Share

67. Dikecewakan Rigen

Author: Lil Seven
last update Last Updated: 2025-05-23 04:52:30

"R-Rigen?"

Mulutku tanpa sadar memanggil namanya, meski dengan nada pahit.

Rigen saat berdiri di lobi, berbicara dengan seorang wanita.

Itu pasti Selena.

Aku mengenalinya dari foto yang dulu diberikan Jovian, dan melihatnya langsung membuat hatiku semakin remuk.

Selena begitu sempurna—anggun, elegan, dan jelas memiliki hubungan dekat dengan Rigen. Mereka berdiri begitu dekat, seperti dunia di sekitar mereka tak ada artinya.

"Rigen.... "

Bibirku bergerak memanggil namanya lagi, kali ini dengan mata berkaca-kaca dan ekspresi kecewa.

Teringat beberapa waktu lalu, saat aku hendak ke luar membeli sesuatu, Jovian, sekretaris Rigen mendatangiku dengan tergesa-gesa.

Wajahnya pucat, napasnya tergesa, dasi yang biasanya rapi kini tampak longgar dan kusut.

"Nona Ariella!" panggilnya cepat. Matanya mencari mataku, seolah memastikan bahwa aku benar-benar orang yang ia cari.

Aku memicingkan mata, terkejut dengan kedatangannya.

"Jovian? Kenapa kamu—"

“Tidak ada waktu. Tuan Rige
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
jovian brengsek, Rigen bilang begitu karena ingin melindungi ariela tapi ariela tidak tahu yang sebenarnya, sementara jovian bener" brengsek, sengaja dia membuat drama, tunggu aja kamu jovian
goodnovel comment avatar
Fahriani Bidaria
ikut nangis deh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   68. Kamu Itu Parasit!

    Hujan kembali turun sore itu, mengguyur atap tak rata di atas trotoar kota. Aku melangkah gontai, tubuhku menggigil meski jaket tipis masih melekat di tubuhku. Tak ada yang lebih menyakitkan dari berharap hanya untuk dipatahkan lagi—dan kali ini oleh orang yang kupikir telah memperjuangkanku.Rigen.Dia tidak terluka. Tidak sekarat. Tidak dalam bahaya. Dia baik-baik saja… bersama Selena."Teganya kalian membohongi aku," bisikku dengan mata basah dan dada sesak. Mataku memejam erat, mencoba menghapus bayangan wajah Rigen yang masih tersenyum tipis pada wanita yang kini duduk di dekatnya, seolah tidak terjadi apa-apa. Seolah aku tak pernah datang. Seolah aku tak pernah berarti.Taksi berhenti di depan gedung apartemen milik Drake. Sopir membuka pintu, menatapku dengan simpati, mungkin karena melihat wajahku yang basah dan kusut. Aku mengangguk lemah dan melangkah keluar. Kaki-kakiku terasa berat, seakan setiap langkah adalah beban dari semua kenangan yang baru saja dihancurkan.Saa

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   67. Dikecewakan Rigen

    "R-Rigen?" Mulutku tanpa sadar memanggil namanya, meski dengan nada pahit. Rigen saat berdiri di lobi, berbicara dengan seorang wanita. Itu pasti Selena. Aku mengenalinya dari foto yang dulu diberikan Jovian, dan melihatnya langsung membuat hatiku semakin remuk. Selena begitu sempurna—anggun, elegan, dan jelas memiliki hubungan dekat dengan Rigen. Mereka berdiri begitu dekat, seperti dunia di sekitar mereka tak ada artinya. "Rigen.... " Bibirku bergerak memanggil namanya lagi, kali ini dengan mata berkaca-kaca dan ekspresi kecewa. Teringat beberapa waktu lalu, saat aku hendak ke luar membeli sesuatu, Jovian, sekretaris Rigen mendatangiku dengan tergesa-gesa. Wajahnya pucat, napasnya tergesa, dasi yang biasanya rapi kini tampak longgar dan kusut. "Nona Ariella!" panggilnya cepat. Matanya mencari mataku, seolah memastikan bahwa aku benar-benar orang yang ia cari. Aku memicingkan mata, terkejut dengan kedatangannya. "Jovian? Kenapa kamu—" “Tidak ada waktu. Tuan Rige

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   66. Selena vs Ariella.

