Share

KEDIAMAN ADITAMA

Penulis: Imnadha09
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-20 12:25:56

Pagi itu, suasana kediaman keluarga besar Aditama terasa hening. Pertemuan khusus sedang berlangsung. Tidak ada satupun orang luar yang diizinkan masuk,bahkan bodyguard pribadi pun diperintahkan untuk menunggu di luar gerbang.

Frans melangkah masuk dengan wajah serius. Ada sesuatu yang harus ia sampaikan, sesuatu yang bisa mengguncang seluruh keluarga Aditama.

“Selamat pagi, Tuan Aditama,” sapa Frans sambil sedikit menunduk.

“Pagi, Frans. Tumben sekali kamu datang berkunjung. Ada apa sebenarnya?” tanya Pak Aditama dengan dahi berkerut.

“Kebetulan keluarga besar Bapak sedang berkumpul. Saya datang membawa sebuah informasi penting,” jawab Frans tenang namun tegas.

“Informasi apa?” sahut Pak Bugi penasaran.

“Ini… tentang Bu Nina.”

Sekejap, ruangan itu sunyi. Semua anggota keluarga saling pandang dengan wajah terkejut.

Nina adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga Aditama. Dulu, ketika keluarga ini berada di puncak kejayaan, Gunawan begitu menghargainya. Namun, setelah kabar bangkrut itu beredar, sikapnya berubah. Nina yang sedang mengandung besar justru mendapat siksaan kejam dari suaminya sendiri.

“Kenapa kamu tiba-tiba membahas Nina, Frans? Ada apa sebenarnya?” tanya Pak Aditama dengan nada tajam.

Frans mengeluarkan sebuah map tebal, lalu menyerahkannya. “Ini adalah dokumen tentang Bu Nina. Silakan Bapak lihat sendiri.”

Tangan Pak Aditama sedikit bergetar saat membuka lembar demi lembar. Wajahnya memucat.

“Ini… ini tidak mungkin…” suaranya parau.

Di dalam dokumen itu tertulis jelas—Nina memiliki seorang anak perempuan. Gadis itu sangat mirip dengan Nina di masa mudanya.

“Jadi… Tante Nina punya anak? Bagaimana mungkin Om Gunawan menyembunyikan hal sepenting ini?” seru Alex dengan nada tidak percaya.

“Dan bukan hanya itu,” lanjut Frans, “di sini ada bukti kekerasan yang dilakukan Gunawan terhadap Nadha. Lebih parah lagi… ia memilih keluarga barunya, dan membuang Nadha sendirian di pinggiran kota.”

Brakkk!!!

Tongkat kayu menghantam lantai dengan keras. Pak Aditama berdiri, wajahnya merah padam menahan amarah.

“Gunawan benar-benar sudah gila! Sepertinya dia memang sudah bosan hidup!” bentaknya.

“Sekarang Nadha ada di mana?” tanya Pak Bugi dengan nada cemas.

“Dia sedang bersekolah. Nanti, aku akan membawanya ke sini,” jawab Frans mantap.

Pak Bugi menarik napas panjang. “Terima kasih, Frans. Kalau bukan karena kamu, mungkin sampai sekarang kami tidak tahu kalau Mbak Nina meninggalkan seorang anak.”

“Kalau begitu, saya pamit. Ada urusan kantor yang harus segera saya selesaikan,” ujar Frans sebelum berdiri dan memberi hormat kecil.

Keluarga Aditama mengangguk pelan. Namun setelah Frans pergi, ketegangan di ruang itu justru semakin menebal.

“Gunawan… tega sekali dia,” gumam Pak Aditama dengan suara bergetar.

“Lebih dari itu, Pa. Dia tidak hanya menyiksa Nadha, tapi juga membuangnya. Ini sudah keterlaluan!” sambung Pak Bugi.

“Kita tidak bisa diam. Gunawan harus diberi pelajaran,” tegas Pak Aditama.

“Untuk sekarang, lebih baik kita fokus ke Nadha dulu, Pa. Aku tidak sabar bertemu dengannya. Wajahnya… benar-benar cerminan Mbak Nina,” ujar Pak Bugi dengan nada haru.

“Baiklah. Siapkan hadiah terbaik, hadiah yang pantas untuk cucu keluarga Aditama,” perintah Pak Aditama dengan suara berat.

“Baik, Pa.”

“Siap, Kek,” timpal Alex mantap.

Sementara itu, di dalam mobil hitam yang melaju kencang, Frans duduk bersandar dengan wajah kelam. Ponselnya berbunyi sebuah pesan masuk dari Gina. Frans membuka dan membaca cepat. Wajahnya berubah muram.

