Home / Romansa / EX to NEXT 21+ / 4. Bertemu Evander Lagi

Share

4. Bertemu Evander Lagi

last update Last Updated: 2025-02-28 17:43:28

Chapter 4

Bertemu Evander Lagi

"Bersiaplah, untuk makan malam bersamaku."

Oh, Tuhan! Bianca ingin menghancurkan ponselnya setelah membaca pesan yang dikirimkan Evander. Baru satu hari Lisa bekerja di Binter Canarias dan Evander sudah berusaha menindasnya dengan memaksanya pergi makan malam. Pria itu benar-benar menjengkelkan.

"Hari ini aku tidak bisa menemanimu makan malam karena aku harus menjaga putra Lisa." Tulis Bianca di pesan pendeknya.

"Lalu, ke mana Lisa?" tanya Evander.

"Dia baru sehari bekerja di kantormu, dia masih butuh biaya untuk membayar baby sitter yang menjaga putranya di siang hari," jawab Bianca.

Evander tidak membalas pesannya lagi dan Bianca merasa bersyukur, akhirnya ia terbebas dari pria itu. Bianca lalu melanjutkan aktivitasnya di dapur, ia menyusun piring-piring dan peralatan dapur lainnya ke dalam mesin pencuci piring lalu mengaktifkan mesin.

Bianca mengeluarkan sayuran, daging, susu, pasta, dan beberapa jenis bawang dari dalam kulkas lalu mengenakan celemek di tubuhnya. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil ia mulai mengolah makanan untuk makan malamnya. Tetapi, baru saja ia mulai mencincang bawang ponselnya berdering.

Bianca meletakkan pisaunya sambil mendengus kesal karena Evander meneleponnya. Tidak bisakah pria itu membiarkannya tenang?

"Ada apa?" tanya Bianca ketus.

"Kirim lokasi tempat tinggalmu," jawab Evander.

"Aku tidak menerima tamu pria," kata Bianca semakin ketus.

"Aku mengirimkan seorang baby sitter untuk menjaga putra Lisa."

"Aku bisa menjaganya, terima kasih." Bianca kemudian mematikan telepon, tetapi ponselnya berdering lagi membuat Bianca benar-benar ingin memasukkan ponselnya ke dalam air.

"Aku belum selesai bicara, Bi," kata Evander.

Bianca mendengus. "Evan, aku tidak ingin berutang apa pun padamu lagi."

"Kau memang tidak berutang padaku, tetapi temanmu berutang padaku dan kau adalah jaminannya."

Benar-benar iblis brengsek, Bianca ingin sekali memaki Evander. Andai bukan karena Lisa mungkin jika Evander ada di depannya, Bianca akan menamparnya sekali lagi.

Bianca mengatur napasnya, dengan kesabaran yang setipis jaring laba-laba ia berkata, "Katakan apa yang kau inginkan."

"Kirimkan lokasimu, baby sitter akan datang dan pukul sembilang aku menunggumu di restoran Hotel Four Season."

Dengan geram Bianca kembali mematikan sambungan telepon lalu mengirimkan lokasinya pada Evander kemudian memasukkan kembali bahan-bahan makanannya ke dalam kulkas, setelah dapurnya kembali bersih ia pun pergi ke kamarnya untuk bersiap.

Sedikit bingung harus berpakaian seperti apa, Bianca mengaduk-aduk lemarinya memilih pakaian yang akan ia kenakan. Four Season Hotel adalah tempat orang kaya yang menghabiskan 1000 $ per malam hanya untuk menginap satu malam. Mustahil jika Bianca pergi mengenakan pakaian sembarangan ke sana, ia tidak ingin dikira gelandangan salah masuk hotel.

Setelah menimbang-nimbang ia memilih pakaian semi formal berwarna hitam dan dipadukan dengan sepatu hak tinggi berukuran 7cm berwarna hitam bercorak silver dan menenteng tas berwarna putih.

***

Evander melambaikan tangan pada Bianca yang memasuki restoran di Four Season Hotel, ketika Bianca mendekati mejanya tatapan Evander terpaku pada penampilan wanita itu.

