Reyhan berkali-kali melihat jam di pergelangan tangannya, namun seorang yang ditunggu tak kunjung datang. Ia duduk di bangku taman sendirian, melamun sambil sesekali menguap. Ia baru menyadari bahwa menunggu itu membosankan.
Baru kali ini ada seseorang yang berani-beraninya membuatnya menunggu. Biasanya dirinyalah yang ditunggu oleh orang lain. Pantas saja Gilang selalu menggerutu jika dirinya datang terlambat dari waktu yang dijanjikan. Tak lama terdengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Ia menoleh ke arah sumber suara dan benar saja, itu adalah suara langkah kaki seorang yang sedang ditunggunya. “Jam 3 lebih 15 menit. Terlambat lima belas menit dari waktu yang dijanjikan!” Sambar Reyhan ketika orang itu baru saja berdiri di depannya. “Maaf, terlambat!” Jawab Nadhira. Ya, Reyhan meminta Nadhira untuk datang menemuinya di taman sore ini untuk membahas rencana pernikahan mereka. Reyhan melihat Nadhira dari rambut hingga kaki. Rambut kusut, kulit kusam, kaos oblong oversize, celana jeans yang warnanya sudah mulai pudar, sandal jepit. Penampilan yang sangat tidak menarik, bagaimana bisa dia membawa gadis seperti ini menghadap keluarga besarnya? “Kenapa? Ada yang salah?” Tanya Nadhira ketika sadar Reyhan memperhatikan dirinya. “Lo ga ada baju yang lebih feminim dari ini? Paling gak, biar kelihatan kalau lo perempuan gitu,” Reyhan malah balik bertanya. “Maksud lo baju gue jelek? Gue terlihat seperti laki-laki begitu?” ucap Nadhira geram. Ia memang lebih nyaman berpakaian seperti ini. Pakai rok dan baju feminim membuatnya susah bergerak karena pekerjaannya sebagai pedagang kue keliling. Reyhan menepuk jidatnya, sepertinya dirinya sudah salah bicara yang membuat Nadhira tersinggung. Reyhan berpikir sejenak, jika ia ingin Nadhira terlihat cantik, maka dirinyalah yang harus merubahnya. “Ayo, ikut gue sekarang!” ajak Reyhan dan segera bangkit dari duduknya menuju parkiran mobil. “Kemana?” Tanya Nadhira sambil sedikit berlari mengejar langkah Reyhan. “Nanti lo akan tahu,” jawab Reyhan asal. Nadhira akhirnya mengikuti langkah Reyhan tanpa bersuara. Percuma saja bertanya pada pria dingin ini, pasti tidak akan dijawab. Nadhira mengikuti Reyhan hingga pria itu masuk ke mobilnya. Nadhira masih diam di tempat, bingung apakah dirinya harus ikut masuk ke mobil Reyhan. “Masuk!” Perintah Reyhan singkat. Nadhira membuka pintu belakang mobil Reyhan dan hendak duduk di bangku belakang namun suara bariton Reyhan menggagalkannya. “Duduk di depan! Lo kira gue supir lo?” seru Reyhan. Nadhira akhirnya duduk di samping Reyhan sesuai perintah. Ia menghembuskan nafas kesal, ternyata pria ini galak juga. Menurutnya Reyhan kemarin tidak segalak ini, bahkan Reyhan bertingkah baik dan lembut seperti malaikat. Apa jangan-jangan pria ini punya kepribadian ganda? Mobil Reyhan berhenti di sebuah pusat perbelanjaan membuat rasa penasaran Nadhira mengenai tujuan mereka terjawab. Nadhira merasa lega, awalnya ia mengira dirinya akan dibawa ke rumah Reyhan. Nadhira masih belum siap jika hal itu terjadi. “Turun!” Perintah Reyhan lagi. Nadhira membuka pintu mobil dan melangkahkan kaki menuju pusat perbelanjaan mengikuti Reyhan. Nadhira memandang ke segala arah, sudah lama sekali dirinya tidak berkunjung ke tempat ini. Dulu, ia sering diajak ke tempat ini oleh ayahnya ketika dirinya masih sekolah, ketika ayahnya masih