Home / Rumah Tangga / FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS! / BAB 4. Pertemuan Mas Gandung Dan Geri

Share

BAB 4. Pertemuan Mas Gandung Dan Geri

Author: BUNGA MAYANG
last update Last Updated: 2023-07-25 16:23:36

Bapak bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum."

Kudengar suara pak RT mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab bapak," eh Pak RT rupanya, silakan masuk, Pak!"

Benar dugaanku. Pak RT sama istrinya, bu Ira yang datang. Bapak dan pak RT emang sudah saling kenal. Keduanya bersalaman.

Pak RT dan istrinya masuk. Keduanya juga menyalami ibuku, yang hanya merespon dingin.

"Lo, udah ada Pak Geri rupanya?" Pak RT berjalan menuju Geri.

Geri berdiri dan menyalami pak RT dan bu Ira.

"Iya, Pak RT. Saya tadi dari toko, mampir kesini," jawab Geri tersenyum.

"Gimana kabarnya, Bu Mayang?" Bu Ira, istri pak RT menanyakan keadaanku.

"Sudah mendingan, Bu," jawabku tersenyum.

"Syukurlah," sahut pak RT dan istrinya bersamaan.

"Gimana kabar mertua Pak Geri?" tanya pak RT.

"Masih diproses, Pak," jawab Geri.

"Asbak saya diambil sama polisi untuk jadi barang bukti. Padahal itu barang antik yang harganya jutaan," kata pak RT lagi.

Pak RT memang penggemar barang antik. Rupanya asbak antik beliau yang dilempar bu Ida ke kepalaku. Pantas saja membuatku pingsan. Asbak itu berbentuk segi empat dan terbuat dari tembaga yang memiliki berat lumayan karena besarnya juga dua kali asbak biasa.

"Apa Mbak Mayang tidak mau bermediasi?" tanya pak RT.

Aku menatap ibu. Bagaimanapun juga permasalahan ini sudah ditangani ibu. Dan aku tahu pasti bagaimana bila ibu menangani suatu permasalahan. Dapat dipastikan hanya beliaulah pengambil keputusan.

"Mediasi tetap dilakukan, tapi saya tetap menempuh jalur hukum", jawab ibu.

Seolah tahu aku meminta jawaban atas pertanyaan pak RT.

"Sebenarnya ada masalah apa? Antara anak saya sama mertua Geri ini, sampai dia melukai anak saya?" tanya ibu pada pak RT.

"Lho, jadi Bu Danu belum tahu ya?" Pak RT malah balik bertanya.

"Lha ya belum. Saya langsung ke rumah sakit, ketika temannya anak saya menelepon. Katanya Mayang pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Kepalanya bocor dilukai orang," jawab ibuku panjang lebar.

"Mbak Mayang juga belum cerita?" tanya pak RT lagi.

Aku menggeleng.

"Mayang baru sadar pagi ini, Pak RT!" Bapak menjelaskan.

"Lha, Pak Geri juga gak cerita sama Bapak?"

Kali ini giliran Geri yang ditanya pak RT. Geri tak menjawab. Hanya diam menatapku. Seolah sudah tahu kalo dia tak perlu merespon pertanyaan pak RT.

"Daripada mutar-mutar gak jelas gitu, mending Pak RT saja yang cerita sama saya. Ada masalah apa sampai Mayang dilukai mertua Geri?"

Ibuku memotong pertanyaan Pak RT.

"Gimana ya, Bu. Sebenarnya saya sendiri juga kurang begitu jelas, Bu," jawab pak RT sambil garuk-garuk kepala. Wajahnya tersenyum kecil.

Aku yang mendengar jawaban pak RT, terpaksa menahan tawa. Heran juga bagaimana orang macam dia bisa diangkat menjadi ketua RT.

"Lha kurang jelas gimana to? Bukannya permasalahan mereka itu dibawa ke rumah Pak RT?" tanya ibu dengan raut muka keheranan.

Pak RT menyenggol istrinya. Bukannya membantu menjawab, bu Ira malah memelototinya.

"Benar juga sih, Bu," jawab Pak RT masih garuk-garuk kepala," saya tahunya mereka sudah jotos-jotosan begitu."

"Sudahlah, Bu! Kita tunggu sampai Mayang sehat dulu!" kata bapak menengahi.

Ibu mengerucutkan bibirnya. Menunjukkan hatinya sedang kesal.

"Kalo gitu saya permisi pulang Pak Danu! Semoga Mbak Mayang cepat sembuh dan sehat!" kata pak RT berpamitan pada bapak.

Tidak mau membuang kesempatan rupanya pak RT ini, batinku. Takut diinterogasi lebih lanjut oleh Ibu. Pak RT dan istrinya akhirnya memilih berpamitan pulang.

