MasukCecilia- ibunya Elara-, memeluk Lara erat-erat. Wanita paruh baya itu sekuat tenaga berusaha menutup kedua telinga malaikat kecilnya supaya tidak mendengar hal-hal menyakitkan yang diucapkan sang permaisuri padanya.
"Cecilia, kau mungkin paling dicintai. Kau mungkin cinta pertama beliau atau apalah itu. Tapi kau harus ingat," permaisuri mengangkat dagu Cecilia dengan kipasnya. Lara melihatnya, ia tidak mengerti sepenuhnya tapi ia paham bahwa permaisuri ini bukan orang baik. "Aku bisa saja membunuhmu, atau putri kecilmu ini selama sang raja tidak ada." Cecilia ketakutan, Lara bisa merasakan ibunya bergetar saking takutnya. "Jadi, ikuti kataku. Tolak jika Paduka memberimu hadiah atau penjaga baru. Aku benci melihatmu diperlakukan istimewa seperti itu." Puas melihat ketakutan Cecilia, Permaisuri duduk, meminum tehnya dan bergumam, "Lagipula apa yang ia cari darimu ya? Aku lebih muda, cantik, dan keluargaku juga menpunyai pengaruh besar untuk raja. Sedangkan kau? kau hanya anak angkat dari pejabat di negara ini." Permaisuri mengatakannya sambil menatap rendah kepada Cecil. "Bahkan darahmu ini tidak punya nilai di kerajaan ini. Kau harus bersyukur pada Tuhan karena derajatmu diangkat oleh Paduka." Permaisuri berdiri dari tempat duduknya, lalu dengan sengaja menyenggol cangkir teh dihadapannya. Pelayan yang sedari tadi diam, seolah menjelma menjadi patung, dengan sigap menghampiri. Ia bermaksud ingin membereskan cangkir pecah itu. ''Diam kau, pelayan" Titah sang permaisuri, "Biarkan jalang ini yang membereskannya." Cecila tidak punya pilihan. Saat ia mencoba membereskannya, kaki sang permaisuri menginjak tangan kanannya. Cecil bisa merasakan serpihan keramik melukainya, dan tangannya mengeluarkan darah. "Ibunda!' teriak Elara, ia panik melihat darah ibunya tercecer di lantai dan keramik. " Oh Lara ingin membantu ibumu nak? " Ucap permaisuri, terdengar lembut namun sepersekian detik kemudian ia menyeret siku Lara lalu memaksanya bertumpu dengan tangan kecil di atas keramik pecah. "Argh! " Teriak Lara kesakitan, Cecil langsung menarik putrinya ke dekapannya, "Jangan sentuh anakku! " Mata yang sedari tadi terlihat pasrah itu akhirnya menyala juga. Melihatnya, permaisuri menaikkan alisnya, "Kau berani padaku hah? " Permaisuri mengayunkan tangannya, bersiap menampar Cecil namun sang pelayan utama menahannya. "Jangan permaisuri, jika wajahnya memar semuanya akan kacau. Luka di telapak tangannya sudah cukup permaisuri. " Pelayan utama menahannya. Permaisuri mendelik jengkel tapi tak bisa melawan. Sebagai gantinya, ia menjambak rambut Elara kecil dan mendorongnya ke lantai. "Anak bajingan. " Mendengarnya, Elara hanya bisa menangis. Sedangkan Cecil buru-buru memeluknya, tidak peduli tangannya kini berlumuran darah. *** Lagi-lagi Lara memimpikan masa kecil Elara bersama mendiang ibunya. Ia mulai terbiasa dengan mimpi buruk yang sering menghanpirinya. Oleh karena itu ia tidak tersengal lagi. Tapi sakit kepalanya tetap ada, mungkin efek dari trauma-trauma yang dimiliki oleh Elara. Lara menatap telapak kanannya. Oh, jadi ini yang menyebabkan Elara punya bekas luka memanjang di telapak tangannya. Pasti sakit ya, Elara. Pikir gadis itu. Ia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya mental seorang putri ketika melihat ibunya sendiri diperlakukan seperti itu. Baru saja ia berniat bangun dari tempat tidurnya, Cornell masuk ke ruangannya. Lagi-lagi dengan troli yang di dorongnya. Tapi Lara heran, itu bukan piring berisi makanan seperti biasa. Ada beberapa obat disampingnya. "Apa itu Cornell? " tanyanya heran. "Anda lupa putri? ini obat yang biasanya anda akan minum sebelum dan setelah anda bertemu permaisuri. " Apa? obat apa ini? apa ia akan mati hanya karena berhadapan dengan wanita titisan iblis itu? "Kenapa aku harus meminumnya? apa matanya bisa mengeluarkan cahaya dan mengutukku menjadi batu? " Ujarnya bercanda. Tapi jelas Cornell tidak menganggapnya bercandaan. "Lebih buruk putri," Dulu sebelum anda meminum obat ini, anda hampir mati karena hiperventilasi, " jawabnya muram. Lara langsung diam, "Maaf... " ujarnya lirih. Cornell tersenyum lembut, "Minumlah ini putri, aku harap anda lebih menyayangi