sehat. Ternyata tempat ini jauh lebih megah dan indah daripada terakhir Nadhira ke tempat ini. Reyhan berhenti di sebuah butik. Banyak gaun indah berjejer di dalamnya. Tidak hanya gaun, tas, sepatu dan aksesoris wanita lainnya juga tertata rapi. “Masuklah, dan pilih baju dan aksesoris apapun yang kau suka!” ucap Reyhan yang membuyarkan kekaguman Nadhira akan butik tersebut. Nadhira melangkahkan kaki dengan ragu. Ia melirik Reyhan, ternyata pria itu hanya menunggunya di depan. Ia membuka pintu butik itu, beberapa pelayan menyambutnya, namun terlihat perubahan ekspresi wajah pelayan ketika melihat Nadhira. Mungkin pelayan itu merasa Nadhira tidak cocok ada di butik ini. “Mau cari apa mbak?” Tanya seorang pelayan. “Em eh cari, em mau lihat-lihat dulu saja mbak,” jawab Nadhira terbata-bata. Ia juga bingung sebenarnya ia mau membeli apa di tempat ini. “Baiklah, saya akan membantu jika ada kesulitan,” jawab pelayanan itu sambil mengikuti langkah kaki Nadhira. Nadhira melihat sekeliling, gaunnya memang bagus-bagus. Ia bahkan bingung mau membeli yang mana, lagi pula ia merasa dirinya tidak cocok memakai gaun seperti ini. Akhirnya Nadhira melangkahkan kaki menuju sebuah gaun berwarna hitam polos, tidak banyak aksen payet di bajunya namun terlihat mewah. Nadhira melihat bandrol harga yang ada di gaun itu dan betapa terkejutnya ia ternyata harganya jutaan rupiah. Nadhira reflek mengembalikan baju itu ke tempatnya. Jangankan membeli, menyentuhnya saja ia takut. Takut terjadi apa-apa pada gaun mahal itu. “Mbak, sebentar saya mau keluar dulu,” ucap Nadhira pada pelayan yang dari tadi membuntutinya, membuat pelayan itu tertawa lirih. Seperti yang pelayan itu duga sebelumnya, pasti Nadhira tidak punya cukup uang untuk membeli gaun tersebut. “Ada apa? Sudah dapat gaun yang kau suka?” Tanya Reyhan ketika mendapati Nadhira sudah keluar dari butik tersebut. “Tidak, harganya terlalu mahal,” jawab Nadhira. “Tidak perlu melihat harganya, jangankan membeli sebuah gaun, membeli butiknya saja gue bisa!” ucap Reyhan sombong. Reyhan lalu menarik tangan Nadhira untuk kembali masuk ke butik itu, membuat pelayan yang tadi menertawakan Nadhira terdiam dan terpukau melihat ketampanan Reyhan. “Pilihkan apapun yang cocok untuk gadis ini! Saya yang akan membayarnya!” perintah Reyhan kepada salah seorang pelayan dan pelayanan itu segera melakukan perintah Reyhan. Setelah mendapatkan baju, tas dan sepatu yang diinginkan, Reyhan membawa Nadhira menuju sebuah salon kecantikan. Kali ini Reyhan mengantarkan Nadhira hingga masuk ke dalam salon tersebut. “Buat gadis ini menjadi gadis yang paling cantik sedunia!” Perintah Reyhan kepada salah satu pelayan salon sebelum dirinya duduk di ruang tunggu. Reyhan memainkan ponselnya hingga bosan, menunggu Nadhira tak kunjung selesai berdandan. Ia melirik jam di pergelangan tangannya, ternyata sudah hampir jam setengah 6 sore. Tak lama kemudian ia mendengar suara langkah kaki yang berhenti di depannya. Ia mendongak untuk melihat siapa yang datang dan betapa terkejutnya ia, seorang gadis cantik kini berdiri di hadapannya. Reyhan mengedipkan matanya berkali-kali ketika menyadari bahwa gadis cantik itu adalah Nadhira. ***** “Siapa wanita ini Reyhan?” Tanya Melani, mama Reyhan setelah mengetahui anak sulungnya itu masuk rumah bersama seorang wanita. “Perkenalkan, dia adalah calon istri Reyhan, Nadhira,” jawab