Share

Bab 3

Penulis: Angelyn Huang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-06 07:30:59

Tubuhku menegang kaku. Mataku membelalak menatap pintu yang terkunci, lalu beralih menatap Leo yang berada di atasku.

"I-iya, Bu... Ada apa?" jawabku dengan suara yang kubuat senormal mungkin, meski nafasku tersengal.

Bukannya berhenti, Leo justru menyeringai jahat. Dia menarik pinggulnya ke belakang, lalu menghempaskannya kembali ke dalam diriku dengan kuat.

"Ahhh!" Aku membekap mulutku sendiri.

Sialan! Dia sengaja!

"Jangan lupa ya, besok kamu kuliah pagi. Barang-barangmu sudah siap?" tanya Ibu dari balik pintu. Suaranya terdengar begitu dekat, namun juga terasa begitu jauh karena kabut gairah yang menyelimuti otakku.

Leo terus bergerak. Pinggulnya menghantam bokongku dengan ritme yang stabil dan kuat. Plak. Plak. Suara kulit bersentuhan terdengar begitu nyaring di telingaku.

Aku mencengkeram sprei, berusaha menahan desahan agar tidak terdengar Ibu. Keringat dingin bercucuran di pelipisku. Sensasi melakukan hal terlarang ini, dengan Ibu yang berdiri tepat di balik pintu, memicu adrenalin yang gila. Jantungku berpacu dua kali lebih cepat.

"Bella, kamu nggak papa sayang?" Nada suara Ibu berubah khawatir karena aku tidak kunjung menjawab.

Leo mencondongkan tubuhnya, menggigit kecil daun telingaku sambil terus memacu miliknya di dalam sana.

"Gak... gak papa, Bu!" seruku panik, suaraku sedikit melengking. "Cuma... kejedut meja."

"Oalah... hati-hati dong, sayang. Yang tadi Ibu bilang..."

Aku kehilangan fokus. Leo kini meningkatkan kecepatannya. Gesekan di area sensitifku semakin intens, membuatku merasa seperti melayang di antara rasa takut dan kenikmatan puncak. Kakiku secara otomatis melingkar di pinggang kokoh Leo, menariknya semakin dalam.

"Ahhh..." Desahan itu lolos begitu saja.

Dengan sigap, Leo membungkam mulutku dengan telapak tangannya yang besar. Matanya menatapku tajam, seolah berkata: Nikmati saja, jangan sampai ketahuan.

Tangan yang membungkam mulutku itu justru menjadi pemicu gairah yang lebih liar. Aroma maskulin dari tangannya memabukkanku. Aku merasakan penuhnya dia di dalam diriku, setiap urat di miliknya yang menggesek dinding rahimku terasa begitu nyata.

"Bella, kamu dengerin Ibu gak sih? Percuma Ibu ngomong kalau kamu sudah tidur," omel Ibu di luar.

Leo melepaskan bekapannya, memberikan jeda agar aku bisa bicara. Tangannya kini beralih ke leherku, mencengkeramnya dengan lembut namun dominan. Ibu jarinya menekan sedikit di jakun leherku, mengontrol sirkulasi udaraku.

"I-iya... ahh... Bu. Ah... Be-Bella dengerin kok. Te-ahh... tenang aja," jawabku terbata-bata. Setiap kata terpotong oleh hentakan Leo yang tak kenal ampun.

"Ya sudah, Ibu tidur ya. Selamat malam, sayang."

Langkah kaki Ibu terdengar menjauh.

"Ma-ah... malam, Bu..." jawabku lirih, nyaris seperti bisikan.

Begitu suara langkah Ibu menghilang, pertahananku runtuh total.

"AHHHH! Kakak gila yah...?" Desahanku pecah, memenuhi ruangan kamar yang kedap suara itu.

Leo tidak lagi menahan diri. Dia mencekik leherku sedikit lebih kuat, tapi tidak menyakitkan. Justru rasa sesak itu membuat sensasi di bawah sana semakin meledak-ledak. Wajahnya yang tampan terlihat begitu liar, dipenuhi hasrat binatang.

Gerakannya menjadi brutal, tidak beraturan namun tepat sasaran. Dia membanting tubuhku mengikuti irama nafsunya.

Aku merasakan gelombang panas itu datang lagi. Kali ini jauh lebih hebat dari sebelumnya.

"Kak... a-ahhh... aku u-udah mau ke-mhhm... keluar-ahhhh..." Aku meracau tidak jelas, mencakar punggungnya yang berkeringat.