    Kantor Rigen. Selena datang dengan langkah cepat dan sepatu hak tinggi yang memantul pelan di marmer lobi. Penampilannya seperti biasa: sempurna, elegan, dan menuntut perhatian. Tapi kali ini, ia tak datang membawa senyum kemenangan. Wajahnya cemas, dan matanya gelisah.Ia langsung menuju lantai paling atas, tempat kantor Rigen berada, tanpa membuat janji.“Maaf, Nona Selena,” cegah salah satu staf, “Tuan Rigen sedang tidak menerima tamu—”“Aku bukan tamu,” potong Selena tajam. “Aku tunangannya.”"Tapi... ""Siapa kamu berani menghalangi jalanku? Aku bisa membuat dirimu tak bisa bekerja seumur hidup dengan kuasa papaku. Jadi, masih berani?" potong Selena, sinis. Staff yang ketakutan itu hanya menundukkan kepala dan mundur perlahan, sedangkan Selena masuk kantor Rigen dengan kepala tegak, seakan ini kantor miliknya sendiri. Ia terus melangkah tanpa menoleh. Sesampainya di depan pintu kantor Rigen, ia langsung membukanya tanpa mengetuk.Rigen sedang berdiri di depan jendela, punggung

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   65. Riel, Pulang Bersamaku

    Tiga Hari Kemudian. “Dia di mana?” tanya Rigen tajam, berdiri di depan meja kerja Jovian. Matanya merah karena kurang tidur. Jovian menunduk dan segera memberikan laporan. “Kami dapat laporan dari petugas apartemen di Blok C–7, Pak. Ada seorang wanita yang cocok dengan ciri-ciri Nona Ariella. Datang tengah malam, basah kuyup, membawa koper. Bersama seorang pria bernama Drake Alvard.” Mata Rigen menyipit. Rahangnya mengeras. “Drake?”Kemarahan membara di matanya, saat menyebutkan nama itu. Jovian mengangguk pelan. “Sahabat lamanya, Tuan. Yang dulu sempat diberitakan dekat dengannya sebelum pernikahan kontrak Anda.” “Drake...” Rigen mengulang nama itu pelan, seperti sedang mencicipi racun di lidahnya. “Sudah berapa hari dia tinggal di sana?” “Sejak malam dia pergi, sepertinya. Petugas apartemen melihat mereka beberapa kali keluar bersama, membeli kebutuhan. Mereka tampak… dekat.”Suara Jovian semakin mengecil di akhir kalimat, merasakan kemarahan tuannya yang membara

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   64. Kemarahan Rigen

    Tengah malam, Rigen baru saja kembali. Hari kemunculannya kembali benar-benar melelahkan sehingga dia bahkan tak beristirahat sedikit pun. Pintu rumah terbuka dengan suara pelan. Langkah Rigen mantap, namun pikirannya masih dipenuhi angka dan laporan dari rapat hari ini. “Jovian,” panggilnya datar, “bawakan berkas merger itu ke ruang kerja.” Tidak ada jawaban. Aneh. Rigen melangkah masuk, meletakkan jas di gantungan, lalu menuju ruang makan. Sekilas, suasana rumah ini… terlalu sunyi. Tidak ada aroma teh kesukaan Ariella. Tidak ada suara langkahnya di atas karpet. Matanya menyapu meja makan. Sesuatu menarik perhatiannya. Sepotong amplop putih tergeletak di sana. Tidak ada nama. Tidak ada tulisan. Kening Rigen mengerut saat melihat cincin pernikahan yang biasa tersemat di jari manis Ariella, kini ada di sana. Rigen mengambil amplop putih itu dan membukanya perlahan. Begitu melihat isinya, ekspresi Rigen langsung mengeras. Itu… surat perceraian. Tangannya mengepal. “Ariell

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   63. Pergi Dari Rumah

    Selepas kepergian Jovian, aku duduk membisu di ruang makan. Mataku terpaku pada lantai, tempat foto itu kini tergeletak. Jemariku bergetar halus, udara seperti menyesakkan. “Kenapa…” gumamku, nyaris tak terdengar. “Kenapa bukan kamu sendiri yang bilang langsung, Rigen? Kenapa harus lewat Jovian?” Suaraku hanya ditelan ruangan kosong. Tak ada jawaban. Namun, kata-kata itu terus berputar di kepalaku. Berkali-kali. Ponselku tergeletak di meja. Tak ada notifikasi. Tak ada pesan. Tak ada panggilan dari Rigen. “Bahkan setelah aku tahu,” bisikku lagi, “Rigen masih diam saja…” Menghempaskan tubuh ke sandaran kursi, aku menatap langit-langit dengan mata yang mulai panas. Perih. Hati ini seperti dijepit dari segala arah. Tanpa daya, aku memungut foto itu lagi, menatap wajah perempuan cantik di samping Rigen. “Selena, ya?” tanyaku lirih, seolah berharap foto itu bisa menjawab. “Tunangan? Lalu aku ini apa?” Suara tawa kecil—pahit—keluar dari mulutku. “Istri kontrak? Mainan?” T

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   62. Rigen Punya Tunangan?

