Share

Bab 8

Penulis: Neng_gemoyy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-18 19:49:04

Angga menatap langit biru dari balik jendela lebar di ruangannya, ia duduk di kursi kebesarannya dengan tangan saling bertaut di pangkuan.

Ingatannya berputar pada kejadian kemarin sore, saat ia pulang dan memergoki istrinya tengah...

Hahh ... Rasanya Angga tak sanggup untuk mengucapkannya, itu adalah dosa dan salahnya yang tidak bisa memberikan nafkah batin kepada istrinya, sehingga Yasmin memuaskan hasratnya sendiri.

Semalam ... Tanpa berkata apa-apa, Yasmin langsung berlalu begitu saja ke kamar tamu. Bahkan tadi pagi ... Angga sama sekali tidak menemukan istrinya itu, hanya ada sarapan yang sudah siap di meja makan. Istrinya itu entah pergi kemana.

Bahkan kedua anaknya pun tak tau, kemana ibu mereka itu.

Mungkin Yasmin malu, padahal ... Anggalah yang harusnya malu.

"Lagi apa?"

Saking tenggelamnya dalam lamunan, Angga sampai tidak sadar seseorang masuk dan kini memeluknya dari belakang.

Angga sedikit tersentak, tapi kemudian dengan cepat melebarkan senyumnya saat tahu siapa pemilik suara lembut itu.

Dia adalah Sabrina–kekasih sekaligus rekan kerjanya, yang Angga pacari setahun belakangan ini.

"Kapan kamu masuk, sayang...?"

"Aku masuk dari tadi, kamunya malah anteng melamun ...." rengeknya dengan nada manja.

"Maaf, sayang ... Aku lagi banyak pikiran," Angga meraih tangan Sabrina, lalu mengecupnya dengan seksual.

"Ck, pasti mikirin istri buluk mu itu," cibirnya dengan nada mengejek.

"Sayang ... Jangan seperti itu, bagaimana pun dia masih istri dan ibu dari anak-anakku ..." ucap Angga dengan nada selembut tahu.

"Katanya kamu udah gak cinta?! Tapi kenapa gak cerai sihh!" teriak Sabrina dengan nada tinggi.

Membuat Angga langsung menarik tangan wanita itu, hingga terjatuh di pangkuannya. "Jangan kencang-kencang, sayang ... Nanti orang di luar denger." bisik Angga, di telinga Sabrina membuat wanita itu meremang.

Dengan berani Sabrina menarik tengkuk Angga, lalu melumat bibir penuh milik kekasih gelapnya itu.

Dengan senang hati Angga pun, membalasnya tak kalah panas. Sengaja ia mengalihkan perhatian Sabrina agar tidak terus-terusan memojokan Yasmin, karena bagaimanapun ... Yasmin masih menjadi istri sahnya.

"Ahhhh ...."

Leguhan lolos dari bibir Sabrina saat bibir Angga turun menyusuri leher jenjangnya, tangannya mencengkram erat rambut Angga, menekankan agar Angga semakin memperdalam hisapannya.

"Ahhh, sayaaang ...." desah Sabrina, dengan mata terpejam erat menikmati sentuhan Angga.

"Kamu sudah basah, sayaaang ...." bisik Angga sexsual di telinga Sabrina.

Angga menatap Sabrina penuh minat, miliknya di bawah sudah mengeras dari tadi. Dengan perlahan tangan Angga turun menyusuri paha mulus Sabrina yang terekspos sempurna, karena roknya yang tersingkap ke atas.

"Ahhh, Sayaang ... Ini di kantor ...." ucap Sabrina, dengan susah payah saat tangan Angga menyelinap masuk dari balik celana dalamnya.

"Sebentar saja, sayang ... Tahan desahan kamu,"

"Ahhh, iyaa ...." Sabrina mengangguk, lalu membekap mulutnya, agar suara lacnatnya tidak keluar.

Angga sedikit mengangkat pinggang Sabrina agar miliknya bisa masuk, ia mendesis tertahan saat miliknya sudah masuk sempurna.