“Berani sekali mereka… menghukum istriku,” desisnya dengan mata penuh amarah.

“Kita langsung ke sekolah sekarang,” ucap Frans dingin.

“Bagaimana dengan rapat hari ini, Tuan?” tanya Rendi hati-hati dari kursi depan.

“Kita tunda. Istriku harus mendapatkan keadilan. Tidak ada yang lebih penting dari itu,” jawab Frans penuh tekad.

Rendi hanya bisa mengangguk. Mobil itu pun melaju lebih cepat, membawa Frans menuju babak baru dari perseteruan keluarga yang penuh rahasia dan dendam.

Setibanya di sekolah, Frans langsung terpaku melihat Nadha berlari mengelilingi lapangan. Nafas gadis itu tersengal, wajahnya basah oleh keringat, kaki telanjangnya mulai memerah karena menapak aspal panas.

Alis Frans langsung mengeras. “Kenapa dia dihukum, Gina? Bukankah aku menyuruhmu untuk mengawasinya?” suaranya meledak penuh amarah.

“Maaf, Tuan… saya lengah. Nona Nadha dihukum karena ulah saudara tirinya. Dia merebut tugas Nona, sehingga Nona yang dituduh bersalah,” jawab Gina gugup.

Frans mengepalkan tangannya. “Keterlaluan! Aku akan membuat perhitungan dengan mereka.” Langkah kakinya berat, penuh ancaman. “Suruh semua guru berkumpul di ruang guru. Aku akan mengadili mereka.”

Nadha yang masih terengah langsung tertegun melihat suaminya masuk ke sekolah. Jantungnya berdegup keras, rasa takut bercampur cemas. Ia tahu, jika rahasia pernikahannya terbongkar, kehidupannya di sekolah akan berubah selamanya.

“Ya Tuhan… kenapa dia harus datang ke sini?” bisik Nadha, tubuhnya kaku saat Frans mendekatinya.

Tanpa banyak bicara, Frans meraih jaketnya, menyelimuti tubuh Nadha, lalu menarik tangannya menuju ruang guru. Setibanya di sana, semua guru dan kepala sekolah buru-buru berdiri, menyambut dengan wajah dipaksakan.

“Selamat datang, Tuan Frans,” ucap mereka hampir serempak, tapi senyum tipis yang terukir lebih mirip ketakutan.

Namun saat melihat Nadha berdiri di belakang Frans, beberapa guru langsung menunjuknya dengan tatapan merendahkan.

“Hei, Nadha! Kamu ngapain ikut ke sini? Cepat kembali ke kelas!” bentak Bu Monica lantang.

“Maaf, Tuan Frans. Murid saya ini memang bandel,” tambahnya dengan nada menjilat.

Frans menoleh dingin, matanya tajam menusuk. “Nadha tetap di sini. Jangan ada yang berani menyuruhnya pergi,” ucapnya datar, tapi cukup membuat mulut Bu Monica terkunci.

Ruangan mendadak hening. Hanya suara detik jam yang terdengar, membuat suasana semakin mencekam.

Kepala sekolah memberanikan diri berbicara. “A-ada masalah apa sampai Tuan Frans datang langsung ke sekolah?” suaranya bergetar, keringat dingin menetes di pelipisnya.

Frans menatap mereka satu per satu, seperti singa yang mengamati mangsanya. “Saya mendapat laporan bahwa keponakan saya selalu diperlakukan seperti sampah di sekolah ini. Apa ini yang kalian ajarkan? Membiarkan bullying merajalela?” suaranya menggelegar.

“Selama bertahun-tahun ia menderita, dan kalian diam saja! Andaikan saya tidak menaruh mata-mata di sekolah ini, mungkin saya tidak akan pernah tahu betapa keponakan saya disiksa di sini.”

Wajah para guru pucat. Ada yang menunduk, ada yang saling pandang penuh kecemasan.

“K-kalau boleh tahu, siapa keponakan Tuan?” tanya kepala sekolah hati-hati.

Frans menoleh, lalu menggenggam tangan Nadha dan membawanya ke depan. Ia berdiri tegak di sisinya. “Dialah keponakan saya.”

Seketika ruangan berguncang oleh keheningan. Semua guru terbelalak.

“Apa? Jadi Nadha… keponakan Tuan Frans?” bisik Bu Leli pada Bu Monica, wajahnya memutih.

“Celaka… kita habis,” balas Bu Monica lirih.

Namun ia buru-buru berdiri, tersenyum kaku dan menutupi rasa panik. “Nadha… kenapa kamu tidak bilang dari awal? Kalau begitu, ayo duduk sini,” katanya sambil menggenggam tangan Nadha.

