Share

Bab 02

Author: kodav
last update Last Updated: 2025-06-29 07:10:07

Dengan gelas berisi Hennessy VSOP di tangan kanan, aku duduk di ruang tamu yang hanya diterangi oleh nyala kecil lampu bar. Cahaya remang-remang itu memantulkan bayangan aneh di dinding, membuat suasana semakin suram. Rumah kami besar, megah, tetapi malam itu terasa seperti gua kosong yang dingin. Pikiranku kacau, berkecamuk. Bayangan Tanika bersama pria itu di hotel terus berputar seperti rekaman rusak di kepala. Aku tidak tahu harus marah, kecewa, atau justru menertawakan diriku sendiri.

Setelah beberapa saat, suara mesin mobil terdengar dari luar, diikuti bunyi pintu pagar otomatis yang terbuka. Mobil Tanika akhirnya tiba di rumah. Aku meletakkan gelas di meja dan menatap pintu masuk dengan napas tertahan, menunggu langkahnya memasuki ruang tamu.

Pintu terbuka. Tanika melangkah masuk, masih mengenakan dress hitam selutut yang tampak terlalu rapi untuk sekadar hangout bersama teman-temannya. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer, dan dia tertegun sejenak saat melihatku duduk dalam kegelapan.

“Kai!” serunya, nada suaranya sedikit kaget, tapi dengan cepat dia memulihkan ekspresinya. “Kamu ngapain sih? Malam-malam begini duduk di ruang tamu, lampu dimatiin segala. Kaya hantu aja, tau!”

Aku mengamati wajahnya dalam cahaya redup. Sekilas, dia tampak sempurna seperti biasanya—rambutnya tersisir rapi, makeupnya masih utuh. Tapi aku tahu di balik semua itu ada rahasia kotor yang sedang dia sembunyikan.

“Tan,” aku mulai, suaraku terdengar lebih dingin dari yang kuharapkan. “Kamu dari mana? Udah jam segini baru pulang.”

Tanika mendengus sambil melepaskan sepatunya. “Sejak kapan kamu nanya-nanya kayak gini?” jawabnya dengan nada sedikit menyindir. Dia melangkah menuju meja bar, menuang segelas anggur merah untuk dirinya sendiri. “Udah jelas kan, Kai? Aku kalau keluar rumah ya pasti sama teman-teman. Masa kamu nggak tau sih kebiasaan aku? Ngapain juga usil nanya-nanya segala?”

Aku menegakkan punggung, menatapnya tajam. “Aku cuma nanya, Tan. Apa susahnya kasih tahu aku kamu habis dari mana?”

Dia menoleh, meletakkan gelasnya di meja, dan menatapku dengan alis terangkat. “Denger ya, Kai. Jangan mulai deh ribut nggak jelas. Aku paling nggak suka dicurigain atau diinterogasi kayak gini.”

Aku menghela napas panjang, mencoba menahan amarah yang mendidih di dada. “Bukan maksudku interogasi. Aku cuma pengen tau, itu aja.”

Tanika mendekat, menyilangkan tangan di dadanya. “Kamu kenapa sih? Lagi stres ya? Kerjaan beres kan? Jangan sampe bikin papi marah-marah lagi kalau kamu nggak becus kerja di kantor!” katanya, suaranya tajam seperti pisau.

Aku menelan ludah, menahan diri untuk tidak meledak. Dia melangkah masuk ke kamar tanpa menunggu jawabanku, meninggalkan aroma parfum mahal yang terasa terlalu manis di udara.

Aku tetap duduk di sana, menatap pintu kamar yang kini tertutup rapat. Suara langkahnya terdengar di lantai kayu kamar, diikuti bunyi air mengalir dari kamar mandi. Aku menyesap sisa Hennessy di gelas, mencoba membungkam suara-suara di kepalaku.

Pikiranku berputar, memutar ulang semua yang kulihat di hotel tadi. Setiap tatapan, setiap sentuhan, setiap hal yang tak bisa kuhapus dari ingatan. Tanika tidak berubah sedikit pun, bahkan setelah aku melihat dengan mata kepala sendiri betapa kotornya dia mengkhianatiku.

Malam itu tidurku tidak nyenyak. Setiap kali aku mencoba memejamkan mata, bayangan Tanika di hotel itu terus menghantui pikiranku. Aku memaksa diriku untuk beristirahat, tapi hanya sesekali terlelap sebelum akhirnya terbangun lagi. Ketika aku melirik ke sisi ranjang, Tanika masih tertidur pulas. 

