Reyhan mengemudikan mobilnya dengan kencang, agar segera sampai di tempat tujuannya. Kali ini dia tidak sendiri, namun ada seorang yang duduk di sampingnya yang baru ia ketahui bernama Nadhira.
Reyhan tadi pagi sengaja keluar dari kantor setelah rapat untuk mencari udara segar. Pikirannya sangat kacau, ucapan Gilang mengenai istri bayaran memenuhi otaknya. Mungkin ide Gilang ada benarnya juga, namun siapa yang akan ia jadikan istri bayaran ? Reyhan melirik ke arah Nadhira, gadis itu terlihat kusut dan murung. Hidungnya merah terlihat seperti habis menangis, namun gadis itu selalu mengusap matanya ketika air mata itu mulai jatuh, sehingga tidak nampak linangan air mata di pipinya. “Apa sih lihat-lihat?” seru Nadhira ketika mengetahui Reyhan melirik ke arahnya. “Pede amat lo! Siapa juga yang lihat lo? Tuh gue lihat spion di samping lo!” Jawab Reyhan mengelak karena malu ketahuan mencuri pandang ke arah Nadhira. Reyhan tertawa dalam hati, bagaimana bisa gadis galak seperti Nadhira ini hendak ia jadikan istri? Reyhan sebenarnya sudah melihat Nadhira sejak dikejar oleh preman dan lewat di depannya. Awalnya Reyhan hanya ingin menolong Nadhira dari preman itu, namun setelah mendengar percakapan Nadhira lewat telepon ia jadi terpikir mungkin Nadhira cocok untuk menjadi istri bayarannya karena Nadhira juga butuh uang untuk biaya perawatan ayahnya. Lagi pula Nadhira terlihat seperti gadis yang tegas dan mandiri, sepertinya tidak akan merepotkan dirinya jika menjadi istrinya. Bukan gadis manja dan menye-menye yang merepotkan laki-laki. Beberapa saat kemudian mobil Reyhan memasuki halaman sebuah rumah sakit besar. Nadhira segera keluar dari mobil sesaat setelah mobil Reyhan berhenti. Ia berlari menuju tempat ayahnya dirawat, ia ingin segera bertemu dengan ayahnya. “Hey, tunggu!” Teriak Reyhan ketika mengetahui Nadhira sudah hilang dari hadapannya. Ia ikut berlari mengejar Nadhira agar tidak kehilangan jejak gadis itu. Hosh hosh hoshh, Suara nafas Reyhan terdengar kencang. Sudah lama ia tidak berlari-lari seperti ini, untung saja Nadhira masih bisa terkejar. Ia meralat pemikirannya tadi, gadis itu ternyata merepotkannya. Reyhan memutuskan untuk menunggu di luar ruang rawat ayah Nadhira. Nadhira segera memeluk ayahnya yang masih tertidur. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya pecah juga. Melihat ayahnya terbaring lemah dengan berbagai alat medis dan selang oksigen membuat dirinya tidak tega. Mungkin keputusannya untuk menerima bantuan Reyhan adalah keputusan yang tepat, walaupun ia harus mengorbankan dirinya untuk menjadi istri Reyhan. “Nadhira, kata dokter jantung ayah kamu sudah semakin parah,” ucap Yuliana, ibu Nadhira. “Iya bu, setujui saja saran dokter. Ayah harus dioperasi secepatnya,” jawab Nadhira mantap. “Tapi Nadhira, biayanya puluhan juta. Uang dari mana nak? Kita tidak punya uang sebanyak itu!” Ucap Yuliana yang kini kembali terisak. “Ibu tenang saja, biar Nadhira yang mengusahakan,” Sahut Nadhira. “Nadhira, sudah tidak perlu repot-repot. Ayah tidak perlu operasi, ayah sudah baikan!” Potong Effendi, ayah Nadhira yang ternyata sedari tadi mendengar percakapan antara Nadhira dan Yuliana. “Ayah, ayah sudah bangun?” Tanya Nadhira bersemangat. Effendi berusaha untuk duduk, namun ternyata dirinya masih sangat lemah. Dadanya masih terasa sedikit sesak walaupun sudah tidak seperti tadi pagi. “Ayah tidak mau terus merepotkan kamu Nadhira, kamu sudah terlalu banyak