    Siang itu, udara di rumah terasa tegang. Setelah pagi yang begitu intens dan penuh gairah, aku pikir Rigen akan tetap sibuk di ruang kerjanya, seperti biasa, tapi ternyata tidak. Ketika aku turun ke ruang makan, langkahku sempat terhenti di ambang pintu. Ada Jovian—sekretaris pribadi Rigen—sudah duduk di sana, duduk dengan postur tegap dan penuh perhitungan. Seperti biasa, dia tampak rapi dengan kemeja abu muda yang disetrika tanpa cela, dan ekspresi wajah yang tidak pernah bisa aku baca sepenuhnya. Senyumnya muncul begitu melihatku, tapi bukan senyum yang hangat. Itu senyum sinis yang terlalu halus untuk disebut mengejek, tapi terlalu menusuk untuk diabaikan. "Nona Ariella," sapanya datar, tanpa menunjukkan respek. “Sepertinya kamu semakin nyaman di rumah ini.” Nada bicaranya bukan sekadar basa-basi. Itu seperti pisau kecil yang diselipkan di antara kata-kata, menggores tanpa benar-benar menyentuh. Menahan diri sekuat mungkin, aku menjawab. “Memangnya kenapa?” Dia menyandark

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   61. Konferensi Pers!

    Rigen tengah berdiri di depan cermin tinggi di ruang pribadinya. Setelan jas hitam Armani sudah melekat sempurna di tubuh tegapnya, menciptakan bayangan seorang pemimpin yang dingin, tegas… dan siap merebut kembali tahtanya.Jovian masuk perlahan, membawakan dasi gelap yang belum dipakai Rigen. “Tuan,” ucapnya sambil mendekat.Rigen mengambil dasi itu dan mengikatnya sendiri. Gerakannya rapi dan tenang, tapi aura tekanan di udara begitu terasa.“Tinggal dua jam sebelum konferensi dimulai,” lanjut Jovian. “Semua anggota dewan sudah memastikan kehadiran. Termasuk Jason.”Rigen tidak menjawab. Dia hanya menyelipkan kancing terakhir jasnya dan menatap bayangannya sendiri. Matanya… kosong tapi penuh amarah yang terpendam."Silakan, Tuan."Jovian kembali berkata dengan sopan, yang dibalas Rigen dengan anggukan. Saat keluar dari ruang kerja, ujung mata Rigen melirik ke arah kamar tidur utama yang tertutup, tempat di mana Ariella tengah tertidur pulas. Rigen berhenti sejenak, menghela napas

  • Gairah Berbahaya sang CEO: Ciumanku Membuatnya Bangun dari Koma   60. Detik-detik Menegangkan

    Aroma kopi segar menyusup masuk ke kamar, membuatku akhirnya bangkit dari ranjang. Aku masih mengenakan kemeja Rigen—kebesaran, panjangnya hampir menutupi pahaku. Namun, justru itu yang membuatnya terasa hangat, seperti pelukan yang belum benar-benar usai.Saat aku masuk ke dapur, pemandangan pertama yang kutangkap adalah punggung Rigen, berdiri di depan mesin kopi, rambutnya masih sedikit acak, kaus tipis menempel pada tubuhnya yang berkeringat tipis. Bahkan dalam kesederhanaan seperti ini, pria itu tetap terlihat berbahaya.“Aku kira kamu cuma bercanda soal kopi,” ucapku sambil bersandar di kusen pintu.Ia menoleh sebentar, lalu tersenyum miring. “Aku tidak pernah bercanda soal dua hal—kamu, dan kopi.”Menahan debar di dada, aku tertawa kecil, melangkah masuk dan duduk di kursi bar dekat meja. Di hadapanku, ada dua piring: roti panggang dengan telur setengah matang, dan potongan alpukat yang ditata rapi. Melihat betapa cantiknya hidangan itu, aku menatapnya, curiga. “Rigen? Kam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status