Aku memutuskan untuk bangun lebih awal. Rasa dingin lantai marmer menyentuh kakiku saat aku berjalan ke kamar mandi, mencuci wajah, dan menatap cermin dengan pandangan kosong. Wajahku terlihat lelah, lingkar hitam di bawah mataku mulai terlihat jelas. Tidak ada gunanya memikirkan ini lebih lama. Aku harus tetap melanjutkan hidup, setidaknya di depan orang lain, aku tidak boleh terlihat rapuh.

Aku meninggalkan rumah tanpa membangunkan Tanika, langsung menuju kantor. Jalanan masih sepi, lampu-lampu jalan perlahan mulai redup digantikan oleh sinar matahari pagi yang mengintip dari balik gedung-gedung tinggi.

Tiba di kantor, suasananya masih lengang. Aku memarkir mobil di tempat biasa, melangkah masuk dengan langkah mantap melewati meja resepsionis yang kosong. Jam di dinding menunjukkan pukul 6.45—masih terlalu pagi untuk jam kantor resmi, tetapi aku sering datang lebih awal untuk mempersiapkan segalanya sebelum staf lain tiba.

Aku berjalan menuju ruanganku, sebuah kantor kecil tapi rapi dengan jendela besar yang menghadap ke pusat kota. Di pintu, papan nama dengan tulisan Kaindra Wicaksana – Business Development tergantung dengan elegan. Aku membuka pintu dan masuk ke dalam, meletakkan tas di meja kerja.

Posisiku sebagai Business Development Manager di perusahaan farmasi milik Pak Desmond bukanlah sesuatu yang kudapatkan begitu saja hanya karena menikahi Tanika. Sebelum pernikahan kami, aku bekerja keras, membuktikan diriku layak mendapatkan kepercayaan di perusahaan ini. Namun, setelah pernikahan, banyak yang menganggap posisiku ini hanya pemberian mertuaku.

Aku tahu betul gosip itu. Setelah menikah, Pak Desmond pernah menawarkan jabatan General Manager. Tapi aku menolaknya dengan halus. Aku khawatir, jika aku menerima posisi itu, orang-orang akan semakin meremehkan kemampuanku. Mereka tidak akan melihatku sebagai profesional, tetapi hanya sebagai pria yang mendapat posisi karena hubungan keluarga.

Namun, kenyataannya, meskipun hanya menyandang jabatan sebagai Business Development Manager, aku mengurus hampir semua pekerjaan inti perusahaan ini. Aku menangani proyek besar, menjalin hubungan dengan mitra bisnis, bahkan memutuskan strategi yang menentukan arah perusahaan. Meski begitu, aku tetap menjaga agar setiap langkahku terlihat seperti bagian dari rutinitas, bukan seperti seseorang yang mengambil alih segalanya.

Aku duduk di kursi kerja, menyalakan laptop, dan mulai memeriksa dokumen yang menumpuk di mejaku. Rutinitas ini selalu membuatku merasa sibuk, tetapi di balik kesibukan ini, pikiranku tetap melayang ke rumah. Ke Tanika. Ke hotel itu. Ke rencana-rencana yang perlahan terbentuk di kepalaku.

Tiba-tiba, suara pintu ruanganku terbuka pelan, membuatku menoleh. Wanita itu berdiri di sana, mengenakan blus putih yang kancing atasnya belum tertutup. Bagian atas blus itu sedikit terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang menggoda. Tatapannya seakan campuran antara terkejut karena melihatku sudah di kantor sepagi ini, tapi juga terselip sesuatu yang... menggoda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 139

    “Aku memanggil kalian ke sini,” lanjut Tanika, “bukan untuk meminta maaf atau meminta belas kasihan. Aku memanggil kalian ke sini untuk memberikan restuku.”Dia memberi isyarat pada Serenity untuk mendekat. Serenity, yang biasanya begitu liar dan percaya diri, melangkah maju dengan ragu, seperti anak kecil yang dipanggil oleh kepala sekolah. Dia berlutut di samping kursi roda Tanika.“Serenity,” kata Tanika lembut. “Kau adalah apinya. Gairah yang murni dan tak terkendali. Di dalam dirimu, tumbuh seorang pejuang. Jangan biarkan dunia memadamkan api itu. Ajari dia untuk menjadi kuat dan berani.”Tanika meletakkan tangannya yang kurus di atas perut Serenity. Serenity terkesiap, lalu menangis tersedu-sedu, membenamkan wajahnya di pangkuan Tanika.