"Pak Geri belum mau pulang nih?"

Tiba-tiba pak RT membalikkan badannya sebelum sampai ke pintu. Geri yang ditanya agak terkejut.

"Saya.. emm...", jawab Geri bingung.

"Lho, kalo masih mau disini sama Mbak Mayang ya gak apa-apa!" Kali ini pak RT menjawab pertanyaannya sendiri.

Geri mengusap mukanya yang agak memerah mendengar perkataan pak RT. Mungkin malu.

Hahaha, lagian ngapain juga bilang menyukaiku waktu di rumah pak RT, batinku.

"Saya juga pamit, Pak, Bu!" kata Geri berdiri dari kursi menyalami Bapak dan Ibu.

"Oh, sekalian sama Pak RT, Nak Geri?'' Bapakku yang menjawab.

"Iya, Pak," jawab Geri tersenyum mengangguk.

Geri berjalan ke arahku dan menyalamiku.

"Saya pamit dulu ya, Mbak Mayang!"

Aku tersenyum mengangguk. Sebenarnya aku agak kikuk menghadapinya semenjak kejadian di Pak RT kemarin.

"Makasih ya, Geri!" sahutku berbasa-basi.

"Sama-sama, Mbak Mayang," kata Geri masih tersenyum. Mengangguk.

Namun belum sempat Geri berbalik meninggalkanku, tiba-tiba kulihat mas Gandung nyelonong masuk.

"Oh, masih ngejar istriku sampai rumah sakit ya?" tuding Mas Gandung sambil mendorong Geri.

"Mas!" seruku kepada mas Gandung. Aku mencoba bangun. Berharap bisa mencegah mas Gandung agar tak melakukan tindakan yang lebih anarkis pada Geri.

"Hei, jaga sikap kamu ya!" tuding ibu ke mas Gandung.

Kali ini rupanya ibu yang gantian mendorong mas Gandung menjauh dari tempat tidurku.

"Sabar, Bu!" Bapak menahan lengan ibu," jangan ribut di rumah sakit!"

"Harusnya Bapak itu ngomongnya ke menantu Bapak yang tidak bertanggung jawab itu!" sahut ibu marah ditahan bapak.

"Sebaiknya tinggalkan kami dulu ya, Nak Gandung!"

Kali ini Bapak yang meminta mas Gandung untuk pergi.

"Laki-laki inilah, yang membuat Mayang terluka, Pak!" tuding mas Gandung ke Geri.

Geri hanya terdiam.

"Sebaiknya kamu pulang dulu, Geri!" Aku menyuruh Geri pulang. Toh sebenarnya dia tadi juga sudah pamit mau pulang.

"Maaf semuanya, saya pamit dulu." Geri membalikkan tubuhnya dan bergegas pergi.

"Ingat ya, urusan kita belum selesai!" Kembali mas Gandung menuding Geri.

Untung saja Geri tak mempedulikannya.

"Dan kamu, ngapain kamu kesini?" tanya ibu sinis menatap mas Gandung.

"Ya mau nengok istri sayalah, Bu!" jawab mas Gandung.

"Sekarang masih istrimu, besok lusa jangan pernah bermimpi Mayang bisa jadi istrimu lagi!" kata ibu ketus.

"Apa maksud Ibu?" tanya mas Gandung.

"Nanti kamu akan tahu sendiri!" jawab ibu, "oh ya, Pak aku mau keluar. Rasanya ruangan ini jadi panas. Mungkin karena ada orang yang sama sekali tak ingin aku lihat."

Ibu menyambar tas kecilnya dan bergegas pergi. Dari awal ibu tak pernah menyukai mas Gandung. Berkali-kali ibu menyuruhku berpisah dari mas Gandung waktu masih pacaran. Pernikahanku dengan mas Gandung juga tak mendapat restunya.

"Apa maksud perkataan Ibu tadi, Pak?" tanya mas Gandung pada bapak ketika ibu sudah tak ada.

"Sudahlah, gak usah dipikirkan!" jawab bapak.

Akupun diam saja. Malas rasanya membahas apapun dengan lelaki yang masih menjadi suamiku itu. Bukan sekali ini sebenarnya permasalahan yang dibuat mas Gandung terhadapku. Berkali-kali aku harus berurusan dengan banyak orang ketika harus meluruskan tuduhan-tuduhan perselingkuhan yang selalu dilontarkan mas Gandung terhadapku. Dan klimaksnya mungkin sekarang ini. Karena sampai membuat aku terbaring di rumah sakit.

"Gimana keadaanmu?" tanya mas Gandung mendekatiku. Aku menghela napas kasar.

"Ya, Mas kan bisa liat sendiri!" jawabku asal. Entah apa yang diinginkan mas Gandung hingga tak pernah berhenti membuat tuduhan fitnah perselingkuhan padaku.