"Ahhh ... Gerak sayang ...."

Sabrina mengangguk, lalu mulai menggerakan bokongnya, dengan gerakan maju mundur cantik.

Angga merem melek sambil tangannya meremas kedua bongkahan indah yang menggantung, posisi Sabrina yang membelakanginya membuatnya leluasa bermain di area itu.

Tubuh keduanya semakin panas, hingga AC di ruangan itu seperti pajangan saja.

Angga terus tenggelam dalam permainannya, mengejar pelepasan bersama Sabrina. Seolah lupa dengan rasa bersalahnya tadi.

Angga seakan tidak peduli, dengan istrinya yang tengah menunggunya di rumah. Karena wanita inilah yang membuatnya semakin jarang menyentuh Yasmin.

***

Sementara itu di sebuah supermarket, Yasmin tengah mendorong troli belanjaannya yang hampir terisi penuh. Sambil menunggu jam pulang anak-anak, ia memilih membeli kebutuhan rumah terlebih dahulu.

Saking fokusnya pada daftar belanja di tangannya, Yasmin tak menyadari troli yang ia dorong menubruk troli lain di depannya.

“Aduh .…”

Yasmin terkejut bukan main. Suara benturan itu sontak membuat beberapa pasang mata menoleh ke arahnya.

“Maaf, Mas … maaf,” ucap Yasmin cepat, membungkukkan badan berulang kali kepada pria yang ia tabrak.

“Lho … Mamahnya Brayan?” tanya pria itu.

Merasa suara berat itu begitu familiar, Yasmin langsung mengangkat kepalanya. Matanya membulat ketika mengenali sosok di hadapannya.

“Papahnya Kayla?”

“Lagi belanja, Bu?” tanya Satrio basa-basi.

“Ah… iya,” jawab Yasmin sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, sedikit gugup.

Satrio mengusap tengkuknya, salah tingkah. “Eemm… sendiri?” tanyanya canggung.

“Iy—iya.”

Satrio melirik troli Yasmin yang penuh, lalu memberi jalan. “Silakan.”

“Terima kasih,” Yasmin mengangguk pelan, lalu mendorong trolinya dengan susah payah.

Melihat itu, Satrio berinisiatif membantu. “Biar saya saja,” ujarnya sambil mengambil alih pegangan troli.

“Tapi… troli Bapak gimana?” Yasmin menunjuk troli Satrio yang masih hampir kosong.

Satrio terdiam sejenak, lalu memindahkan belanjaannya ke troli Yasmin. “Selesai. Ayo,” katanya ringan, bahkan terdengar bangga.

Yasmin menutup mulutnya, terkekeh pelan. “Ah… iya. Terima kasih.”

Mereka berjalan beriringan menuju kasir, pemandangan yang entah kenapa mengingatkan Yasmin pada adegan drama Korea yang sering ia tonton.

Hatinya terasa sedikit tercubit ... karena momen sederhana seperti ini dulu pernah menjadi cita-citanya.

“Terima kasih, Pak,” ucap Yasmin tulus ketika mereka sudah berada di depan supermarket.

“Sama-sama.”

“Kalau begitu, saya permisi,” pamit Yasmin.

“Silakan …” jawab Satrio, ada nada tak rela yang tak ia sadari.

Yasmin baru saja hendak berbalik ketika teringat sesuatu.

“Eh, iya … saya belum bayar belanjaannya,” katanya sambil meraih dompet dari tas selempangnya.

“Nggak usah,” tolak Satrio cepat.

“Sebentar,” Yasmin tetap berusaha mengambil uang tunai, namun dompetnya malah terjatuh ke lantai.

“Eh—” ucap mereka hampir bersamaan.

Refleks, keduanya berjongkok untuk mengambil dompet itu. Namun kepala mereka justru saling bertubrukan.

Dua pasang mata pun bertemu.