berkorban untuk ayah,” Tutur Effendi. “Ini sudah kewajiban Nadhira sebagai anak yah, Nadhira tidak mau kehilangan ayah. Nadhira masih ingin hidup lebih lama lagi bersama ayah. Ayah tenang saja, Nadhira akan melakukan apapun untuk kesembuhan ayah,” jelas Nadhira panjang lebar. Ucapan Nadhira membuat Effendi terdiam. Sebenarnya Effendi juga masih ingin hidup lebih lama agar bisa mendampingi anak-anaknya hingga menikah bahkan punya anak. Effendi masih ingin bermain bersama cucu-cucunya kelak. “Lalu bagaimana caranya kamu mendapatkan uang sebanyak itu nak?” Tanya Effendi sendu. Nadhira menarik nafas panjang. Mungkin ini saatnya untuk menjelaskan pertemuannya dengan Reyhan beserta perjanjian mereka. “Sebentar, Nadhira mau menjelaskan sesuatu kepada ayah dan ibu,” ucap Nadhira lalu keluar meninggalkan ruang rawat Effendi. Nadhira melihat sekeliling mencari keberadaan Reyhan, rupanya Reyhan duduk di kursi tunggu bersama beberapa keluarga pasien yang lain. Nadhira memandang Reyhan yang kini sedang sibuk memainkan ponselnya. Inikah sosok malaikat yang menyelamatkan dirinya dari preman tadi pagi? Rupanya Nadhira salah, Reyhan bukanlah malaikat melainkan iblis yang memanfaatkan keadaan lemahnya demi hawa nafsu. Rasa kagum Nadhira terhadap Reyhan kini sudah berganti menjadi benci, namun Nadhira terpaksa harus menerima tawaran Reyhan demi kesembuhan ayahnya. “Ayo masuk, jelaskan kepada ayahku tentang perjanjian kita!” Perintah Nadhira kepada Reyhan. “Sekarang?” Tanya Reyhan masih bingung. “Besok!” Jawab Nadhira ketus lalu berbalik badan masuk ke dalam ruang rawat ayahnya meninggalkan Reyhan. Reyhan hanya bisa mengelus dada. Ternyata gadis itu benar-benar galak. “Siapa lelaki itu Nadhira?” Tanya Effendi ketika Reyhan sudah memasuki ruang rawatnya. Nadhira terdiam, bingung bagaimana cara menjelaskan kepada ayahnya. Ia melirik Reyhan, berharap pria di sampingnya itu bisa menjelaskan kepada ayahnya. Reyhan melirik Nadhira yang dari tadi menatapnya, ia tahu maksud Nadhira. Pasti gadis itu tidak bisa menjelaskan dan berharap dirinya yang menjelaskan kepada ayah dan ibu gadis itu. Astaga, sudah berapa kali gadis ini merepotkan dirinya? “Saya Reyhan Adhitama, direktur utama PT. Adhitama Group. Saya di sini ingin menawarkan bantuan kepada bapak, ibu, dan juga Nadhira. Saya tahu mungkin saat ini bapak, ibu, dan juga Nadhira sedang membutuhkan bantuan dari saya,” kata Reyhan terpaksa membuka suaranya. “Kenapa kamu tiba-tiba ingin membantu kami?” Tanya Effendi menyelidik. “Saya akan membantu membiayai semua biaya rumah sakit termasuk operasi dan biaya pemulihan pasca operasi bapak, asalkan…,” ucap Reyhan terputus tidak berani melanjutkan penjelasannya. “Asalkan apa?” Potong Effendi tidak sabar menunggu penjelasan Reyhan. “Asalkan Nadhira bersedia menjadi istri saya,” lanjut Reyhan. “Tidak bisa! Saya tidak mungkin mengorbankan harga diri anak saya demi kesembuhan saya!” Bantah Effendi. Emosinya meningkat membuat dada Effendi kembali sesak. Ia segera mengatur pernafasannya dan membenahi posisi tidurnya dibantu oleh Yuliana. “Ayah, tidak ada cara lain yah. Nadhira tidak masalah menikah dengan Reyhan asalkan ayah sembuh,” seru Nadhira yang kini kembali terisak. “Sabar dulu yah, dengarkan dulu penjelasan mereka,” ucap Yuliana menenangkan Effendi. “Bapak tenang saja, pernikahan ini hanya sebatas pernikahan di atas kertas. Saya tidak akan menyentuh anak bapak!” Jelas Reyhan yang membuat semua mata kembali