"Masa, sampai di rumah sakit pun kalian berdua masih saja mengambil kesempatan," kata mas Gandung.

"Kesempatan apa?" tanyaku agak tersinggung. Kutatap wajahnya dengan marah.

"Ya kesempatan berduaanlah, emang kesempatan apalagi!" jawab mas Gandung.

"Yaelah Mas.. Mas, kenapa pikiranmu itu selalu kotor?" tanyaku semakin tersulut emosi, "tanya saja sama Bapak tuh, tadi banyak orang disini. Bapak dan Ibu ada, pak RT sama Bu RT juga ada. Mana ada aku berduaan sama Geri."

"Dia sendiri sudah bilang kalo menyukaimu, harusnya kamu tolak dia dong waktu mau bezuk kamu," kata mas Gandung, "ini bukannya nolak, malah ngarepin."

"Masha Allah, tega ya Mas kamu ngomong kayak gitu!" kataku dengan suara bergetar. Sesak rasanya dada ini mendengar omongannya.

"Sudahlah, Nak Gandung! Mayang kan lagi sakit. Gak usah membebani pikirannya lagi!" Bapak berusaha menengahi.

"Tapi ini sudah keterlaluan, Pak!" kata mas Gandung tidak mau berhenti.

"Keterlaluan gimana, Nak Gandung? Gak baik menuduh istri sendiri!" kata Bapak menasehati.

"Ini bukan sekedar menuduh, Pak! Kenyataannya Mayang itu memang berselingkuh!" mas Gandung masih ngotot.

"Oh, jadi Mayang berselingkuh?"

Tiba-tiba saja Ibuku membuka pintu dari luar. Bertanya pada mas Gandung dengan sorot mata penuh amarah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 26. Sisi Lain Geri

    Aku beranikan mendekati Geri ketika dia tak juga bergerak dari tempat tidur. Aku naik keatas ranjang. Beringsut mendekati tubuhnya yang tengah terbaring. Kuperhatikan sebentar wajah itu seperti tertidur. Apa mungkin Geri lelah setelah di perjalanan tadi sementara kondisi dia juga sedang sakit. "Ger?!" panggilku lirih. Khawatir mengagetkannya.Geri tak menyahut. Entah memang tak mendengar karena tertidur atau hanya pura-pura.Aku jadi bingung harus berbuat apa. Di kamar berdua bersama Geri seperti ini jujur saja membuat hatiku tidak tenang.Aku membalikkan badan dan bermaksud turun dari tempat tidur ketika tiba-tiba dikejutkan tangan Geri yang mencekal pergelangan tanganku dari belakang.Aku menoleh. Bersamaan dengan Geri yang langsung bangun dan duduk berhadapan denganku."Kau?!" Aku terkejut menatap wajahnya.Geri juga menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan. Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya. Tapi Geri tak mau melepaskan."Geri? Aaa..aku...!" Belum sempat aku me

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 25. Terjebak

    Aku tak begitu menanggapi candaan Geri. Takutnya kalau kutanggapi malah ngelantur kemana-mana. "Kok nggak respon, Mbak?" tanya Geri menyalakan sebatang rokok. Dibukanya sedikit kaca jendela mobilku."Takutnya kebablasan jadi dukun cabul."Ups! Rasanya hendak kutarik ucapanku barusan. Padahal sebelumnya sudah kuniati untuk tak menanggapi omongan Geri. Namun kenapa malah omongan itu yang justru keluar dari bibirku.Geri sontak menoleh mendengar ucapanku. Entah apa maksudnya."Bercanda!!" sanggahku cepat. Agak malu juga sebenarnya kenapa aku menanggapi ocehannya tadi."Kalau dokter cinta saja gimana, Mbak?" tanyanya.Yaelah! Untung sudah sampai ke kantor om Hendri. Jadi aku tak perlu lagi menjawab pertanyaannya."Ikut turun?" tanyaku membuka handle pintu mobil. Geri ikut membuka pintu mobil dan turun bersamaku memasuki kantor om Hendri.Om Hendri yang memang sudah menyuruhku datang ke kantornya sedari kemarin juga sudah menungguku di ruang kerjanya.Tak banyak yang aku ceritakan karena