Di toko bunganya Bianca berkesan tidak memperhatikan penampilannya, tetapi begitu keluar untuk makan malam Bianca menjelma sepeti bukan pemilik toko bunga kecil di Madrid dan Evander tidak menampik jika Bianca sangat menawan dengan pakaian semi formal pilihannya yang sebenarnya cukup sederhana, bukan dari brand kelas atas.

Kemudian tata rias wajah Bianca, wanita itu memilih lipstik berwarna kalem yang sesuai dengan kulitny yang putih. Warna bedaknya juga tidak terlalu kontras dengan warna kulitnya sehingga bintik-bintik cokelat samar di kulitnya yang tidak begitu banyak tidak tertutup sempurna dan rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai begitu saja.

Evander berdehem. "Mulai besok kau tidak perlu menjaga putra Lisa lagi."

Bianca menarik sebuah kursi lalu duduk. "Katakan apa maumu melakukan semua ini?"

Meskipun dulu Evander kuliah di Madrid, tetapi bukan berarti ia memiliki banyak teman di ibukota Spanyol itu. Beberapa teman akrabnya sama sepertinya yang memiliki banyak kesibukan sendiri, bahkan beberapa di antara mereka tidak lagi tinggal di negeri Matador.

Evander yang baru tinggal lagi di Madrid setelah dua tahun belajar mengelola kantor cabang Binter Canarias di Barcelona merasa sedikit bosan dan kesepian sehingga saat bertemu kembali dengan Bianca, satu-satunya kesenangan yang terbersit di otaknya adalah bermain-main dengan Bianca yang sepertinya sangat terganggu dengan keberadaan dirinya.

"Aku hanya ingin berteman denganmu," kata Evander lalu meletakkan ponselnya di atas meja kemudian melambaikan tangan pada pelayan.

"Aku tidak butuh teman lagi dan jika aku mau berteman denganmu itu karena sangat terpaksa demi Lisa dan putranya," kata Bianca dengan ketus.

Evander menyukai cara Bianca, semakin wanita itu ketus dan bermuka masam Evander merasa semakin tertantang untuk menaklukkannya lagi.

"Memangnya keluarga Lisa tidak ada sehingga harus kau yang menjaga anaknya?"

"Keluarga Lisa dan mendiang suaminya berada di Mexico," jawab Bianca datar.

"Kenapa dia tidak pulang saja ke Mexico?"

Bianca mengedikkan kedua bahunya bersamaan, enggan menjawab pertanyaan Evander lagi bersamaan dengan itu pelayan restoran datang membawakan buku menu lalu menyodorkan pada Bianca dan Evan.

Bianca memasang ekspresi begitu tenang membaca semua menu di buku yang ia pegang, tetapi sebenarnya tidak satu pun ada yang menarik di matanya apa lagi beberapa jenis menu tidak dikenalinya dan yang pastinya tidak memiliki selera makan meskipun sebenarnya dirinya sangat lapar.

Bianca akhirnya memesan seporsi taco dan air mineral, ia berencana menyantapnya cepat-cepat lalu pergi. Belum setengah jam berhadapan dengan Evander rasanya sudah sangat muak, bahkan seolah menduduki kurus berduri hingga ia tidak sanggup berlama-lama di sana.

"Omong-omong, sejak kapan kau tinggal di Madrid?" tanya Evander memecahkan keheninga di antara mereka.

"Dulu aku kuliah di sini," jawab Bianca tanpa menyembunyikan kemalasannya menjawab pertanyaan Evander.

Evander yang sudah tahu berpura-pura terkejut dan menaikkan kedua alisnya. "Oh, ya? Aku juga melanjutkan studi di sini. Tapi, kenapa kita tidak pernah bertemu?"

Tidak pernah bertemu lagi jauh lebih baik, kalau perlu selamanya, batin Bianca geram dan dia memilih untuk diam saja.

"Dan, omong-omong sejak kapan kau membuka toko bunga?" Pertanyaan kalinini murni Evander ingin tahu karena di dalam data yang ia terima dari anak buahnya hanya sebatas informasi akademis saja.

Membicarakan toko bunga mata Bianca berbina meskipun sedikit dan ekspresinya masih merengut. "Aku baru memulainya."

"Kenapa toko bunga?"

"Karena....."

"Evan? Evander?"

