Share

BAB 4. Pertemuan Mas Gandung Dan Geri

Bapak bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum."

Kudengar suara pak RT mengucap salam.

"Waalaikumsalam," jawab bapak," eh Pak RT rupanya, silakan masuk, Pak!"

Benar dugaanku. Pak RT sama istrinya, bu Ira yang datang. Bapak dan pak RT emang sudah saling kenal. Keduanya bersalaman.

Pak RT dan istrinya masuk. Keduanya juga menyalami ibuku, yang hanya merespon dingin.

"Lo, udah ada Pak Geri rupanya?" Pak RT berjalan menuju Geri.

Geri berdiri dan menyalami pak RT dan bu Ira.

"Iya, Pak RT. Saya tadi dari toko, mampir kesini," jawab Geri tersenyum.

"Gimana kabarnya, Bu Mayang?" Bu Ira, istri pak RT menanyakan keadaanku.

"Sudah mendingan, Bu," jawabku tersenyum.

"Syukurlah," sahut pak RT dan istrinya bersamaan.

"Gimana kabar mertua Pak Geri?" tanya pak RT.

"Masih diproses, Pak," jawab Geri.

"Asbak saya diambil sama polisi untuk jadi barang bukti. Padahal itu barang antik yang harganya jutaan," kata pak RT lagi.

Pak RT memang penggemar barang antik. Rupanya asbak antik beliau yang dilempar bu Ida ke kepalaku. Pantas saja membuatku pingsan. Asbak itu berbentuk segi empat dan terbuat dari tembaga yang memiliki berat lumayan karena besarnya juga dua kali asbak biasa.

"Apa Mbak Mayang tidak mau bermediasi?" tanya pak RT.

Aku menatap ibu. Bagaimanapun juga permasalahan ini sudah ditangani ibu. Dan aku tahu pasti bagaimana bila ibu menangani suatu permasalahan. Dapat dipastikan hanya beliaulah pengambil keputusan.

"Mediasi tetap dilakukan, tapi saya tetap menempuh jalur hukum", jawab ibu.

Seolah tahu aku meminta jawaban atas pertanyaan pak RT.

"Sebenarnya ada masalah apa? Antara anak saya sama mertua Geri ini, sampai dia melukai anak saya?" tanya ibu pada pak RT.

"Lho, jadi Bu Danu belum tahu ya?" Pak RT malah balik bertanya.

"Lha ya belum. Saya langsung ke rumah sakit, ketika temannya anak saya menelepon. Katanya Mayang pingsan dan dibawa ke rumah sakit. Kepalanya bocor dilukai orang," jawab ibuku panjang lebar.

"Mbak Mayang juga belum cerita?" tanya pak RT lagi.

Aku menggeleng.

"Mayang baru sadar pagi ini, Pak RT!" Bapak menjelaskan.

"Lha, Pak Geri juga gak cerita sama Bapak?"

Kali ini giliran Geri yang ditanya pak RT. Geri tak menjawab. Hanya diam menatapku. Seolah sudah tahu kalo dia tak perlu merespon pertanyaan pak RT.

"Daripada mutar-mutar gak jelas gitu, mending Pak RT saja yang cerita sama saya. Ada masalah apa sampai Mayang dilukai mertua Geri?"

Ibuku memotong pertanyaan Pak RT.

"Gimana ya, Bu. Sebenarnya saya sendiri juga kurang begitu jelas, Bu," jawab pak RT sambil garuk-garuk kepala. Wajahnya tersenyum kecil.

Aku yang mendengar jawaban pak RT, terpaksa menahan tawa. Heran juga bagaimana orang macam dia bisa diangkat menjadi ketua RT.

"Lha kurang jelas gimana to? Bukannya permasalahan mereka itu dibawa ke rumah Pak RT?" tanya ibu dengan raut muka keheranan.

Pak RT menyenggol istrinya. Bukannya membantu menjawab, bu Ira malah memelototinya.

"Benar juga sih, Bu," jawab Pak RT masih garuk-garuk kepala," saya tahunya mereka sudah jotos-jotosan begitu."

"Sudahlah, Bu! Kita tunggu sampai Mayang sehat dulu!" kata bapak menengahi.

Ibu mengerucutkan bibirnya. Menunjukkan hatinya sedang kesal.

"Kalo gitu saya permisi pulang Pak Danu! Semoga Mbak Mayang cepat sembuh dan sehat!" kata pak RT berpamitan pada bapak.

Tidak mau membuang kesempatan rupanya pak RT ini, batinku. Takut diinterogasi lebih lanjut oleh Ibu. Pak RT dan istrinya akhirnya memilih berpamitan pulang.

"Pak Geri belum mau pulang nih?"

Tiba-tiba pak RT membalikkan badannya sebelum sampai ke pintu. Geri yang ditanya agak terkejut.

"Saya.. emm...", jawab Geri bingung.

"Lho, kalo masih mau disini sama Mbak Mayang ya gak apa-apa!" Kali ini pak RT menjawab pertanyaannya sendiri.

Geri mengusap mukanya yang agak memerah mendengar perkataan pak RT. Mungkin malu.

Hahaha, lagian ngapain juga bilang menyukaiku waktu di rumah pak RT, batinku.

"Saya juga pamit, Pak, Bu!" kata Geri berdiri dari kursi menyalami Bapak dan Ibu.

"Oh, sekalian sama Pak RT, Nak Geri?'' Bapakku yang menjawab.

"Iya, Pak," jawab Geri tersenyum mengangguk.

Geri berjalan ke arahku dan menyalamiku.

