“Untuk apa kalian ribut di depan pintu. Kalian pikir aku tidak dengar pagar yang dibuka tadi,” ujar Hawa, ibunya Danil. Danil dan Falfayria hampir copot jantungnya saking kagetnya. Terutama Danil.
“Maaf Ibu, tapi aku ...."
“Sudahlah, ayo cepat masuk!”
Danil masuk duluan, Falfayria masih tercengang. Tapi Danil mengundangnya juga masuk ke rumah. Falfayria melihat berbagai pajangan di meja dan dinding rumah. Ruangan depan hanya berisi pajangan dan foto, foto keluarga. Ada juga rak-rak yang dihiasi tanaman di pot. Mereka melepaskan sepatu mereka. Danil menaruh sepatunya di wadah sepatu di samping pintu. Falfayria melakukan hal yang sama.
“Kau lapar Danil. Sholat dulu baru makan sana,” tukas Hawa. Danil hanya berguman.
“Dan kau gadis manis. Kau bisa tunggu di ruang tamu. Kalau kau juga mau ... “
“Ah, tidak. Aku tunggu di ruang tamu saja,” Falfayria buru-buru menjawab.
&ldquo
Falfayria memicingkan matanya seraya melihat Danil dan kertas yang dia pegang.“Kau dari tadi tidak acuh, ya? Dan apa itu?” tanya Falfayria ketus.“Tombol, kita harus menekan tombolnya. Kau lihat, tidak mungkin kotak yang lebarnya tebal bertumpuk hanya memiliki ruang sekecil ini,” Danil menjesalkan analisisnya.Falfayria mengangkat sebelah alis. Lalu ia melihat kedalam kotak itu lagi. “Jadi?” tukas Falfayria, ia menelaah ruang kecil kotak itu. Matanya bergerak bolak-balik.“Jadi kau dari tadi tidak memerhatikan! Lihatlah! Pasti ada tombol untuk membuka ruangan lain di kotak itu. Dan kertas ini aneh sekali tulisannya. Seperti bahasa lain.““Biar kulihat.” Falfayria membaca kertas itu.Dan memang tulisannya berbeda itu adalah tulisan di planet Warnas. Tapi ia tidak bisa membacanya dengan jelas karena kertasnya yang tipis itu menjadi coklat dan rapuh. Ada beberapa serpihan kertas itu d
Danil masih bertanya-tanya kenapa Falfayria susah sekali makan. Malam tadi dia hanya makan kue, hampir dihabiskan, sih. Tapi tetap saja. Saat sarapan ia merapikan tidurnya dengan rapi sekali, tapi sofanya masih dalam ranjang. Ibu Danil menyuruhnya ke ruang makan untuk sarapan bersama. Ayah Danil belum pulang.Namun kehadiran kakek Danil sepertinya menggantikan perannya. Ia kadang-kadang pikun dan membuat Falfayria tertawa sambil menutup mulutnya. Danil ingin cepat-cepat selesai dengan sarapannya. Kakeknya membuat semuanya menjadi lebih lama. Dia menanyakan makan apa untuk makan siang. Tapi kemudian ia pikir sekarang makan malam. Danil harus membantu kakeknya mengambil sarapan. Sementara Falfayria mengutak-atik makanannya. Ibunya Danil, Hawa bilang ada pekerjaan lagi, jadi ia harus pergi ke dinas. Sebenarnya Ibunya Danil adalah sekertarisnya Ayah Danil. Sekarang ayahnya di luar kota, ibunya membereskan pekerjaan lainnya. Tinggal kakek dan dua anak itu. Mereka bilang kepada kak
Saat mereka sudah sampai di aula istana. Mereka disambut oleh tirai-tirai seperti panji besar menghiasi dinding. Ada juga beberapa senjata dan baju besi yang dipajang di sana. Pintu masuk besar itu dibukakan oleh kedua penjaga yang berbadan besar. Mereka memakai pakaian serba panjang dan sarung tangan yang menutupi lengan baju mereka sampai siku. Juga topi yang begitu panjang. Ada beberapa aksesoris dan lencana di baju mereka, seperti pangkat para penjaga. Mereka lalu pergi ke ruang singgasana. Disana ada dua kursi besar dan ada satu kursi panjang dan satu kursi di antara kursi yang besar. Ada juga beberapa deretan kursi di depan kursi itu. Singgasana itu agak tinggi karena beberapa anak tangga tampak tersembunyi di balik deretan kursi itu. Ruangan itu juga sepi. Sangat aneh untuk kastil yang besar ini. Ada juga altar di atas mimbar singgasana.“Mana yang lain? Kau bilangkan ...?” Danil membuat ruangan itu bergema.Falfayria memutar bola matanya. “Ber