Bianca menggantungkan kalimatnya karena seorang wanita berambut pirang dengan dandanan kekinian muncul entah dari mana dan langsung mendekati Evander.

"Evan, lama tidak melihatmu. Ya Tuhan, ke mana saja kau?" tanya wanita itu.

"Hai," sapa Evander dan bangkit dari duduknya.

Wanita berambut pirang itu langsung memeluk Evander, sementara bersamaan dengan itu seorang pelayan datang mengantarkan makanan pesanan Bianca dan Evan.

"Apa sekarang kau sedang ada pekerjaan di sini?" tanya wanita berambut pirang yang mengenakan gaun berwarna biru muda itu sembari melepaskan pelukannya.

"Ya."

"Kau menginap di sini?" tanya wanita bernama Ilona Callie itu dengan gaya manja.

"Tidak, aku hanya...."

"Oh, apa wanita itu teman kencanmu?" tanya Ilona sambil menengok kepada Bianca yang dengan tenang sedang menggigit Taco. Sekilas Ilona mengamati penampilan Bianca. "Oh, tidak mungkin. Dia pasti bukan teman kencanmu, 'kan?"

Evander berdehem. "Apa kau mau bergabung bersama kami?"

Ilona langsung menarik kursi di samping Evander. "Aku tidak mengganggu, 'kan?"

Evander mengangguk lalu duduk, tangannya terulur kepada Bianca dan berkata, "Dia Bianca, temanku."

"Kami hanya kenalan lama," sahut Bianca kemudian tersenyum yang dibuat-buat kepada Evander dan batinnya bersorak karena Evander menyipitkan matanya tanda tidak senang.

"Oh, ini seperti sebuah reuni rupanya," kata Ilona sambil duduk.

"Bianca, kau bisa panggil aku Ilona. Aku adalah mantan kekasih Evander ketika kami sama-sama menjadi mahasiswa," ujar Ilona.

Bianca kembali tersenyum yang dibuat-buat. "Mengesankan. Kalian pasangan yang sangat cocok."

"Sayang sekali sekarang dia hanya mantanku, dulu kami putus karena sering bertengkar, dan itu hanya karena kami masih terlalu muda. Kurasa."

Bianca mengangguk, senyumnya masih dibuat-buat. "Sayang sekali."

Namun, setidaknya nasib Ilona jauh lebih baik dibandingkan dengan dirinya yang dibuang seperti sampah oleh Evander setelah dimanfaatkan sedemikan rupa. Mengingat hal itu membuat Bianca kembali geram dan ingin sekali mencabik-cabik wajah Evander.

Bianca mengangkat gelasnya lalu meneguk air putih dari gelas berkaki tinggi kemudian meletakkan kembali gelasnya, setelah menyapu bibirnya menggunakan kain bersih yang tersedia ia mengambil tasnya yang berada di kursi khusus untuk meletakkan tas di dekatnya kemudian berdiri.

"Terima kasih traktirannya," ucap Bianca dan tersenyum mengejek kepada Evander. "Sampai jumpa, Ilona." Lalu Bianca melenggang begitu saja menjauh.

Bianca meninggalkan Four Season Hotel dan karena kebetulan jalan menuju rumahnya melewati toko bunganya. Jadi, Bianca memutuskan untuk singgah ke toko, kebetulan ia juga membawa kunci tokonya.

Ia membuka pintu kemudian masuk dan mengamati ruangan yang didesain sendiri, beberapa menit kemudia duduk di sofa berwarna abu-abu tua yang berada di tengah ruangan.

Bianca menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, memejamkan matanya beberapa saat sembari bebberapa kali menghela napas cukup dalam. Rasanya sudah lama sekali tidak menikmati waktu santai, sepertinya sejak memutuskan membuat rumah kaca untuk budidaya bunga impiannya lalu ditambah kematian suami Lisa. Ia hampir tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Bahkan untuk pergi ke salon kecantikan untuk merapikan rambutnya saja tidak ada waktu.

Pagi-pagi sekali ia harus menyiapkan diri membuka toko bunga, lalu memantau beberapa pekerjanya yang mengurus tanaman di rumah kaca lalu merangkai bunga pesanan pelanggannya. Merangkai bunga adalah pekerjaan yang tidak ia serahkan sepenuhnya pada karyawannya. Hanya buket bunga dasar yang ia percayakan pada anak buahnya sementara pesanan yang rumit dan unik ia kerjakan sendiri.