"Tahan sedikit sayang, Aku juga sudah mau keluar," geramnya dengan suara parau di telingaku.

Dia memacu temponya, secepat kilat.

Satu. Dua. Tiga hentakan terakhir yang sangat dalam.

Tubuhku mengejang hebat, pandanganku memutih. Kami mencapai puncak bersamaan dalam harmoni yang kacau.

Tepat sebelum dia meledak, Leo menarik miliknya keluar dari sarangnya. Cairan kental hangat menyembur deras di atas perut rataku dan sebagian mengenai pahaku.

Kami berdua terdiam, hanya suara napas memburu yang terdengar di ruangan gelap itu. Dadaku naik turun dengan cepat, mencari oksigen.

Aku melihat Leo masih berada di atasku, menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia melirik miliknya yang masih berdenyut dan menegang, seolah belum puas dan ingin kembali menyarangkannya ke dalam lubang yang baru saja dia singgahi.

Namun, melihat tubuhku yang lemas dan wajahku yang pucat kelelahan, dia menghela napas panjang. Dia mengurungkan niatnya.

Leo menunduk, mengecup bibirku sekilas—ciuman yang lembut, kontras dengan keganasan yang baru saja terjadi. Tanpa kata, dia membenarkan selimutku, lalu beranjak pergi, meninggalkanku yang perlahan mulai kehilangan kesadaran, tenggelam dalam kelelahan yang luar biasa dan dosa yang baru saja dimulai.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 7

    Waktu seakan berhenti. Aku membeku di atas tubuh Arthur, keringat dingin langsung membasahi punggungku. Pintu itu terbuka lebar, namun sosok yang berdiri di sana kemudian menutupnya kembali dengan cepat dan menguncinya.Aku menoleh patah-patah ke arah pintu."K-Kak Leo?!" pekikku tertahan.Sosok itu berjalan mendekat. Leo. Dia berdiri di sana dengan wajah datar, namun matanya berkilat gelap menatap pemandangan di depannya: adik tirinya yang sedang menunggangi ayah tirinya tanpa busana."Aku join dong Ayah!" seru Leo tiba-tiba.Aku melotot. Apa? Bukannya marah atau jijik, dia malah ingin berpartisipasi?Leo menekan sakelar lampu. Cahaya terang benderang membanjiri kamar, menghilangkan segala bentuk privasi dan keremangan yang melindungiku tadi.Sekarang, semuanya terlihat jelas. Kulitku yang memerah, keringat yang mengkilap di tubuh Arthur, dan posisi kami yang sangat intim. Pipiku memerah hebat, rasa malu ini tak tertahankan.Belum sempat aku berpikir waras atau turun dari tubuh Arthu

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 6

    Hari itu adalah hari yang sangat panjang. Dosen yang memberikan tugas mendadak, rapat organisasi yang berlarut-larut, hingga kemacetan kota yang menguras emosi. Tulang-tulangku rasanya mau lepas dari persendiannya saat aku akhirnya menginjakkan kaki di rumah.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Rumah sepi. Mungkin Ibu dan Om Arthur sudah tidur, atau mungkin Leo sedang keluyuran. Aku tidak peduli. Pikiranku hanya tertuju pada satu hal: air dingin dan kasur empuk.Di bawah guyuran shower, aku membiarkan air meluruhkan keringat dan debu jalanan, berharap juga bisa meluruhkan memori sentuhan-sentuhan liar yang kuterima beberapa hari terakhir ini.Selesai mandi, aku memilih lingerie sutra berwarna putih gading. Warnanya senada dengan kulitku, memberikan ilusi seolah aku tidak mengenakan apa-apa. Potongannya sederhana namun elegan, membungkus tubuhku dengan lembut. Tanpa berpikir panjang, aku mematikan lampu utama, menyisakan cahaya remang-remang dari lampu jalan yang menembus tira