tertuju padanya. “Kamu yakin? Lalu kenapa kamu ingin menikahi anak saya jika kamu tidak akan menyentuhnya?” Tanya Effendi penasaran begitu juga dengan Nadhira. Begitu paniknya dengan keadaan ayahnya hingga Nadhira lupa menanyakan alasan Reyhan mengapa tiba-tiba ingin menikah dengannya. “Saya hanya membutuhkan status Nadhira sebagai istri saya, karena perusahaan dan pekerjaan saya menuntut saya untuk segera menikah dalam waktu dekat. Jadi perjanjian ini akan saling menguntungkan untuk kedua belah pihak,” terang Reyhan. Penjelasan Reyhan membuat Nadhira menghembuskan nafas lega. Awalnya Nadhira mengira ia nantinya akan menjadi pemuas nafsu pria itu. Nadhira mengira Reyhan adalah lelaki hidung belang yang memanfaatkan keadaan Nadhira untuk kepuasan seksual belaka, ternyata Nadhira salah. Reyhan tidak sejahat itu. “Jadi bagaimana? Apakah semuanya setuju?” Tanya Reyhan setelah semua diam beberapa saat. “Baiklah jika semua yang kamu katakan benar, saya menyetujuinya,” jawab Effendi menyetujui perjanjian antara Reyhan dan Nadhira. Ia merasa anaknya tidak terlalu dirugikan. “Bagus, saya akan segera mempersiapkan semuanya setelah ini,” ucap Reyhan lega. Akhirnya kebingungannya untuk mencari istri sudah berakhir dan jabatan CEO akan jatuh kepada dirinya. “Berjanjilah untuk tidak menyakiti anak saya Reyhan. Jika kau sudah tidak membutuhkannya lagi, kembalikan kepada saya dalam keadaan baik!” Titah Effendi. “Ya, saya berjanji,” jawab Reyhan asal. Ia hanya ingin segera pulang karena urusannya di tempat ini sudah selesai. Semua sudah menyetujui perjanjian antara dirinya dengan Nadhira. “Kalau begitu, saya pulang dulu. Saya akan mengurus semua keperluan operasi bapak dan pernikahan saya dengan Nadhira secepatnya,” tambah Reyhan dan bersiap untuk keluar ruangan. “Tunggu dulu!” potong Effendi. “Walaupun pernikahan kalian hanya di atas kertas, tapi saya ingin pernikahan kalian tetap sah secara agama. Biar bagaimanapun kalian nanti akan tinggal dalam satu rumah. Saya tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan. Saya sendiri nanti yang akan menikahkan anak saya!” jelas Effendi menutup pembicaraan. “Baik, jika itu keinginan bapak. Saya akan segera menjadwalkan operasi bapak agar bapak bisa hadir dalam pernikahan saya dengan Nadhira nanti. Kalau begitu, saya permisi!” Tutup Reyhan dan kali ini benar-benar meninggalkan ruang rawat Effendi. ***** Dering ponsel Reyhan berbunyi nyaring, ia baru saja sadar bahwa ponselnya dari tadi tertinggal di mobil. Tadi ia memang terburu-buru keluar dari mobil karena mengejar Nadhira yang tiba-tiba hilang. Reyhan meraih ponselnya dan terkejut melihat 20 panggilan tak terjawab dari Gilang dan juga ayahnya, beserta puluhan pesan singkat. “Ya, kenapa?” Tanya Reyhan sesaat setelah menerima panggilan tersebut. “Akhirnya muncul juga, gue kira lo udah mati karena ga ada kabar,” sindir Gilang. “Gue cuma cari angin sebentar,” jawab Reyhan datar. “Pak Adhitama tadi kesini nyariin lo! Makanya gue panik setengah mati, gue takut lo dianggap tidak profesional karena menghilang di jam kerja,” jelas Gilang menceritakan yang terjadi pagi tadi. Reyhan sedikit terkejut, tidak biasanya kakeknya datang ke kantor tanpa pemberitahuan sebelumnya. Hari ini pun tidak ada klien yang penting yang mengharuskan kakeknya untuk datang ke kantor. “Ada apa?” Tanya Reyhan pura-pura santai. “Mana gue tahu! Tanya aja sama bokap lo! Gue cuma ditugaskan untuk mencari keberadaan lo karena