Reyhan mantap membuat semua orang yang ada di rumah tercengang. Saat ini adalah jam makan malam, semua anggota keluarga sedang berkumpul di meja makan untuk persiapan makan malam. Rudi, Melani, dan Regina adik Reyhan, terkejut melihat Reyhan membawa seorang wanita ke rumah. Memang ini adalah yang mereka inginkan, namun mereka tidak menyangka jika Reyhan akan mendapatkan calon istri secepat ini. “Selamat malam om, tante, Regina,” sapa Nadhira dengan ramah. Untung saja Reyhan sudah menjelaskan padanya anggota keluarga yang ada di rumah. “Selamat malam, silahkan duduk Nadhira!” Jawab Rudi. Walaupun ia belum tahu siapa Nadhira sebenarnya, namun ia harus bersikap baik dengan gadis yang baru dikenalnya ini. Reyhan dengan sigap menarik salah satu kursi, lalu mempersilahkan Nadhira untuk duduk. Setelah itu, ia menarik kursi dan duduk di sebelah kursi Nadhira. Suasana seketika menjadi hening, tidak ada yang bersuara. Nadhira jadi merasa sangat gugup saat ini. Telapak tangannya dingin, ia merasa seperti sedang berada di ruang ujian wawancara dan dirinya yang menjadi peserta ujian. Nadhira menarik nafas berat, walaupun tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan padanya, namun Nadhira merasa tatapan tajam mereka seperti menguliti tubuhnya dari ujung rambut hingga kaki. “Mari kita makan bersama!” Ucap Rudi memecahkan keheningan. Suara dentingan garpu, sendok dan piring menggantikan kesunyian. Mereka mulai sibuk menyantap makan malam mereka, namun tidak dengan Nadhira. Ia masih melihat menu makanan yang tersaji di atas meja, saking banyaknya makanan hingga dia bingung hendak mengambil yang mana. Reyhan yang melihat Nadhira kebingungan, segera mengambilkan makanan ke piring Nadhira. Ia tahu gadis itu pasti merasa bingung dan canggung. “Makanlah, dari tadi siang kamu belum makan!” Ucap Reyhan lembut. Nadhira menuruti perintah Reyhan, ia mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya walaupun ia sedikit kesusahan dengan penggunaan sendok dan garpu. Biasanya ia hanya memakai tangan untuk menyuap makanan, tidak perlu bantuan sendok, apalagi garpu. “Reyhan, ikut mama! Mama ingin bicara sebentar,” Melani kembali membuka suaranya sesaat setelah ia menghabiskan makanannya. Ia lalu bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menjauhi meja makan. Reyhan segera bangkit untuk mengikuti mamanya, diikuti oleh Rudi yang berjalan di belakang Reyhan. “Nemu dimana kamu perempuan kampung seperti dia Reyhan?” tanya Melani geram setelah dirinya, Reyhan dan Rudi berkumpul di ruang tamu. “Papa dan mama kan ingin aku segera menikah, dia calon istri Reyhan ma!” Jawab Reyhan. “Banyak wanita cantik dan berkelas di luar sana Reyhan, kenapa kamu memilih gadis kampung? Kamu memang berhasil mengubah penampilannya menjadi cantik dan modis, tapi tidak dengan gestur tubuh dan sikapnya. Gadis kampung tetap saja akan terlihat kampungan!” ejek Melani, ia tidak rela jika putra sulung yang dibanggakannya itu menikah dengan gadis kampung seperti Nadhira. “Papa akan menjodohkan kamu dengan Aira, anak dari om Hendra. Aira sudah jelas asal-usulnya dan keluarganya, jelas dari keluarga terpandang. Segera sudahi hubungan kamu dengan Nadhira itu!” perintah Rudi. Reyhan menelan ludahnya, Aira anak om Herman? Gadis agresif, sok cantik dan manja itu? Tidak, Reyhan akan menjadi tua mendadak jika menikah dengan Aira, membayangkannya