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 5

    "Akhh...!" Pekikan kaget dan sakit meluncur dari bibirku.Tanpa menoleh pun, aku tahu siapa pelakunya. Leo. Hanya dia yang berani melakukan hal gila seperti ini di rumah yang penuh orang.Belum sempat aku memarahinya, tangan kekarnya sudah meremas bokongku dengan kasar melalui lapisan jeans. Cengkeramannya kuat, posesif, seolah menandai bahwa bagian tubuh ini adalah miliknya.Napas Leo terdengar memburu di belakang leherku. Dengan gerakan cepat, tangannya menyusup ke balik blouse-ku, jemarinya dengan cekatan membuka pengait bra yang menahan dadaku."Kak! Jangan gila!" bisikku panik, suaraku bergetar hebat. "Kalau Mama atau Ayah ke sini gimana? Kita masih di dapur!"Leo seolah tuli. Satu tangannya menyelinap ke depan, meremas salah satu buah dadaku yang kini bebas, memilin ujungnya yang langsung menegang kaku."Malah lebih seru, kan?" bisiknya serak.Tangan lainnya kembali beraksi di celanaku. Kancing dan resleting yang baru saja kurapikan, kembali ia buka paksa. Dia memelorotkan celan

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 4

    Cahaya matahari pagi yang menembus celah gorden terasa menyilaukan, namun tidak sebanding dengan rasa nyeri yang menjalar di sekujur tubuhku. Terutama di area antara kedua pahaku. Setiap langkah yang kuambil untuk menuruni tangga terasa menyiksa, mengingatkanku pada kejadian gila semalam. Kegadisan yang kucintai telah direnggut, dan pelakunya kini duduk santai di meja makan seolah tak terjadi apa-apa.Di ruang makan, aroma nasi goreng dan kopi menyambutku. Ibu, Om Arthur atau yang seharusnya kupanggil Ayah dan Leo sudah berkumpul.Satu-satunya kursi kosong berada tepat di samping Leo. Dengan langkah tertatih, aku menyeret kakiku menuju kursi itu. Aku berusaha duduk perlahan, namun rasa perih itu tetap menyengat."Kamu kenapa jalan seperti itu, Bella?" tanya Ibu tiba-tiba, matanya menatapku dengan heran.Jantungku mencelos. Aku buru-buru menunduk, menghindari tatapan mata elang Leo yang duduk di sebelahku. "J-jatuh, Ma. Tadi di kamar mandi," jawabku gugup, asal bicara.Ibu menggelengka

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 3

    Tubuhku menegang kaku. Mataku membelalak menatap pintu yang terkunci, lalu beralih menatap Leo yang berada di atasku."I-iya, Bu... Ada apa?" jawabku dengan suara yang kubuat senormal mungkin, meski nafasku tersengal.Bukannya berhenti, Leo justru menyeringai jahat. Dia menarik pinggulnya ke belakang, lalu menghempaskannya kembali ke dalam diriku dengan kuat."Ahhh!" Aku membekap mulutku sendiri.Sialan! Dia sengaja!"Jangan lupa ya, besok kamu kuliah pagi. Barang-barangmu sudah siap?" tanya Ibu dari balik pintu. Suaranya terdengar begitu dekat, namun juga terasa begitu jauh karena kabut gairah yang menyelimuti otakku.Leo terus bergerak. Pinggulnya menghantam bokongku dengan ritme yang stabil dan kuat. Plak. Plak. Suara kulit bersentuhan terdengar begitu nyaring di telingaku.Aku mencengkeram sprei, berusaha menahan desahan agar tidak terdengar Ibu. Keringat dingin bercucuran di pelipisku. Sensasi melakukan hal terlarang ini, dengan Ibu yang berdiri tepat di balik pintu, memicu adren

  • Hasrat Liar di Bawah Satu Atap   Bab 2

    Antara sadar dan tidak, aku merasa sedang bermimpi aneh. Dalam mimpi itu, udara di sekitarku terasa berat dan hangat.Aku menggeliat pelan di balik selimut.Tiba-tiba, aku merasakan pergerakan di sisi tempat tidur. Kasur di sebelahku melesak ke bawah, seolah menahan beban berat seseorang.Apa ini masih mimpi?Rasa kantuk yang luar biasa membuat mataku sulit terbuka. Namun, sensasi di kulitku terasa begitu nyata. Sebuah tangan yang besar dan hangat menyusup ke dalam selimut, mendarat di betisku.Sentuhan itu perlahan naik. Jari-jari kasar itu menelusuri kulit pahaku yang mulus, mengirimkan sengatan listrik yang aneh. Bukan rasa takut yang pertama kali muncul, melainkan rasa geli yang menjalar hingga ke perut bawah.Tangan itu terus naik, semakin berani. Dengan gerakan terampil, jari itu mengait tali lingerie hitamku yang tipis, menurunkannya hingga sebatas pinggang.Udara dingin pendingin ruangan menerpa kulit dadaku yang kini terekspos, membuat kedua puncaknya menegang seketika.Belum

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status