gue asisten pribadi lo, seharusnya gue tahu kemanapun lo pergi pada jam kerja. Jika seperti ini, gue juga malu. Tadi gue di tanya oleh pak Adhitama dan pak Rudi tapi gue tidak tahu menahu tentang keberadaan lo,” omel Gilang panjang lebar, persis seperti ibu yang sedang mengomeli anaknya. “Gue meluncur ke kantor sekarang!” Jawab Reyhan singkat lalu menutup telepon dengan sepihak. Reyhan memijat keningnya, hari ini ia merasa sangat lelah. Ia tidak pernah memikirkan masalah seberat ini sebelumnya selain masalah pekerjaan. Biasanya hidupnya hanya digunakan untuk bersenang-senang. “Pasti kakek ingin membicarakan tentang jabatan CEO kepadaku, dan pernikahan tentunya,” batin Reyhan. Jika sudah seperti ini, maka Reyhan harus secepatnya memperkenalkan Nadhira kepada keluarga besarnya. Namun, bagaimana caranya? Apakah bisa keluarga besarnya menerima Nadhira sebagai calon istrinya mengingat Nadhira hanyalah seorang penjual kue keliling? *****Reyhan sampai rumah lebih awal, ia kepikiran untuk mencari rumah yang akan ditinggalinya dengan Nadhira, siang ini ia berniat mengajak Nadhira keluar untuk memilih rumah yang diinginkan. "Reyhan tumben kok jam segini sudah pulang? Pasti kamu masih sakit ya?" tanya Melani heboh ketika melihat Reyhan yang sudah di rumah sebelum jam 3 sore. "Engga kok ma, Reyhan ada janjian rapat dengan klien sore ini di kafe dan Reyhan mau mengajak Nadhira," jawab Reyhan yang lagi-lagi berbohong. Ia masih belum siap berkata jujur kepada mamanya itu tentang rencananya pindah rumah. "Kenapa harus mengajak Nadhira? Biasanya juga sendiri," protes Melani. "Karena klien juga membawa keluarganya," jawab Reyhan santai. "Tapi benar kan kamu sudah baikan?" tanya Melani lagi, memastikan anaknya itu benar-benar dalam kondisi baik. "Ya ma, mama ga perlu khawatir!" jawab Reyhan lalu segera menuju kamarnya. Reyhan membuka pintu kamar, kamar dalam kondisi gelap dan sepi. Kemana Nadhira? Reyhan dengan sega
Reyhan duduk di meja kerjanya, rapat dengan dewan direksi baru saja usai. Sebenarnya ia masih sedikit pusing, namun rapat ini penting untuk dirinya sehingga ia memaksakan diri untuk berangkat ke kantor. Tiba-tiba ponsel Reyhan berbunyi, Reyhan melirik ke layar ponsel, ternyata mamanya yang menelpon. "Reyhan, kamu sakit apa nak?" Tanya Melani sesaat setelah Reyhan mengangkat teleponnya. "Reyhan ga sakit kok ma!" jawab Reyhan sedikit berbohong. "Nadhira bilang semalam kamu muntah-muntah, apa sekarang sudah sembuh?" Tanya Melani lagi masih panik. "Oh, cuma muntah sedikit saja ma, sekarang sudah baikan," jawab Reyhan santai, ternyata Nadhira yang mengadukan kepada mamanya. "Pasti karena semalam kita makan masakan Nadhira itu, pantas saja mama juga merasa sedikit mual. Pasti Nadhira tidak bersih masaknya. Gitu kok dibilang enak!" omel Melani malah menyalahkan Nadhira. "Bukan ma, semalam Reyhan beli nasi goreng super pedas, jadinya perut Reyhan terasa panas, akhirnya muntah-mu
Nadhira memandangi tubuh Reyhan yang tidur lelap, entah berapa botol yang diminum pria itu hingga tak sadarkan diri. Nadhira jadi tidak bisa tidur, namun ia hanya mondar-mandir tidak tahu apa yang hendak dilakukan hingga akhirnya ia tertidur di atas ranjang bersama Reyhan. Hueekk hueekk Nadhira terbangun setelah mendengar suara orang muntah-muntah. Ia baru sadar bahwa dirinya tertidur di atas ranjang bersama Reyhan, Nadhira mengucek matanya dan melihat jam dinding yang ternyata masih jam 3 pagi."Ngapain lo tidur di sini? hueekk huekkk!" omel Reyhan sambil muntah-muntah."Ih jorok banget sih lo! muntah di kamar mandi kek!" protes Nadhira yang baru sadar bahwa Reyhan yang muntah-muntah."Gue mual banget!" jawab Reyhan.Nadhira akhirnya turun kasur untuk mengambilkan minum Reyhan. Reyhan langsung menerima air dari Nadhira dan meminumnya."Minggir sana, gue mau beresin nih sprei!" Perintah Nadhira ketika melihat sprei yang penuh muntahan Reyhan."Ga perlu, nanti biar bi Surti yang memb