saja sudah membuatnya jijik. Reyhan menghembuskan nafasnya berat, ternyata perkara mencari istri tidak semudah yang dibayangkannya. Tingtung tingtung.. Suara bel rumah Reyhan menghentikan percakapan antara Reyhan dan kedua orang tuanya. Rudi segera beranjak untuk membukakan pintu. Pandangan Reyhan tertuju pada pintu utama rumahnya, penasaran kira-kira siapa tamu yang datang di situasi yang tidak tepat ini. “Herman, kau datang di waktu yang tepat. Ayo, silahkan masuk!” Ucap Rudi dengan senyum sumringah. Herman adalah rekan bisnisnya yang sudah sangat akrab dengannya. Reyhan membelalak setelah tahu tamu yang datang ternyata adalah Herman bersama sang putri, Aira. Ia tidak menyangka rupanya papanya sudah merencanakan perjodohan ini dengan matang. *****Reyhan sampai rumah lebih awal, ia kepikiran untuk mencari rumah yang akan ditinggalinya dengan Nadhira, siang ini ia berniat mengajak Nadhira keluar untuk memilih rumah yang diinginkan. "Reyhan tumben kok jam segini sudah pulang? Pasti kamu masih sakit ya?" tanya Melani heboh ketika melihat Reyhan yang sudah di rumah sebelum jam 3 sore. "Engga kok ma, Reyhan ada janjian rapat dengan klien sore ini di kafe dan Reyhan mau mengajak Nadhira," jawab Reyhan yang lagi-lagi berbohong. Ia masih belum siap berkata jujur kepada mamanya itu tentang rencananya pindah rumah. "Kenapa harus mengajak Nadhira? Biasanya juga sendiri," protes Melani. "Karena klien juga membawa keluarganya," jawab Reyhan santai. "Tapi benar kan kamu sudah baikan?" tanya Melani lagi, memastikan anaknya itu benar-benar dalam kondisi baik. "Ya ma, mama ga perlu khawatir!" jawab Reyhan lalu segera menuju kamarnya. Reyhan membuka pintu kamar, kamar dalam kondisi gelap dan sepi. Kemana Nadhira? Reyhan dengan sega
Reyhan duduk di meja kerjanya, rapat dengan dewan direksi baru saja usai. Sebenarnya ia masih sedikit pusing, namun rapat ini penting untuk dirinya sehingga ia memaksakan diri untuk berangkat ke kantor. Tiba-tiba ponsel Reyhan berbunyi, Reyhan melirik ke layar ponsel, ternyata mamanya yang menelpon. "Reyhan, kamu sakit apa nak?" Tanya Melani sesaat setelah Reyhan mengangkat teleponnya. "Reyhan ga sakit kok ma!" jawab Reyhan sedikit berbohong. "Nadhira bilang semalam kamu muntah-muntah, apa sekarang sudah sembuh?" Tanya Melani lagi masih panik. "Oh, cuma muntah sedikit saja ma, sekarang sudah baikan," jawab Reyhan santai, ternyata Nadhira yang mengadukan kepada mamanya. "Pasti karena semalam kita makan masakan Nadhira itu, pantas saja mama juga merasa sedikit mual. Pasti Nadhira tidak bersih masaknya. Gitu kok dibilang enak!" omel Melani malah menyalahkan Nadhira. "Bukan ma, semalam Reyhan beli nasi goreng super pedas, jadinya perut Reyhan terasa panas, akhirnya muntah-mu
Nadhira memandangi tubuh Reyhan yang tidur lelap, entah berapa botol yang diminum pria itu hingga tak sadarkan diri. Nadhira jadi tidak bisa tidur, namun ia hanya mondar-mandir tidak tahu apa yang hendak dilakukan hingga akhirnya ia tertidur di atas ranjang bersama Reyhan. Hueekk hueekk Nadhira terbangun setelah mendengar suara orang muntah-muntah. Ia baru sadar bahwa dirinya tertidur di atas ranjang bersama Reyhan, Nadhira mengucek matanya dan melihat jam dinding yang ternyata masih jam 3 pagi."Ngapain lo tidur di sini? hueekk huekkk!" omel Reyhan sambil muntah-muntah."Ih jorok banget sih lo! muntah di kamar mandi kek!" protes Nadhira yang baru sadar bahwa Reyhan yang muntah-muntah."Gue mual banget!" jawab Reyhan.Nadhira akhirnya turun kasur untuk mengambilkan minum Reyhan. Reyhan langsung menerima air dari Nadhira dan meminumnya."Minggir sana, gue mau beresin nih sprei!" Perintah Nadhira ketika melihat sprei yang penuh muntahan Reyhan."Ga perlu, nanti biar bi Surti yang memb