Sesaat mereka saling menatap, dengan debaran yang terasa asing. Seakan dunia berhenti berputar—menyisakan hanya mereka berdua dalam keheningan yang ganjil.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 12

    Yasmin mengerutkan keningnya, saat melihat Angga yang baru saja masuk kedapur sambil mendorong sebuah koper kecil di tangannya. "Kamu mau kemana, Mas?" tanya Yasmin. Angga menaruh kopernya di pojokan dapur, lalu duduk di kursinya. "Ada kerjaan di luar kota," jawabnya, lalu meraih kopi yang sudah di sudah di siapkan Yasmin. "Tumben dadakan?" tanya Yasmin heran. Biasanya Angga akan memberitahunya tiga hari sebelumnya, untuk mempersiapkan keperluannya selama pergi. "Iya, ini perintah dadakan." jawab Angga, lalu sibuk dengan ponselnya. Yasmin mengangkat bahunya acuh, lalu menyiapkan sarapan mereka satu persatu. "Makan yang banyak, sayang." ucapnya, sambil mengelus kepala Brayan. "Iyaa, Mamah." "Good, boy."Setelah semuanya mendapat bagiannya, baru ia duduk dan mulai menyantap lontong kari menu sarapannya pagi ini. Semuanya nampak lahap menyantap sarapannya, memang masakan Yasmin tidak ada duanya. Sangat pas di lidah semua orang. Semuanya makan dalam senyap, hanya ada suara dent

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 11

    Pukul sepuluh malam Angga baru sampai di rumah, saat akan naik ke lantai dua, tak sengaja matanya melirik ke arah dapur yang lampunya masih menyala. Tanpa sadar ia pun melangkah ke arah sana. Dan dilihatnya Yasmin yang tengah duduk sambil menikmati secangkir teh, sepertinya... "Kamu belum tidur?" tanya Angga, lalu menarik kursi di hadapan istrinya. Yasmin mengalihkan pandangannya dari cangkir yang ia pegang, lalu mengangguk pelan. "Gak bisa tidur, jadi bikin teh camomile. Mas mau?" tawarnya basa-basi. Namun siapa sangka Angga mengiyakannya. "Boleh," "Iya," Yasmin pun beranjak, membuatkan teh yang sama buat Angga. Angga menatap punggung Yasmin yang tengah memunggunginya, sambil menuang air panas kedalam cangkir yang sudah di isi teh camomile. "Kamu sibuk?" tanya Angga, membuat gerakan tangan Yasmin terhenti. "Enggak, biasa aja. Kenapa?" Yasmin balik bertanya. "Tumben sekarang gak pernah bawain makan siang?" Yasmin tersenyum getir, buat apa masak capek-capek kalo ujung-ujung

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 10

    Bianca mengerutkan kening saat melihat mamahnya turun dari sebuah mobil hitam mewah yang berhenti tepat di hadapannya.“Maaf, Mamah telat,” ucap Yasmin sambil menghampiri putrinya.“Nggak apa-apa. Belum lama kok keluarnya,” balas Bianca. Pandangannya lalu beralih ke pria di sisi Yasmin. “Papahnya Kayla, kan? Kok kalian bisa bareng?” tanyanya, kembali menatap mamahnya.Yasmin melirik Satrio sekilas, lalu menjawab, “Kami nggak sengaja ketemu di supermarket tadi. Jadi Papahnya Kayla nawarin Mamah tumpangan.”“Ohhh .…” Bianca mengangguk tanpa bertanya lebih jauh.“Kaylanya mana?” tanya Satrio, matanya menyapu sekitar karena belum melihat putrinya.“Belum keluar, Om. Aku juga lagi nungguin Brayan,” jawab Bianca.“Oh …” Satrio membulatkan mulutnya. “Kalau gitu, kita tunggu di mobil saya aja gimana?” tawarnya, karena mereka berdiri tak jauh dari gerbang.Yasmin hendak membuka mulut, namun Bianca lebih dulu angkat suara.“Nggak usah, Om. Bentarnya juga keluar kok,” tolak Bianca sopan.Satrio