Nadha menepis kasar. Tatapannya bergetar tapi penuh keberanian. “Mungkin sudah saatnya aku bicara. Bapak dan Ibu guru, dengarkan aku baik-baik.”

Ruangan kembali hening. Semua mata tertuju padanya.

“Aku sudah bukan bagian dari keluarga Gunawan lagi. Viola bukan saudara kandungku. Dia memfitnahku, membuat Ayahku tega membuangku di pinggiran kota. Itu sebabnya aku menghilang dari sekolah beberapa hari lalu.” Suaranya pecah, membuat sebagian guru menunduk tak berani menatap.

“Andaikan bukan Om Frans, mungkin aku sudah jadi gelandangan di jalanan.” Air matanya menetes, tapi suaranya semakin tegas.

“Kalian tahu apa yang paling menyakitkan? Kalian lebih percaya pada Viola daripada aku. Kalian menghukumku berdiri di lapangan sampai pulang sekolah, menyuruhku membersihkan toilet, bahkan pernah mengurungku di gudang sendirian dalam gelap. Dan hari ini… aku kembali dipaksa berlari sepuluh putaran tanpa alas kaki.”

Beberapa guru menutup mulut, terkejut, sementara yang lain menunduk dengan rasa bersalah yang semakin menyesakkan.

Bu Monica mencoba mendekat, wajahnya memelas. “Nadha… Ibu tahu Ibu salah. Seharusnya Ibu mendengarkanmu juga, bukan hanya Viola.”

Nadha mundur selangkah, matanya merah. “Ya, Viola memang jahat. Tapi di mata kalian, aku yang jahat, dan Viola selalu jadi korban. Kalian buta… dan sekarang, semuanya sudah terlambat.”

Ketegangan makin menebal. Para guru merasa terpojok, napas mereka berat, dan suasana ruangan seolah dicekam oleh bayangan hukuman besar yang akan menimpa mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   Tidak Tau Diri

    Di dalam mobil yang melaju pelan, Nadha tertidur dengan damai. Wajahnya tampak tenang, seakan seluruh beban dunia lenyap dalam lelapnya. Frans melirik sekilas, lalu tersenyum hangat. Setibanya di rumah, ia turun dan dengan hati-hati menggendong sang istri ke kamar.“Semenjak ada Nona Nadha, Tuan Frans tampak jauh lebih bahagia,” ucap Bi Ina dengan mata berbinar.“Iya, Mbak. Aku pun merasakan hal yang sama. Nona Nadha baik, dan Tuan Frans sekarang jauh lebih ramah,” timpal salah seorang pembantu.“Semoga kebahagiaan ini tidak cepat berlalu… dan semoga Nona Nadha selalu diberi kesehatan,” tambah Bi Ina pelan, seolah sedang berdoa.Frans hanya tersenyum samar, lalu menutup pintu kamar. Dengan penuh kasih ia membaringkan Nadha di ranjang. Tangannya bergerak lembut, menata selimut, lalu membantunya berganti pakaian. Ia menunduk, menempelkan ciuman hangat di kening sang istri sambil berbisik,“Good night, honey…”Namun di tempat lain, suasana berbanding terbalik.Viola mengamuk hebat di kam

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   BERTEMU KELUARGA IBU

    Frans mengajak Nadha berkunjung ke kediaman keluarga Aditama. Mobil itu melaju menembus malam, menyisakan deru angin dan detak jantung Nadha yang berdegup kencang. Ada sesuatu yang berat di dadanya.campuran antara takut, cemas, dan harapan. Malam ini akan menjadi pertama kalinya ia bertemu keluarga dari ibunya. “Apa kamu takut?” suara Frans memecah sunyi. Nadha menoleh pelan, matanya redup. “Hemmm… apa mereka akan menyakitiku juga? Aku takut semuanya akan terulang lagi…” suaranya nyaris tenggelam, seolah ada luka lama yang kembali menganga. Frans menatapnya sekilas, lalu kembali ke jalanan. “Tidak. Selama aku ada di sini, tidak akan ada satu orang pun yang bisa menyakitimu.” Nadha hanya mengangguk kecil. Namun rasa waswas itu tidak hilang. Semakin dekat dengan gerbang besar yang dijaga puluhan pria berjas hitam, bulu kuduknya semakin berdiri. Lampu-lampu sorot menyoraki mobil mereka seakan menelanjangi siapa pun yang datang

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   SEMUANYA MENDADAK BERUBAH