"Gue mau bikin perjanjian sama lo!" ucap Reyhan yang membuat Nadhira bingung."Perjanjian apa?" Tanya Nadhira."Peraturan dalam rumah tangga kita!" Jawab Reyhan tegas.Peraturan rumah tangga? Sebenarnya Nadhira ingin tertawa mendengar perkataan Reyhan. Apakah hubungannya dengan Reyhan ini masih bisa disebut dengan rumah tangga?"Peraturan apa itu?" Tanya Nadhira lagi."Tunggu sebentar!" ucap Reyhan lalu berjalan menuju meja di samping tempat tidurnya. Ia membuka laci meja dan mengambil dua lembar kertas beserta dua pulpen di sana. "Sekarang tulis aturan apa saja yang lo inginkan dalam pernikahan kontrak kita ini! Gue juga nulis di kertas ini!" ucap Reyhan menjelaskan kepada Nadhira.Nadhira menerima kertas tersebut, ia berpikir sejenak apa yang akan ia tulis di kertas itu. Nadhira melirik ke arah Reyhan, rupanya pria itu sudah sibuk menulis, kertasnya sudah hampir penuh. Nadhira segera menulis di kertas miliknya sebelum Reyhan protes karena kertasnya kosong."Gue sudah selesai!" ucap
Reyhan mengguyur tubuhnya, berharap dinginnya air bisa menghilangkan rasa lelah yang dirasakannya. Setelah selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi dan menemukan secangkir kopi sudah tersaji di atas meja. Reyhan menyunggingkan senyum tipisnya, pasti Nadhira yang meletakkan kopi di sana. Namun sosok wanita itu tidak ada di kamar, kemanakah perempuan itu? Reyhan menyeruput kopinya, ternyata rasanya lezat. Berbeda dengan kopi yang biasa dibuatkan oleh pembantunya. Reyhan kemudian berjalan keluar kamar, mencari keberadaan istrinya itu. Reyhan tertegun ketika menemukan Nadhira, ternyata Nadhira berada di dapur, memasak bersama para pembantunya. "Kamu lihat kan Reyhan tingkah istrimu itu?" Tanya Melani mengagetkan Reyhan yang sedang memperhatikan Nadhira dari jauh. "Ada apa ma?" Jawab Reyhan santai. "Dia itu lebih senang bergaul dengan pembantu daripada dengan mama atau Regina," Keluh Melani. "Oh ya? mungkin karena Nadhira masih baru di rumah ini. mungkin masih canggung ma," jawa
Nadhira meregangkan tubuhnya, ia tak menyangka jika menyiram tanaman saja rasanya sangat melelahkan. Apalagi taman di rumah Reyhan cukup luas. "Sudah non, biar saya saja yang membereskan," ucap Bi Imah ketika melihat Nadhira akan membereskan peralatan taman. "Eh ga papa Bi, biar saya bantu," ucap Nadhira tersenyum ramah. "Tuan Reyhan beruntung sekali punya istri yang cantik dan ramah seperti non Nadhira," puji Bi Imah. "Aduh bibi, bisa aja!" jawab Nadhira malu-malu. "Sudah, non Nadhira masuk saja. Ini sudah siang, nanti saya akan kirimkan makan siang ke kamar tuan Reyhan," ucap Bi Imah. "Lho, apa ini sudah waktunya makan siang bi?" tanya Nadhira heran. "Belum non, maksudnya saya dan yang lain mau masak dulu, nanti kalau sudah siap saya antar ke kamar," jawab Bi Imah sambil tersenyum. "Bolehkah aku bantu masak bi?" Tanya Nadhira antusias mendengar ucapan Bi Imah. "Eh jangan non, ini sudah tugas kami sebagai ART di rumah ini. Non Nadhira tidak perlu repot-repot," tola