diri anda ya hari ini. Aku tidak sanggup jika harus kehilangan orang yang ku sayang lagi. " ucapnya tulus. Lara membelalakkan matanya. Selama ini ia hidup di lingkungan yang tidak membiasakan untuk mengutarakan rasa kasih sayang secara verbal. Mereka, atau bahkan dia sendiri, terlalu gengsi untuk melakukannya. "Terimakasih banyak Cornell, semoga bantalmu dingin terus di kedua sisinya ya, " celetuk Lara. Cornell mengerutkan kedua alisnya, bingung dengan ucapan Lara, "Aku harap itu doa yang baik ya tuan puteri. " "Tentu saja! bukankah menyenangkan bisa tidur dengan bantal yang selalu dingin, Cornell? " Lara tersenyum dan matanya berbinar. Mau tidak mau Cornell pun tersenyum. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat Tuannya tersenyum riang seperti ini. Semoga kebahagiaan ini bertahan lama, doanya dalam hati. Setelah Cornell pergi, Lara pun memakan sarapannya dan menelan obatnya dengan patuh. Rasanya sangat pahit sampai Lara rasanya ingin sekali menangis. Tapi pelayannya yang baik hati itu memberinya ekstra custard pudding sebagai gantinya. Jiwanya sebagai Adelia yang terlalu mudah dirayu oleh makanan enak itu bersorak bahagia. Ia terharu bahwa akhirnya ada masa dimana ia bisa makan desert enak tanpa harus memikirkan harga ataupun efeknya terhadap fisiknya. Lalu Lara berdiri, menghadap cermin dengan semangat yang membara dalam dirinya. Okey, pakaian apa yang harus ia gunakan untuk menemui titisan iblis ular itu? rasanya ia sangat ingin memakai gaun yang bisa mengeluarkan api. Kenapa? karena jika mulut ular itu macam-macam, Lara bisa menerjangnya dan si iblis itupun akan terbakar menjadi abu. Tenangkan dirimu wahai manusia yang jadi putri! Lara menghembuskan nafasnya. Lalu mengeluarkannya. Ayolah Lara kau pasti bisa. Ingat di kehidupan sebelumnya kau juga berhasil menahan amarahmu untuk tidak menonjok orang! ya meskipun akhirnya ia bunuh diri juga... TAPI AYOLAH KAU PASTI BISA! Anggap saja sekarang kau menghadap bosmu yang banyak nuntutnya itu! pikir Lara berusaha keras menyemangati diri sendiri. Tapi ketika ia melihat lemari bajunya... Modelnya tua semua. Selama ini ia hanya memakai pakaian peninggalan ibunya?! Lara kesal dan akhirnya ia membanting salah satu bajunya ke kasur. Kepalanya pening lagi. Selepas urusan yang satu ini selesai, ia harus membeli baju dan aksesoris layaknya seorang putri raja!Lara bangun dengan posisi tengkurap. Punggungnya sakit karena beberapa tusukan jarum dan rasanya ia terlalu lelah untuk sekedar menangis. Jadi begini rasanya jadi tokoh yang disiksa di sinetron-sinetron itu? pikirnya. Lara berpikir, bagaimana dulu Elara hidup ya... apakah ia akan menangis di pagi harinya, atau berakhir mengisolasi diri seperti yang selalu ia lakukan (sebagai Elara). kalau Lara ... ia marah. Ia tak terima diperlakukan seperti ini. Tapi jelas tidak mungkin untuk langsung mendatangi permaisuri dan menamparnya. Ya kalau begitu ceritanya hidupnya akan tamat dan novel ini akan berjalan sesuai alur lamanya. Tapi sekarang 'kan Adelia - yang ada di dalam tubuh Elara, ini sangat sekali ingin hidup. Adelia - yang mendeklarasikan dirinya sebagai Lara- ini hanya terdiam sambil menunggu obat yang akan di bawakan oleh Cornell. Punggungnya sakit, tentu saja. Tapi hatinya tidak sesedih itu untuk menangis. Entah karena ia sudah tahu bahwa ia akan disiksa cepat atau lambat, atau h
Lara ingat benar, saat ia menjadi Adel dulu, ia juga pernah merasa selelah ini. Bukan bukan karena pekerjaan atau pulang terlambat karena terjebak macet bukan. Tapi karena ia seharian menjadi bride's maid pada acara nikahan kakak tirinya. Adel yang introvert, yang perlu ber'gua' selama sehari penuh setelah 6 hari kerja itu benar-benar merasa energinya habis terkuras. Mirip seperti sekarang ini. Sepulangnya ia dari pesta -yang kata paduka itu kecil- ia langsung merebahkan diri di kasur besarnya. Lara menghela nafas dalam-dalam, memejamkan matanya. Mengingatkan dirinya kalau ini baru hari pertama kehidupan resminya sebagai putri Elara Sinclair. Lara meringis membayangkan bagaimana nasib ia di hari-hari selanjutnya. Baru saja ia memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar. "Putri, yang mulia permaisuri ingin berkunjung." sialan. runtuknya dalam hati. Rasa-rasanya Lara ingin mengunci pintu kamarnya, menyumpal telinganya, tidak peduli siapa yang berdiri di depan pint