"Gue mau bikin perjanjian sama lo!" ucap Reyhan yang membuat Nadhira bingung."Perjanjian apa?" Tanya Nadhira."Peraturan dalam rumah tangga kita!" Jawab Reyhan tegas.Peraturan rumah tangga? Sebenarnya Nadhira ingin tertawa mendengar perkataan Reyhan. Apakah hubungannya dengan Reyhan ini masih bisa disebut dengan rumah tangga?"Peraturan apa itu?" Tanya Nadhira lagi."Tunggu sebentar!" ucap Reyhan lalu berjalan menuju meja di samping tempat tidurnya. Ia membuka laci meja dan mengambil dua lembar kertas beserta dua pulpen di sana. "Sekarang tulis aturan apa saja yang lo inginkan dalam pernikahan kontrak kita ini! Gue juga nulis di kertas ini!" ucap Reyhan menjelaskan kepada Nadhira.Nadhira menerima kertas tersebut, ia berpikir sejenak apa yang akan ia tulis di kertas itu. Nadhira melirik ke arah Reyhan, rupanya pria itu sudah sibuk menulis, kertasnya sudah hampir penuh. Nadhira segera menulis di kertas miliknya sebelum Reyhan protes karena kertasnya kosong."Gue sudah selesai!" ucap
Reyhan mengguyur tubuhnya, berharap dinginnya air bisa menghilangkan rasa lelah yang dirasakannya. Setelah selesai mandi, ia keluar dari kamar mandi dan menemukan secangkir kopi sudah tersaji di atas meja. Reyhan menyunggingkan senyum tipisnya, pasti Nadhira yang meletakkan kopi di sana. Namun sosok wanita itu tidak ada di kamar, kemanakah perempuan itu? Reyhan menyeruput kopinya, ternyata rasanya lezat. Berbeda dengan kopi yang biasa dibuatkan oleh pembantunya. Reyhan kemudian berjalan keluar kamar, mencari keberadaan istrinya itu. Reyhan tertegun ketika menemukan Nadhira, ternyata Nadhira berada di dapur, memasak bersama para pembantunya. "Kamu lihat kan Reyhan tingkah istrimu itu?" Tanya Melani mengagetkan Reyhan yang sedang memperhatikan Nadhira dari jauh. "Ada apa ma?" Jawab Reyhan santai. "Dia itu lebih senang bergaul dengan pembantu daripada dengan mama atau Regina," Keluh Melani. "Oh ya? mungkin karena Nadhira masih baru di rumah ini. mungkin masih canggung ma," jawa
Nadhira meregangkan tubuhnya, ia tak menyangka jika menyiram tanaman saja rasanya sangat melelahkan. Apalagi taman di rumah Reyhan cukup luas. "Sudah non, biar saya saja yang membereskan," ucap Bi Imah ketika melihat Nadhira akan membereskan peralatan taman. "Eh ga papa Bi, biar saya bantu," ucap Nadhira tersenyum ramah. "Tuan Reyhan beruntung sekali punya istri yang cantik dan ramah seperti non Nadhira," puji Bi Imah. "Aduh bibi, bisa aja!" jawab Nadhira malu-malu. "Sudah, non Nadhira masuk saja. Ini sudah siang, nanti saya akan kirimkan makan siang ke kamar tuan Reyhan," ucap Bi Imah. "Lho, apa ini sudah waktunya makan siang bi?" tanya Nadhira heran. "Belum non, maksudnya saya dan yang lain mau masak dulu, nanti kalau sudah siap saya antar ke kamar," jawab Bi Imah sambil tersenyum. "Bolehkah aku bantu masak bi?" Tanya Nadhira antusias mendengar ucapan Bi Imah. "Eh jangan non, ini sudah tugas kami sebagai ART di rumah ini. Non Nadhira tidak perlu repot-repot," tola