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 24. Bersama Geri

    "Emangnya Ibumu ini punya tampang kriminal?" Ibu malah balik bertanya. Menjitak kepalaku. Lagi-lagi aku meringis."Berarti Ibu cuma menggertak saja kan?" tanyaku." Hemmm!" Aku bernapas lega. Tak bisa aku bayangkan jika memiliki ibu seorang pembunuh. Hih, aku tergidik ngeri."Makanya cepat diurus perceraianmu dengan suamimu itu! Besok Om Hendri nyuruh kamu datang ke kantor," kata ibu memberitahuku."Tanyakan sama Om Hendri bagaimana secepatnya perceraian itu bisa di proses agar tak berlarut-larut," kata bapak menambahi perkataan ibu.Waktu berjalan tanpa terasa saat kami bertiga mengobrol.Aku menguap beberapa kali sebelum akhirnya ibu menyuruhku tidur."Sana, istirahat! Kalau kamu sudah menguap terus itu tandanya tubuhmu perlu tidur! Istirahat! Masuk kamar sana! Ibu masih ingin ngobrol dulu sama bapakmu!" usir ibu sambil mendorong tubuhku agar masuk kamar."Iyalah, Bu...Pak, Mayang tidur dulu lah," sahutku sambil menguap lagi. Setelah itu aku bergegas masuk kamar.******Pagi-pagi s

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 23. Ibu Mengancam Mas Gandung Dengan Senapan

    Sreek.Sreek.Dengan gerakan cepat. Ibu menarik pelatuk senapan laras panjang. Benda yang diambilnya dari dalam rumah. Mengarahkannya ada mas Gandung.Astaghfirullah! Aku menutup mulutku karena ketakutan."Masya Allah, Bu! Jangan lakukan itu! Sabar, Bu!" Bapak gegas menghampiri ibu dan berusaha menurunkan tangan ibu yang lurus mengarah ke mas Gandung."Pergi dari rumahku!!! Atau kau akan pulang tinggal nama!!" teriak ibu dari arah pintu. Tetap mengarahkan senapan laras panjang itu ke mas Gandung.Mas Gandung yang sempat terkejut. Kini malah semakin terpaku di tempatnya berdiri. Seolah tak menyangka kalau ibu akan berbuat senekat itu Aku sendiri juga tak tahu entah darimana ibu memiliki senapan itu."Ibu hanya menggertakku, kan?" tanya mas Gandung lirih.Ada keraguan dalam nada bicaranya. "Nak Gandung, tolonglah tinggalkan tempat ini segera!" kata bapak pada mas Gandung.Mas Gandung menatap bapak dan ibu bergantian."Kalian mencoba menakuti aku kan? Dengan senapan mainan itu?" tanya m

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 22. Sepenggal Masa Lalu

    "Aku belum selesai bicara!" kata mas Gandung menarik tubuhku hingga berdiri di hadapannya."Mau bicara apa lagi?""Jauhi lelaki itu!" kata mas Gandung. Mirip sebuah ancaman.Aku menghela nafas kasar. Bagaimana bisa mas Gandung menyuruhku menjauhi lelaki bernama Juan itu. Sementara aku memang tidak pernah dekat dan tidak pernah menjalin hubungan apapun dengannya."Kau dengar yang aku bilang?" tanya mas Gandung. Seolah hendak memastikan kalau telingaku ini masih sanggup berfungsi dan mendengar perkataannya.Aku mengangguk. Aku tak ingin memperpanjang masalah. Terus terang pertengkaran demi pertengkaran yang aku alami membuatku merasa sangat lelah."Kau harus janji!" kata mas Gandung setengah memaksa.Aku mendongakkan kepala yang rasanya sudah berdenyut-denyut. Pukulan dan tamparan yang aku terima di awal pertengkaran tadi baru terasa akibatnya sekarang."Iya!" jawabku datar. Tanpa ekspresi. Dan aku memang tak lagi merasakan apapun pada lelaki yang tengah berdiri di hadapanku ini selain r

  • FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!   BAB 21. Mas Gandung Meminta Uang

    Aku menatap tak percaya pada mas Gandung. Apa dia tidak berpikir kalau permintaannya itu sangat tidak masuk akal? Bahkan akan membuat bapak dan ibu semakin ilfeel padanya."Kenapa?" tanya mas Gandung sedikit terkejut dengan reaksiku yang tidak seperti biasanya."Apa Mas nggak malu meminta uang pada orang tuaku? Mas kan tahu bagaimana sikap Ibu pada Mas?" tanyaku sekaligus menjawab pertanyaan mas Gandung."Ya kamu jangan bilang dong, kalau yang makai uang itu ibunya Mas" mas Gandung masih mencoba membujukku."Dengar ya Mas! Selama aku disini saja aku diurus sama Bapak dan Ibu. Mas saja nggak pernah memberi aku uang. Lhah ini malah ibunya Mas yang minta ke aku. Kenapa bukan Mas saja yang memberi uang pada ibunya Mas?" tanyaku mulai geram."Mas kan belum kerja, Yang! Nanti Mas ganti kalau Mas sudah dapat kerjaan!" jawab mas Gandung dengan percaya diri."Kapan Mas bisa dapat kerjaan? Mas aja selama ini nggak pernah mau cari kerja!" sahutku kesal. Mas Gandung selalu memilih-milih pekerjaan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status