Share

4

Aku mengambil keranjang cucian yang tergeletak di tengah ruangan, lalu mulai membereskan semua pakaian yang berserakan di atas ranjang. Jika keadaan kamarnya begini, tentu saja si anak akan mudah sakit. 

Semua mainan kusatukan di dalam kardus lalu meletakkannya di samping lemari yang pintu-pintunya terbuka. Pakaian di dalam acak-acakan. Pintu lemari berdebu sampai ditempeli kotoran cicak yang sudah kering. 

Aku mengernyit. Menutup pintu lemari dengan kaki lalu kembali membereskan semua pakaian yang masih tersisa di lantai. Sementara di atas ranjang, Fatur mulai bosan dengan mainannya. Ia merangkak hendak turun dari ranjang. 

Posisiku sedang membereskan pakaian terakhir ketika sedikit lagi Fatur akan terjatuh dari ranjang. Aku membelalak. Dengan panik berlari ke arah anak itu. Aku terpaksa menjatuhkan diri ke lantai untuk menangkap Fatur. Untunglah aksi itu berhasil. Namun, lutut menjadi korbannya. 

Fatur menangis kencang. Ia meraung-raung sambil memberontak dalam peganganku sampai membuatku kewalahan menghadapinya. Belum sempat berdiri menggendongnya, Mbak Yuli datang dengan rambut yang basah. Masih ada sisa sabun di wajah wanita itu, sementara handukku dia pakai di badan. 

“Apa-apaan? Kenapa Fatur nangis kejer begitu?” Ia langsung merebut Fatur dariku. “Kamu apain?!”

Keningku mengerut. “Nggak aku apa-apain.”

“Terus kenapa dia menangis begini?!” Mbak Yuli mundur beberapa langkah menghindariku seolah aku bisa kapan saja mencelakai mereka. “Kamu jatuhin anakku, ‘kan?”

Tatapan penghakiman itu membuat jantungku memompa cepat. Aku tak suka mendengar nada suara bossy itu, ditambah posisiku yang sedang berlutut di samping ranjang. 

“Nggak sampai jatuh, aku berhasil nangkap, kok.”

“Sama aja, ‘kan?! Aku cuma minta kamu jagain anakku sebentar. Sepuluh menit aja kamu sudah hampir membunuh anakku!”

“Mana ada aku begitu?!” Kubalas pelototan kakak iparku itu. 

“Sudah salah malah marah! Bilang aja kamu nggak becus ngurus anak! Pantesan kamu nggak bisa punya anak sampai sekarang!” 

Aku menggigit bibir. Menahan semua sumpah serapah yang sudah bersarang di ujung lidah. Belum cukup sampai di situ, Ibu masuk dan bertanya apa yang terjadi. 

“Ini, Buk! Mantumu jatuhin anakku. Padahal aku cuma minta jagain Fatur sebentar karena aku mau mandi. Dia yang salah, dia juga yang nyolot!”

Layaknya seorang nenek yang sangat menyayangi cucunya, Ibu langsung memeriksa tubuh Fatur, menanyakan apa cucunya itu tidak terluka sedikit pun. Padahal akulah yang terluka di sini. Lututku sangat perih. 

“Masa cuma sebentar aja kamu nggak bisa jaga anak, Farah. Gimana kalau punya anak nanti? Bisa-bisa anakmu babak belur tiap hari gara-gara kamu jatuhin!”

Aku mencoba berdiri, sebab posisi sudah seperti penjahat yang sedang dihakimi massa. Aku meringis menahan perih di lutut. 

“Aku sudah bilang aku nggak jatuhin Fatur, Bu. Dia memang hampir jatuh, tapi aku berhasil nangkap. Dia nggak kenapa-kenapa.”

“Cucuku pasti kaget. Apanya yang nggak kenapa-napa?” 

Kutarik napas dalam-dalam. “Aku nggak sekadar jagain cucu Ibu. Kamar yang sangat berantakan ini sudah cukup rapi, ‘kan? Aku yang rapikan. Karena Fatur bisa semakin sakit jika terus berkeliaran di ruangan yang kotor dan bau seperti kamar ini.” Kutatap mereka dengan tegas. 

Bukan bermaksud menghakimi. Hanya saja di saat Fatur tertidur, apakah tak ada waktu sepuluh menit saja untuk membereskan kekacauan itu? Toh, semua pekerjaan rumah aku yang urus. Mbak Yuli tak sedikit pun pernah ikut campur soal pekerjaan dan kebersihan rumah ini. Masak pun juga tidak. Dia fokus mengurus anaknya saja, sebab suaminya juga bekerja di perantauan. 

“Oh, kamu nyinggung aku?! Perempuan yang nggak punya anak mana tahu rasanya ngurus anak selama 24 jam. Kamu yang cuma tahu dandan itu nggak bakal ngerti penderitaan jadi seorang ibu!” Kedua mata panda itu semakin beringas memelototiku. 

Selalu itu menjadi senjata orang-orang, agar aku memaklumi semua sikap buruk mereka. Sebab mereka adalah seorang ibu yang tidak punya waktu untuk sekadar memperhatikan diri, sangat menderita, berkorban seluruh jiwa dan raga, lalu menghakimiku seenaknya. 

Aku sangat muak. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Asih
pindah aja Farah.. sedih ih..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status