Awalnya di ruang bawah hanya untuk perlengkapan senjata dan meriam ataupun kata pel. Tapi saat mereka jarang berperang lagi, alat—senjata itu dipindahkan, ke permukaan. Atau juga untuk memindahkan barang dan persediaan makanan di ruang bawah tanah. Tutup atap bundar itu terbuat dari kayu. Ada juga tiang jaring besi yang menutupi tutupan itu. Mereka digeser oleh tarikan yang di tarik oleh tali. Beberapa orang menarik talinya dan perlahan tutupan kayu dan besinya terbuka, atau menutup. Falfayria membutuhkan 12 cermin yang mewakilkan 12 warna di Jimat kristal warna itu. Cerminnya disusun melingkar dan polanya seperti Jimat Kristalnya. Ke 12 warna yang urutannya dari atas yaitu: Putih, Pink/Merah muda, Ungu, Nila, Biru, Hijau, Kuning, Jingga, Merah, Cokelat, Hitam, dan Abu-abu. Saat semua cerminnya sudah disusun. Ada meja bundar di tengah-tengah cermin untuk jimat dan kristal portal, entah akan berguna atau tidak. Pertama-tama jimatnya diletakkan di meja. Lalu tutup atap d
Falfayria sampai ke kawah itu. Ia melewati jalan pintas melewati portal kristal yang rusak. Menuruni lembah di sampingnya. Danil membuntuti Falfayria, untunglah ia bisa menemukannya. Dengan hati-hati Falfayria menuruni bukit ke lembah berkawah. Pepohonan berdaun lebat disisi lembah menjulang seperti perbatasan di bukit itu. Danil melihat di balik pepohonan itu. Saat Falfayria mulai jalan ke tengah kawah berdebu pasir itu. Danil menuruni kawahnya pelan-pelan dan bersembunyi di balik batu besar. Kau pasti penasaran kenapa Danil diam-diam membuntuti Falfayria. Danil masih curiga dengan Falfayria, dan Byzan bilang kalau mereka tidak bisa membuat bola cahaya di tangannya dan pecah begitu saja. Dan satu lagi yang paling Danil tidak percaya lagi. Ia bertemu dengan wanita, yang di sebut-sebut sebagai Murghoana, selir para Waemon. Ada di kawah itu.“Wae,wae. Akhirnya kau datang juga, Muridku. Seperti yang kau lihat ini adalah pertemuan dan pelatihan terakhir saat kau menjadi mur
Danil menjadi gelisah. Ia mengangkat pundak Falfayria. Menyandarkannya ke pahanya.“Kau, bisa berdiri? Kau gak apa-apa? Kenapa jadi begini?” kata Danil panik.Falfayria dipenuhi luka sayatan kecil dimuka dan tangannya. Ia begitu lemah dan berdebu.“Aku harus kembali ke istana,” guman Falfayria lirih.“Baiklah. Aku akan mengangkatmu, atau mau aku gendong?”“Terserah kau saja. Aku harus kembali ke istana, dengan segera!” Falfayria kemudian tak sadarkan diri. Danil melingkarkan tangan Falfayria ke lehernya. Pelan-pelan ia meletakkan tangan kanannnya di kedua lutut Falfayria yang kecil itu dan tangan kirinya di punggungnya. Ia agak risi, tapi ia tidak bisa meninggalkannya sendirian dan memanggil yang lain dahulu. Danil mengangkat Falfayria pelan-pelan. Ia ternyata ringan jadi Danil tak perlu susah payah menaiki bukit. Saat ia berada di belakang portal kristal yang rusak, sebuah suara melengking kera
“Inilah saatnya. Kehancuran. Murghoana, kau sudah siap?” tanya pria itu.“Tentu saja, Nasa(Raja) Raja Syayt Yashid. Aku kan menghancurkan semuanya,” jawab Murghoana.“Bagus. Sekarang cermin portal warna-warna mereka kan hilang.”“Dan mereka semua kan sengsara dan hancur. Nasa dan Gerhanya akan binasa.”“Ya, semuanya.” Lalu ia tertawa sangat mengerikan.Raja Syayt tertawa begitu keras. Sampai-sampai Falfayria terbangun. Ia duduk tegak di tempat tidur besar berkelambu. Putri Amy duduk disampingnya.“Kau tidak apa sekarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Dan istana sedang diserang,” kata nya.Falfayria melompat dari tempat tidurnya. Beranjak ke pintu dan melihat keadaan.“Tunggu, adikku. Kau sebaiknya makan dulu. Lagipula di luar berbahaya,” Amy memeringatkan dengan sedikit teriak.Falfayria tidak menghiraukannya. Ia lalu melihat dibalkon
Falfayria kewalahan melawan Raja Syayt. Byzan mengambil busur panah dari prajurit yang sudah gugur tergeletak di tanah. Ia melesatkan panahnya berkali-kali sampai habis. Tapi prisai jimat sihir itu menangkis semuanya. Falfayria terengah-engah mempertahankan posisinya. Kemudian ia merasa ada yang ganjil. Ia menoleh kebelakang dan melihat Murghoana memasuki istana, berniat ke ruang bawah. Raja Syayt menyerang dengan bola hitam-keunguan ke arah Falfayria. Pertahanan Falfayria hampir goyah.“Kakak Byzan! Murghoana masuk ke istana. Seseorang harus menghentikannya,” katanya.Satu tangannya melancarkan bola cahaya enam kali ke Raja Syayt. Byzan berbalik dan melihat Murghoana masuk dan menghabisi para prajurit dan penjaga. Perhatiannya kembali ke Raja Syayt.“Tidak mungkin! Bagaimana bisa kita... agh, ini kacau sekali,” gerutunya.Kemudian saat ke luar benteng, Danil berlari sambil membidik Raja Syayt dengan Thempaka tapi ia belum tahu itu