    Nadha duduk di samping Frans, wajahnya pucat dan matanya masih bergetar. Frans menatap dingin ke arah para guru yang hanya bisa menunduk. Suaranya keluar pelan tapi tajam, seperti pisau yang siap mengiris.“Aku beri kalian satu kesempatan terakhir,” ucap Frans dengan tekanan di setiap kata. “Kalau sekali lagi kalian berani menyentuh keponakanku, aku pastikan nama kalian hilang dari dunia pendidikan. Kalian akan diblacklist dari semua sekolah di kota ini.”Tak ada yang berani menatap balik. Beberapa guru bahkan terlihat menelan ludah, wajah mereka pucat pasi.“Baik, Tuan Frans… kami mengerti,” jawab mereka serempak, suaranya lirih penuh ketakutan.Frans tidak menunggu reaksi lain. Ia langsung menggenggam tangan Nadha, menariknya keluar dari ruangan dengan langkah tegas yang bergema di koridor.Di parkiran, Nadha masih berusaha menenangkan napasnya. Frans berhenti, lalu menatapnya lembut.“Sayang, kamu aman sekarang. Mereka tak aka

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   KEDIAMAN ADITAMA

    Pagi itu, suasana kediaman keluarga besar Aditama terasa hening. Pertemuan khusus sedang berlangsung. Tidak ada satupun orang luar yang diizinkan masuk,bahkan bodyguard pribadi pun diperintahkan untuk menunggu di luar gerbang.Frans melangkah masuk dengan wajah serius. Ada sesuatu yang harus ia sampaikan, sesuatu yang bisa mengguncang seluruh keluarga Aditama.“Selamat pagi, Tuan Aditama,” sapa Frans sambil sedikit menunduk.“Pagi, Frans. Tumben sekali kamu datang berkunjung. Ada apa sebenarnya?” tanya Pak Aditama dengan dahi berkerut.“Kebetulan keluarga besar Bapak sedang berkumpul. Saya datang membawa sebuah informasi penting,” jawab Frans tenang namun tegas.“Informasi apa?” sahut Pak Bugi penasaran.“Ini… tentang Bu Nina.”Sekejap, ruangan itu sunyi. Semua anggota keluarga saling pandang dengan wajah terkejut.Nina adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga Aditama. Dulu, ketika keluarga ini berada di puncak kejayaan, Gunawan begitu menghargainya. Namun, setelah kabar bangkru

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   KEMBALI KE SEKOLAH

    Keesokan harinya, Nadha sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Seperti biasa, Frans memperhatikannya dengan tatapan penuh cemas. Tapi kali ini, ia menyiapkan sesuatu yang berbeda.Di depan rumah, seorang perempuan berambut pendek dengan sorot mata tajam sudah berdiri tegak. Dia mengenakan setelan hitam rapi, aura dinginnya membuat suasana terasa mencekam.“Sayang, ini Gina. Mulai hari ini dia yang akan menjagamu,” ujar Frans serius.“Menjaga? Aku bisa jaga diri sendiri kok,” jawab Nadha ragu.Frans mendekat, memegang bahu Nadha erat. “Aku tidak mau kejadian itu terulang lagi. Tolong jangan menolak. Kamu terlalu berharga buatku.”Nadha terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah… makasih, sayang.”Frans terpaku. Kata sayang itu seperti obat bagi hatinya yang gelisah. Senyum tipis muncul di wajahnya, namun di balik senyum itu, ada kekhawatiran yang tak pernah reda.Sementara itu, di kediaman keluarga Gunawan, suasana panas. Viola membanting tasnya ke sofa, matanya melotot ke arah ayah

  • Gadis Cantik Dan Om Ganteng Kaya Raya   OK GANTENG OM KU SAYANG

    Malam itu, suasana di meja makan kediaman Frans berbeda dari biasanya. Meja panjang yang biasanya hanya diisi Frans dan beberapa orang terdekat, malam ini penuh sesak oleh para ART dan bodyguard. Semuanya berkumpul untuk merayakan pernikahan tuan mereka. Tawa kecil, bisik-bisik kagum, dan rasa penasaran menyelimuti ruangan.Frans meletakkan sendoknya, lalu menatap semua orang dengan sorot mata yang tegas.“Kalian semua dengarkan baik-baik. Mulai hari ini, Nadha adalah istriku. Tugas kalian bukan hanya menjagaku, tapi juga mengawasinya. Jangan biarkan ada satu pun hal buruk menimpa dirinya. Dan satu hal lagi…” suaranya menurun, namun tegas. “Tidak ada seorang pun yang boleh masuk ke rumah ini tanpa izin dariku.”Semua serempak menjawab, “Mengerti, Tuan!!!”Frans kembali menyandarkan tubuhnya di kursi, namun beberapa detik kemudian ia menambahkan, “Oh, hampir lupa. Pernikahan ini harus dirahasiakan. Aku tidak ingin sekolah Nadha terganggu gara-gara kabar ini. Jadi, mulut kalian harus te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status