Bianca belajar dari pengalamannya selama empat tahun bekerja sebagai perangkai bunga, toko bunga bosnya dulu sangat ramai sehingga Bianca sering mau tidak mau harus belajar merangkai berbagai macam jenis bunga termasuk rangkaian bunga yang unik dan rumit.

Pada akhirnya ketika Bianca memiliki cukup modal dan keberanian, juga kemampuan merangakai bunga, ia memilih membuka bisnis sendiri meskipun toko bunganya belum bisa dibilang menjadi saingan toko bunga mantan bosnya dulu.

Bersambung....

Jangan lupa tap bintangnya ya! Dan komen biar rame, biar menyala!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Cherry Blossom
Iya kak salah copas
goodnovel comment avatar
ann’sbooks
Oalah harusnya part di bab sebelumnya itu ke double up toh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • EX to NEXT 21+   44. Keracunan?

    Chapter 44Keracunan?Setelah mengobrol tidak lebih dari lima menit dengan Isabel, Evander meninggalkan tempat pesta dan tidak menyangka di pintu keluar ia bertemu Delina yang masih mengenakan pakaian formal. Delina menyapa Evander, tetapi Evander hanya menganggukkan kepalanya karena terburu-buru untuk pulang.Ia sudah berjanji pada Bianca untuk pergi berkencan di luar, tentu saja bukan makan malam romantis di restoran karena watu sudah terlalu larut untuk makan malam dan mereka telah makan malam di rumah sebelum Evander pergi ke pesta ulang tahun Isabel. Evander mengemudikan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi karena khawatir Bianca menunggunya terlalu lama, juga ia ingin segera melamar Bianca. Evander mengambil kotak cincin di box organizer lalu memasukkannya ke dalam saku celananya. Ketika tiba di tempat tinggalnya ia mendapati Bianca sudah rapi mengenakan bluse berbahan lembut berwarna ivory yang dimasukkan ke dalam celana longgar hi-waist berwarna taupe sementara rambutnya

  • EX to NEXT 21+   43. Penuh Kepura-puraan

    Chapter 43Penuh Kepura-puraan Evander mengemudikan supercar yang dua jam yang lalu diantar oleh Valeria dan mengganggu kegiatannya dengan Bianca. Mobil itu bernilai jutaan Euro, ia tidak menyangka jika ayahnya akan begitu saja membelikannya Bugatti padahal Evander hanya mengatakan secara acak mobil yang diinginkannya. Evander tidak mengambil pusing, toh jika kembali berselisih dengan ayahnya, ia akan mengembalikan mobilnya meskipun Evander tidak mengharapkan perselisihan dengan ayahnya lagi. Evander menggeser tutup box organizer yang terletak di samping joknya lalu mengambil sebuah kotak perhiasan, di dalamnya terdapat sebuah cincin yang bertatahkan berlian. Ia baru membeli cincin itu tadi siang dan meletakkan di mobil lama Bianca, tidak membawanya pulang karena khawatir Bianca menemukannya lalu saat hendak pergi ke pesta ulang tahun Isabel, ia memindahkan cincin itu ke mobil barunya.Evander tersenyum puas lalu meletakkan kembali kotak itu ke dalam tempat semula sembari memikirka

  • EX to NEXT 21+   42. Jurang Hasrat

    Chapter 42Jurang HasratSabtu sore Bianca dan Evander telah berada di tempat tinggal mereka setelah sibuk dengan pekerjaan masing-masing, Bianca dari tokonya dan Evander masih berkutat dengan urusan pekerjaannya yang mengharuskan selesai sebelum hari Selasa karena Selasa memalam ia harus terbang ke salah satu negara di Timur Tengah. Evander baru selesai membersihkan tubuhnya dan hanya mengenakan handuk yang melingkar rendah di pinggangnya sementara tangannya memegangi satu handuk kecil yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya.Ia menatap Bianca yang mengenakan piama dan menggulung rambutnya yang basah dengan handuk sedang menyusun alat-alat kecantikannya di meja rias yang mereka beli kemarin malam dan bibir Evander mengulas senyum puas, rasanya hidupnya menjadi sangat sempurna sejak kehadiran Bianca di tempat tinggalnya. Lelah karena pekerjaan tidak lagi terasa karena di tempat tinggalnya ada seseorang yang menyambutnya dengan senyum tulus, ada seseorang yang berbagi pengalaman k