Lara menunggu Lioren dan Kael sambil melihat-lihat makanan yang ada di pesta ini. matanya berbinar saat melihat macaroon dan pudding custard di bagian dessert. "Semuanya, terimakasih telah menghadiri pesta ini, " Paduka secara tiba-tiba berkata, "mungkin beberapa dari kalian heran, untuk apa pesta ini? Hari ini bukan ulang tahunku maupun permaisuri, " Paduka tersenyum, ada kebanggaan tercermin di senyumnya. Lara berpikir, setampan apa paduka saat muda, jika di usia tua pun beliau masih bisa memancarkan senyuman semenawan ini. "Aku secara personal mengadakan pesta ini untuk kesembuhan salah satu putri tercintaku yang seperti kalian tahu, ia mengalami koma beberapa waktu yang lalu." Lara tersentak kaget, jangan bilang dia... dia yang akan disoraki dengan gembira. Tidak, tolong, ia tidak butuh spotlight, dia hanya ingin hidup damai di kehidupan ini... "Semuanya tepuk tangan untuk putriku, Elara Sinclair!" Semua pasang mata, benar-benar semua orang di ruangan ini, melihat Lara yang
Namanya Arkael. Bangsawan negeri Etheria dan juga calon penerus penyihir utama kerajaan ini. Badannya cukup proposional. Tinggi dengan short torso, bagian atas badannya terlihat pendek karena kakinya sangat panjang. Kulitnya putih, mungkin lebih putih dari Elara. Rambut hitam legam senada dengan matanya. Ia memakai kacamata bulat, sekilas mengingatkan Elara pada tokoh Harry Potter tapi versi Asia timur. Wajahnya kecil jika dibandingkan dengan bahunya yang lebar. Ah, melihat dia mengingatkannya pada karakter manhwa yang dulu sering ia baca. Secara keseluruhan pria itu menarik.Tapi Lara tahu benar, Arkael tidak akan bisa ditakdirkan dengan Elara.Tapi sekarang Elara bukan Elara yang sesungguhnya.Tatapan mereka bertemu. Lara gugup dan berusaha mengedarkan pandangannya ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan pria itu.“Lara, kau tahu, pria itu yang memakai jas hitam itu,” sahut Lioren, merujuk pada Arkael, “Gosipnya ia berhasil melewati ujian internal para penyihir istana, loh!”
Lara memilih gaun berwarna Hijau lembut dengan renda yang menjulang ke lantai. Ia benar-benar membongkar isi lemari Elara. Dan gaun yang satu ini adalah gaun yang paling mending diantara gaun yang lain. Lara membolak-balikkan badannya di depan cermin, memastikan dandannya sudah pantas dan cantik. Ia ingin terlihat segar dan hidup dihadapan permaisuri iblis itu. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kau benci hidup sehat dan bahagia, bukan? Cornell menyematkan jepit terakhir di kepala Lara. Dalam hati ia sangat bahagia melihat Tuannya hari ini. Putri Lara terlihat lebih 'hidup' dari sebelumnya. Meskipun banyak sekali ingatannya yang hilang, tapi melihatnya sehat dan bahagia seperti ini sudah terasa seperti anugrah untuk Cornell. "Oke Cornell, aku siap! " Seru Lara pada Cornell, lebih ke dirinya sendiri. Ia meyakinkan diri sendiri bahwa hari ini ia akan baik-baik saja. Cornell mengangguk lalu mempersilahkan Tuannya untuk berjalan terlebih dulu. ****Muka mereka
Cecilia- ibunya Elara-, memeluk Lara erat-erat. Wanita paruh baya itu sekuat tenaga berusaha menutup kedua telinga malaikat kecilnya supaya tidak mendengar hal-hal menyakitkan yang diucapkan sang permaisuri padanya. "Cecilia, kau mungkin paling dicintai. Kau mungkin cinta pertama beliau atau apalah itu. Tapi kau harus ingat," permaisuri mengangkat dagu Cecilia dengan kipasnya. Lara melihatnya, ia tidak mengerti sepenuhnya tapi ia paham bahwa permaisuri ini bukan orang baik. "Aku bisa saja membunuhmu, atau putri kecilmu ini selama sang raja tidak ada." Cecilia ketakutan, Lara bisa merasakan ibunya bergetar saking takutnya. "Jadi, ikuti kataku. Tolak jika Paduka memberimu hadiah atau penjaga baru. Aku benci melihatmu diperlakukan istimewa seperti itu." Puas melihat ketakutan Cecilia, Permaisuri duduk, meminum tehnya dan bergumam, "Lagipula apa yang ia cari darimu ya? Aku lebih muda, cantik, dan keluargaku juga menpunyai pengaruh besar untuk raja. Sedangkan kau? kau hanya anak angkat d