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 9

    “Ah, maaf,”Satrio yang pertama memutuskan tatapan. Ia berdiri lebih dulu, lalu mengambil dompet Yasmin dan menyerahkannya kembali.“Terima kasih,” ucap Yasmin sambil menerimanya.keduanya kembali menegakan tubuhnya, berdiri dengan sama-sama merasa canggung. “Iya,” sahut Satrio singkat, mengusap tengkuknya—jelas salah tingkah.“Ahhh, Ini uang yang tadi,” Yasmin menyodorkan uang yang sejak awal sudah ia siapkan.Di kasir tadi, Satrio bersikeras membayar seluruh belanjaan mereka, meski Yasmin sudah berusaha menolak.“Nggak usah. Saya ikhlas kok,” tolak Satrio halus, sambil mendorong pelan tangan Yasmin.“Nggak bisa gitu dong, Pak. Ini belanjaan saya, harus saya yang bayar.”“Nggak apa-apa, Mamahnya temannya Kayla. Nggak seberapa,” tolaknya sedikit sombong. “Nggak bisa dong, Papahnya Kayla. Saya nggak mau berutang nantinya, saya gak enak.” kekeh Yasmin.“Serius, nggak usah. Anggap saja rezeki.”“Saya maunya bayar, Papahnya Kayla.”“Nggak usah, Mamahnya temannya Kayla.”Perdebatan kecil

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 8

    Angga menatap langit biru dari balik jendela lebar di ruangannya, ia duduk di kursi kebesarannya dengan tangan saling bertaut di pangkuan. Ingatannya berputar pada kejadian kemarin sore, saat ia pulang dan memergoki istrinya tengah... Hahh ... Rasanya Angga tak sanggup untuk mengucapkannya, itu adalah dosa dan salahnya yang tidak bisa memberikan nafkah batin kepada istrinya, sehingga Yasmin memuaskan hasratnya sendiri. Semalam ... Tanpa berkata apa-apa, Yasmin langsung berlalu begitu saja ke kamar tamu. Bahkan tadi pagi ... Angga sama sekali tidak menemukan istrinya itu, hanya ada sarapan yang sudah siap di meja makan. Istrinya itu entah pergi kemana. Bahkan kedua anaknya pun tak tau, kemana ibu mereka itu. Mungkin Yasmin malu, padahal ... Anggalah yang harusnya malu. "Lagi apa?" Saking tenggelamnya dalam lamunan, Angga sampai tidak sadar seseorang masuk dan kini memeluknya dari belakang. Angga sedikit tersentak, tapi kemudian dengan cepat melebarkan senyumnya saat tahu siapa

  • Godaan Papa Teman Anakku   Bab 7

    “Kayla! Maaf, Papah telat.”Seorang pria berpenampilan necis berlari kecil ke arah tempat Yasmin dan anak-anak berada. Raut wajahnya terlihat lelah sekaligus khawatir—jelas tak mampu ia sembunyikan.Sekilas, semua mata tertuju padanya. Kedatangannya terasa seperti berjalan dalam slow motion, bak aktor Korea yang baru keluar dari layar drama.“Papah!” seru Kayla ceria sambil melambaikan tangan begitu melihat ayahnya.“Papahnya Kayla, Mah?” bisik Bianca di telinga sang mamah.Yasmin yang sempat tertegun langsung tersadar. “Heeh… sepertinya iya.”“Kaya artis Korea, Mah. Pantes anaknya imut begini .…” bisik Bianca lagi sambil melirik Kayla dengan ekor matanya.“Kamu ini gimana? Katanya mirip artis Korea, tapi kenapa kamu bilang anaknya mirip orang Cina?”“Sama-sama sipit, Mah. Hahaha,” jawab Bianca sambil menutup mulutnya, menahan tawa agar tidak pecah.“Ada-ada saja,” Yasmin menggeleng pelan, tak habis pikir dengan tingkah putrinya.“Tante, ini Papah aku,” ujar Kayla sambil berdiri di si

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status