunia begitu kejam, seakan tidak mau melihat kita bersama, merajut bahagia sampai hari tua. Devia putri kita kini telah dewasa. Sikapnya tidak beda jauh darimu. Konyol... Ah, konyol sama seperti dirimu. Tiap malam dia selalu menanyakan tentangmu. Hari demi hari dia terus melangitkan doa untukmu. Karena aku menyembunyikan semua ini darinya, agar dia tidak terluka. Tapi lambat laun dia akan mengetahui semuanya…. Andai saja waktu itu aku tidak mengizinkan kamu pergi, mana mungkin aku merana seperti ini. Bukannya aku tidak mampu membimbing dia, membesarkan dia hingga dewasa. Tetapi tanpa kamu, aku benar-benar tidak berdaya,’ benak Wanita itu. Ia menunduk menatap jemarinya yang terus memainkan cincin di jari manis tangan kanannya, sebelum setetes air mata jatuh tanpa permisi di atas pergelangan tangan kirinya.

"Kapan ayah pulang? Apa yang harus aku jawab," gumam Wanita mudah itu seakan hendak mencari sebuah jawaban atas tanyanya.

Wanita itu tak lain adalah Suci Roswita, seorang janda asal Yogyakarta berumur 26 tahun yang sangat cantik dengan perawakan yang tinggi.

Semenjak suaminya, almarhum Arttha Caustaria meninggal, Suci Roswita hidup menjanda bersama buah hatinya, Deviana Roswita dan ibu mertuanya, Helena Caustaria, kehidupannya menjadi lebih berwarna. Ditambah dengan kedua pembantunya yang selalu membawa tawa, membuat Suci Roswita sedikit terhibur dari ingatan yang sangat memilukan.

Sepulang dari tempat kerja yang berada tidak jauh dari rumahnya, tepatnya di pusat kota Yogyakarta, Suci Roswita langsung bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian kerjanya.

Kaos oblong berwarna putih, jilbab hitam dan celana bahan berwarna hitam yang seharian ini dia kenakan sangat enak di padang.

Dengan elegannya Suci Roswita berjalan menelusuri ruang tamu menuju ke depan teras rumah, sebelum menempatkan diri di atas bangku tua yang telah lapuk dimakan usia yang berada di pojok kanan.

Tatapan Suci Roswita terus mengitari rangkaian bunga bermekaran yang tertanam rapi di depan halaman rumahnya sebelum tertuju pada sebuah ayunan yang berada di tengah-tengah taman.

Tepat di atas ayunan itu terukir selaksa keping kenangan. Dimana di setiap dekapan waktu yang menjamu kerinduan dihabiskan Suci Roswita bersama suaminya, Arttha Caustaria, waktu lalu.

Tapi kini tiada lagi, hamparan angin yang lalu, hari ini tak sama dengan saat itu. Bagaikan air yang mencari tempat yang luput, dimana hanya setetes percikan yang pastinya akan menyisakan uap di bawah terik matahari yang terus membakar. Seperti halnya sebuah kisah yang terukir indah, suatu saat akan terkikis senyap menyisahkan kenang.

Perlahan Suci Roswita menundukkan kepala menatap jemarinya yang terus memainkan cincin di jari manis tangan kanannya, sebelum setetes air mata jatuh tanpa permisi di atas pergelangan tangan kirinya.

Tumpukan rindu kembali mengusik Suci Roswita, saat dimana ingatan masa lalu hadir menyiksa hatinya.

Lima tahun telah terlewatkan dalam suka tanpa ada sedikit kenangan yang menyapa, kini Suci Roswita dirundung pilu, saat dimana pertanyaan datang bergilir mengenai sosok suaminya, dari putri kecilnya.

"Arttha," guman Suci Roswita setelah menggelengkan kepala pelan, seakan tak mampu menerima kenyataan pahit yang menyiksa hatinya.

Dua tahun belakangan ini Suci Roswita benar-benar tertekan menerima kenyataan pahit yang menyiksa batinnya. Tidak seperti dulu, ketika pertama kali mendengar kabar kematian suaminya, Almarhum Arttha Caustsria.

Hidupnya seakan dipenuhi dengan kepalsuan. Yang dijalani hanya sebuah keterpaksaan, bukan karena kemauan hati. Suci Riswita sulit untuk mengikhlaskan, apalagi membiarkan semuanya berlalu pedih ditelan sang waktu.

"Bu, kapan Ayah pulang?" tanya salah seorang gadis dari balik pintu, yang membuat Suci Roswita terperanjat kaget.

Segera Suci Roswita membasuh air matanya, sebelum memasangkan senyuman penuh makna menatap gadis kecil yang melangkah perlahan menghampirinya.

Gadis kecill itu tak lain adalah Deviana Roswita, anaknya, yang kini telah berumur 7 tahun.

"Bu, kapan Ayah pulang?" Rengek Deviana sebelum melemparkan tubuh mungilnya ke pangkuan Suci Roswita dengan tatapan penuh tanya berpola melengkapi tiap-tiap kedipan matanya, mewakili hati yang terus berprasangka terpancar penuh makna di raut wajah polosnya.

"Nak, nanti juga Ayahmu pasti akan pulang," jawab Suci Roswita menatap manja putri semata wayangnya, setelah mencubit pipi Deviana dengan penuh kasih sayang, "Kamu tidur iya. Ibu akan menunggunya disini," sambungnya sembari membelai rambut anaknya.

Jawaban yang kerap kali didengar membuat Deviana mendengus kesal. Dia menatap tajam Suci Roswita sebelum memalingkan muka, dengan kedua tangan yang terkepal erat, "Ibu bohong. Kapan Ayah pulang. Aku akan menunggu Ayah bersama Ibu di sini," cetus Deviana.

"Nak, masuk ke dalam," ucap Suci Roswita setelah menyentil kening anaknya dengan tatapan yang sedikit tajam membuat putri semata wayangnya lengah dan mulai berlari menuju ke dalam rumah mereka.

Menatap Deviana meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah katapun membuatnya semakin bersalah. Sebagai Ibu tentunya tahu, suasana hati anaknya sedang tidak baik-baik saja. Apalagi jawaban yang diberikannya tidak dapat dibuktikan. Namun ada-ada saja alasan untuk menyangkal buah hatinya, baik di pagi maupun malam mencari sebuah kepastian. Sehingga muncullah kerinduan yang begitu dalam dari Deviana akan ayahnya.

'Suamiku, dosa apa yang telah aku buat? Jawaban apa lagi yang harus aku beri untuk mengobati luka hati Devia yang terus mencari sosokmu,' benak Suci Roswita sebelum memalingkan wajahnya untuk menyaksikan senja yang kini mulai ditaklukan oleh malam.

Hampir dua tahun belakangan ini Deviana terus menanyakan keberadaan ayahnya kepada Suci Roswita. Namun ibunya tidak pernah memberikan sebuah kepastian, malah mencari beribu akal untuk mengelabui dia.

Dari balik pintu masuk rumah mereka, Deviana berdiri seolah mengintip ibunya. Sesekali Deviana menatap ke arah jalan, berharap dibalik sunyi sana dia menemukan sosok yang dicarinya. Namun yang didapat Deviana hanyalah kerinduan yang selalu setia menemani sepi.

"Akankah Ayah pulang," gerutu Deviana setelah menggelengkan kepala tanpa daya, sebelum bergegas menuju ke kamarnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status