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 138

    Matahari terbit di Maladewa terasa berbeda hari ini. Bukan lagi janji akan hari yang baru dan penuh harapan, melainkan pengingat yang kejam akan senja yang semakin dekat. Setiap kilau keemasan yang menari di permukaan laut yang tenang adalah sebutir pasir yang jatuh dari jam waktu Tanika, jam waktu kami.Aku terbangun sebelum dia. Aku tidak tidur semalaman. Aku hanya memandangnya, mencoba menghafal setiap detail wajahnya yang damai dalam tidurnya. Lekuk bibirnya, bulu matanya yang lentik, helai rambut yang jatuh di pipinya. Aku membelainya dengan ujung jariku, begitu lembut, takut sentuhanku akan membangunkannya, takut kehilangan satu detik pun dari kedamaian ini.Penolakannya atas pengorbananku tadi malam bukanlah sebuah akhir dari perdebatan. Itu adalah sebuah pernyataan. D

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 137

    Maladewa, hari ketujuh. Sebuah lukisan melankolis yang diwarnai awan kelabu tipis, seolah langit itu sendiri ikut merasakan beban waktu kami yang hampir habis. Kami, kuas yang gemetar, sedang menggoreskan perpisahan di kanvas senja. Kami menghabiskan sepanjang hari di dalam vila, seolah ingin menghentikan waktu dengan menolak untuk keluar, terperangkap dalam gelembung keindahan yang rapuh.Tidak ada lagi gairah yang liar dan eksplosif seperti di awal minggu. Yang ada hanyalah keintiman yang lambat, putus asa, dan begitu dalam, setiap sentuhan adalah sebuah usaha untuk menunda ketiadaan. Kami bercinta seolah-olah itu adalah napas terakhir kami, setiap desahan adalah sebuah doa untuk waktu yang tak akan pernah kembali. Aku akan menatap mata Tanika selama berjam-jam, mencoba menghafal setiap binar, setiap helai bulu matanya yang lentik, seolah ingin memahatnya ke dalam ingatanku agar tak pernah pudar. Tangank

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 136

    Dia menarikku ke lantai dansa yang ramai, di mana tubuh-tubuh berdesakan dan lampu-lampu strobo berkedip-kedip, menciptakan ilusi gerakan yang terputus-putus. Dia menekan tubuhnya ke tubuhku, pinggulnya yang lentur bergerak melingkar, menggesek selangkanganku dengan ritme musik yang menghentak. Panas tubuhnya menembus pakaian kami, dan aku bisa merasakan gesekan bokongnya yang montok di kejantananku yang masih menegang.“Semua orang melihat kita,” bisikku di telinganya, napasku memburu, tanganku melingkari pinggangnya erat.“Aku tahu,” balasnya, napasnya sama memburunya. Dia mendongak, matanya menatap mataku, penuh gairah yang membakar. “Aku ingin mereka melihatmu. Aku ingin mereka melihat bagaimana kau menginginkanku. Bagaimana aku menginginkanmu.”Di tengah kerumunan yang berden

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 135

    Setelah malam pengakuan yang menguras jiwa aku pikir hari-hari kami di surga ini akan diisi dengan keheningan yang nyaman dan keintiman yang lembut. Aku salah. Aku telah membebaskan Tanika dari penjaranya, penjara yang ia bangun sendiri dari rasa takut dan ekspektasi. Tapi aku lupa, seekor burung yang terlalu lama dikurung, saat akhirnya terbang, tidak akan terbang dengan tenang. Dia akan terbang dengan liar, dengan sayap mengepak gila-gilaan, ingin merasakan setiap embusan angin yang selama ini terlarang.Pagi harinya, setelah sesi bercinta yang lambat dan penuh perasaan, yang membuat kami berdua terengah-engah dan berkeringat, Tanika menyandarkan kepalanya di dadaku. Jemarinya yang lentik memainkan bulu-bulu tipis di dadaku, sementara napasnya yang hangat meniup di kulitku. Setelah beberapa saat keheningan yang nyaman, dia mendongak, menatapku dengan mata berbinar, sebuah kilatan nakal yang belum pernah

  • Gairah Liar Perselingkuhan   Bab 134

    Aku menatap payudaranya yang indah, membusung sempurna, dengan puting yang sudah menegang dan merona merah muda. Dengan napas tertahan, aku menghisap putingnya yang keras dengan rakus, lidahku memutar dan menariknya lembut, membuat Tanika mendesah namaku berulang kali, suaranya tercekat di tenggorokan. Jari-jariku memijat payudara sebelahnya, meremasnya lembut, memutar putingnya yang lain, memastikan sensasi yang sama mengalir di seluruh tubuhnya.Dia mengerang, punggungnya sedikit melengkung, pinggulnya terangkat dari daybed, mencari kontak yang lebih dalam. Tanganku bergerak turun, menjelajahi perutnya yang rata dan kencang. Aku mengecup pusarnya, merasakan panas dari sana, lalu semakin rendah, ke bawah pusar, mengelus bulu-bulu tipis di sana.Aku menatapnya, memastikan dia siap. Mata Tanika berkabut gairah, tatapannya memohon dan penuh kepercayaan. Aku memis

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status