  • EX to NEXT 21+   41. Tinggal Bersama

    Chapter 41Tinggal Bersama Evander tersenyum. “Pekan depan aku harus pergi ke Timur Tengah.” Bianca tidak menduganya. “Untuk?” “Ayahku sudah lama mengusulkan agar aku melanjutkan studi dan aku menolaknya, sekarang dia mengusulkan agar aku belajar langsung ke salah satu perusahaan maskapai terbaik di dunia secara langsung. Kupikir ini kesempatan bagus sehingga aku tidak menolaknya. Aku tahu ini berat untuk kita, aku mungkin akan berada di Timur Tengah untuk beberapa minggu,” ujar Evander. Bianca tersenyum. “Bukan masalah. Hanya beberapa minggu.” Evander mengelus-elus punggung tangan Bianca. “Ada sesuatu yang sangat mengganggu pikiranku,” katanya sembari menatap Bianca.Bianca membalas tatapan Evander bersiap mendengar Evander memberitahunya masalah Isabel yang akan mengumumkan pertunangan. “Katakan,” kata Bianca penuh harap.“Minggu ini akan menjadi sangat sibuk bagiku, aku tidak bisa menemanimu kalau Marco membuat kegaduhan lagi.” Kulit wajah Bianca merona mendengar apa yang di

  • EX to NEXT 21+   40. Perasaan Takut Bianca

    Chapter 40Perasaan Takut BiancaDelina memarkirkan mobilnya di depan La Luna Florist, tetapi ia sebenarnya tidak memiliki alasan yang kuat mengapa ia berada di sana. Wanita itu menghela napas dalam-dalam, berpikir jika mungkin dirinya terlihat terlalu banyak mencampuri urusan Bianca, tetapi ini adalah hal terbaik yang bisa ia lakukan.Bianca telah banyak membantunya tanpa memandang apa pun padahal mereka hanya dua kali bertemu dan Bianca tidak berpikir panjang untuk memberikan informasi tentang Ryan. Delina tidak mau menjadi orang yang tidak berterima kasih, ia harus memastikan jika Bianca tidak akan disakiti oleh Evander sementara terhadap Isabel selama ini ia tidak pernah berutang budi apa pun pada Isabel. Bahkan jika dipikir-pikir ia justru belum pernah menceritakan masalah priabdinya pada Isabel karena di pandangannya Isabel bukan seorang pendengar yang baik untuknya. “Hai,” sapa Bianca sembari tersenyum lebar ketika melihat Delina memasuki toko. Delina mengamati toko dan tidak

  • EX to NEXT 21+   39. Permainan Ayah Evander

    Chapter 39Permain Ayah Evander Setelah mengantarkan Bianca ke toko, Evander kembali ke tempat tinggalnya lalu mengemudikan mobil menuju ke kantor. Pagi-pagi sekali Valeria sudah meneleponnya dan memberitahu kalau ayahnya setuju dengan syarat yang diajukan Evander, tetapi Evander yakin jika ayahnya tidak semudah itu mengalah padanya. Evander bukan tidak memercayai ayahnya sepenuhnya, tetapi orang tidak mungkin begitu saja melunak jika tidak memiliki reancana cadangan. Ayahnya mungkin akan mengambil langkah yang belum terpikirkan oleh Evander dan Evander tidak sabar untuk mngetahuinya. Ketika Evander memasuki ruang kerjanya, ayahnya duduk di kursi tempatnya biasa duduk.“Bagaimana kabarmu, Nak?” tanya Raul dengan senyum lebar. Evander menutup pintu dan berkata, “Selama pagi, Pa.” Raul bergeser, memperbaiki posisinya. “Valeria pasti sudah bilang kalau Papa ingin bicara langsung denganmu, kan?” “Ya, Valeria sudah bilang,” jawab Evander seraya menarik kursi kemudian duduk di seberang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status