"Saya pamit dulu ya, Mbak Mayang!"

Aku tersenyum mengangguk. Sebenarnya aku agak kikuk menghadapinya semenjak kejadian di Pak RT kemarin.

"Makasih ya, Geri!" sahutku berbasa-basi.

"Sama-sama, Mbak Mayang," kata Geri masih tersenyum. Mengangguk.

Namun belum sempat Geri berbalik meninggalkanku, tiba-tiba kulihat mas Gandung nyelonong masuk.

"Oh, masih ngejar istriku sampai rumah sakit ya?" tuding Mas Gandung sambil mendorong Geri.

"Mas!" seruku kepada mas Gandung. Aku mencoba bangun. Berharap bisa mencegah mas Gandung agar tak melakukan tindakan yang lebih anarkis pada Geri.

"Hei, jaga sikap kamu ya!" tuding ibu ke mas Gandung.

Kali ini rupanya ibu yang gantian mendorong mas Gandung menjauh dari tempat tidurku.

"Sabar, Bu!" Bapak menahan lengan ibu," jangan ribut di rumah sakit!"

"Harusnya Bapak itu ngomongnya ke menantu Bapak yang tidak bertanggung jawab itu!" sahut ibu marah ditahan bapak.

"Sebaiknya tinggalkan kami dulu ya, Nak Gandung!"

Kali ini Bapak yang meminta mas Gandung untuk pergi.

"Laki-laki inilah, yang membuat Mayang terluka, Pak!" tuding mas Gandung ke Geri.

Geri hanya terdiam.

"Sebaiknya kamu pulang dulu, Geri!" Aku menyuruh Geri pulang. Toh sebenarnya dia tadi juga sudah pamit mau pulang.

"Maaf semuanya, saya pamit dulu." Geri membalikkan tubuhnya dan bergegas pergi.

"Ingat ya, urusan kita belum selesai!" Kembali mas Gandung menuding Geri.

Untung saja Geri tak mempedulikannya.

"Dan kamu, ngapain kamu kesini?" tanya ibu sinis menatap mas Gandung.

"Ya mau nengok istri sayalah, Bu!" jawab mas Gandung.

"Sekarang masih istrimu, besok lusa jangan pernah bermimpi Mayang bisa jadi istrimu lagi!" kata ibu ketus.

"Apa maksud Ibu?" tanya mas Gandung.

"Nanti kamu akan tahu sendiri!" jawab ibu, "oh ya, Pak aku mau keluar. Rasanya ruangan ini jadi panas. Mungkin karena ada orang yang sama sekali tak ingin aku lihat."

Ibu menyambar tas kecilnya dan bergegas pergi. Dari awal ibu tak pernah menyukai mas Gandung. Berkali-kali ibu menyuruhku berpisah dari mas Gandung waktu masih pacaran. Pernikahanku dengan mas Gandung juga tak mendapat restunya.

"Apa maksud perkataan Ibu tadi, Pak?" tanya mas Gandung pada bapak ketika ibu sudah tak ada.

"Sudahlah, gak usah dipikirkan!" jawab bapak.

Akupun diam saja. Malas rasanya membahas apapun dengan lelaki yang masih menjadi suamiku itu. Bukan sekali ini sebenarnya permasalahan yang dibuat mas Gandung terhadapku. Berkali-kali aku harus berurusan dengan banyak orang ketika harus meluruskan tuduhan-tuduhan perselingkuhan yang selalu dilontarkan mas Gandung terhadapku. Dan klimaksnya mungkin sekarang ini. Karena sampai membuat aku terbaring di rumah sakit.

"Gimana keadaanmu?" tanya mas Gandung mendekatiku. Aku menghela napas kasar.

"Ya, Mas kan bisa liat sendiri!" jawabku asal. Entah apa yang diinginkan mas Gandung hingga tak pernah berhenti membuat tuduhan fitnah perselingkuhan padaku.

"Masa, sampai di rumah sakit pun kalian berdua masih saja mengambil kesempatan," kata mas Gandung.

"Kesempatan apa?" tanyaku agak tersinggung. Kutatap wajahnya dengan marah.

"Ya kesempatan berduaanlah, emang kesempatan apalagi!" jawab mas Gandung.

"Yaelah Mas.. Mas, kenapa pikiranmu itu selalu kotor?" tanyaku semakin tersulut emosi, "tanya saja sama Bapak tuh, tadi banyak orang disini. Bapak dan Ibu ada, pak RT sama Bu RT juga ada. Mana ada aku berduaan sama Geri."

"Dia sendiri sudah bilang kalo menyukaimu, harusnya kamu tolak dia dong waktu mau bezuk kamu," kata mas Gandung, "ini bukannya nolak, malah ngarepin."

"Masha Allah, tega ya Mas kamu ngomong kayak gitu!" kataku dengan suara bergetar. Sesak rasanya dada ini mendengar omongannya.

"Sudahlah, Nak Gandung! Mayang kan lagi sakit. Gak usah membebani pikirannya lagi!" Bapak berusaha menengahi.

"Tapi ini sudah keterlaluan, Pak!" kata mas Gandung tidak mau berhenti.

"Keterlaluan gimana, Nak Gandung? Gak baik menuduh istri sendiri!" kata Bapak menasehati.

"Ini bukan sekedar menuduh, Pak! Kenyataannya Mayang itu memang berselingkuh!" mas Gandung masih ngotot.

"Oh, jadi Mayang berselingkuh?"

Tiba-tiba saja Ibuku membuka pintu dari luar. Bertanya pada mas Gandung dengan sorot mata penuh amarah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status