Home / Romansa / Hasrat Terlarang Kakak Ipar / [7] Menjemput Olivia

Share

[7] Menjemput Olivia

Author: Kim Meili
last update Last Updated: 2025-10-29 19:12:28

“Kamu dandan semenor ini untuk apa, Olivia? Mau menggoda pria-pria di kantor?”

Olivia yang masih mengenakan make pun langsung berhenti. Manik matanya menatap ke arah Sean dari pantulan cermin. Rahangnya tampak mengeras dengan tatapan tajam. Dia benar-benar kesal dan merasa sakit hati dengan ucapan Sean kali ini. Kalau saja bukan karena dia yang sudah menjadi istrinya, Olivia pasti sudah melayangkan tamparan di wajah pria itu.

“Kenapa menatapku begitu? Kamu gak terima?” tanya Sean ketika melihat ekspresi kesal tergambar di wajah wanita itu.

Namun, Olivia tidak menjawab. Dia memilih melanjutkan make up dan tidak memperdulikan keberadaan Sean. Sejak mengetahui pria itu berselingkuh darinya, Olivia memilih untuk mengabaikannya. Dia sudah mencintai begitu lama, memberikan pengorbanan yang besar. Kalau Sean tidak bisa menerima, dia juga tidak mungkin memaksanya.

“Aku peringatkan denganmu, Olivia. Kamu itu sudah bersuami. Meski kita menikah karena perjodohan, tetapi kamu tetap istriku. Jadi, jangan menjadi wanita murahan yang merayu pria-pria di luar sana,” kata Sean kembali.

Benar-benar menyebalkan. Olivia yang awalnya ingin mengabaikan pun mulai tidak tahan. Dia membuang napas kasar dan bankit. Kakinya melangkah ke arah Sean, berhenti tepat di depan pria itu dan mengamati penampilan suaminya.

“Kamu itu seorang atasan, Sean. Tapi pikiranmu tidak pernah bisa jernih sama sekali. Aku curiga kalau sebenarnya kamu itu Cuma petugas kebersihan di kantor,” ucap Olivia dengan sinis. Ini pertama kalinya dia menjawab Sean dengan nada suara tidak bersahabat.

“Apa maksudmu, Olivia?” Sean menatap tajam dengan kedua tangan mengepal. Tatapan tidak terima dan menunjukkan kekesalan,

“Bukan apa-apa. Hanya perkataan tidak penting,” jawab Olivia enteng. Dia langsung meraih tas di dekatnya dan melangkah keluar.

Sedangkan Sean yang melihat tingkah Olivia mulai acuh tidak acuh dengannya semakin kesal. Kedua tangannya mengepal dengan rahang mengeras. Napasnya terdengar memburu. Hinga dia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Berulang kali Sean melakukan hal yang sama. Hingga dia merasa membaik, membuatnya membuka pintu dan melangkah keluar.

‘Kamu tidak boleh terpancing dengannya, Sean. Dia hanya mencari perhatianmu saja,’ batin Sean mengingatkan.

Setelah merasa membaik, Sean pun langsung menuju ke arah pintu kamar dan keluar. Dia menuruni satu per satu anak tangga, tetapi saat berada di anak tangga terakhir, dia berhenti. Di sana juga ada Olivia yang tidak langsung menuju ke arah ruang makan. Manik matanya menatap lekat ke arah pria yang berada tepat di depannya.

‘Simon. Untuk apa dia kesini?’ tanya Sean dalam hati. Perlahan, dia mendekat ke arah Simon dan menatap pria itu taja.

“Untuk apa kamu pagi-pai ke sini, Simon?” tanya Sean dengan tatapan tidak suka. Meski merasa bersaudara, tetapi tetap saja Sean dan Simon tidaklah akur.

Sedangkan Simon yang ditanya malah tersenyum tipis dengan sebelah bibir diangkat. Tatapan meremehkan itu selalu ditunjukkan ketika dia berhadapan dengan Sean. Hal yang selalu membuat Sean semakin membenci dan merasa kesal.

“Simon, kamu ke sini? Kalau begitu, ayo kita sarapan bersama.”

Simon yang sejak tadi memperhatikan Sean pun langsung mengalihkan pandangan, menatap ke arah Charles yang baru saja datang. Dia tidak menjawab, tetapi melihat pria itu melangkah ke arah ruang makan, dia memilih ikut.

Sedangkan Sean yang tidak mendapat respon langsung mendengus kesal dan bergumam, “Aku benar-benar ingin membuang anak haram itu.” Meski begitu, dia memilih melangkah ke arah ruang makan. Tatapannya masih terus tertuju ke arah Simon berada.

“Aku rasa perusahaan keluarga Gama yang menampungmu akan bangkrut sampai sarapan pun tidak bisa mereka sediakan untuk Tuan Mudanya, Simon,” celetuk Sean ketika sampai di ruang makan dan duduk.

“Sean, jaga bicaramu.” Charles yang mendengar pun langsung memberikan teguran. Dia tidak mau kalau Simon kembali menjauhinya. Sudah lama putranya itu tidak ke rumah. Jangankan untuk makan bersama, menginjakan kaki saja tidak mau. Jadi, Charles tidak mau anaknya kabur lagi.

“Kenapa, Pa? Aku hanya mengatakan kenyataannya,” ucap Sean, tdiak mau mengalah meskipun sudah mendapat peringatan.

Meski begitu, Simon hanya tertawa kecil. Dia mengambil susu di sebelahnya dan meneguk perlahan. Hingga minuman itu hampir setengah, membuatnya berhenti dan berkata dengan nada sombong, “Tenang saja, Sean. Keluarga Gama tidak akan bangkrut. Kekayaannya bahkan lebih banyak dibandingkan keluarga Charles. Jadi, bagaimana dia bisa lengser.”

Kalah telak. Sean langsung mengepalkan kedua tangan ketika mendengarnya. Dia benar-benar kesal ketika Simon mulai menyombongkan kekayaan. Dia akui, keluarga Charles memang bukanlah tandingan keluarga Gama. Itu juga yang membuatnya membenci Simon. Siapa Simon sampai dia lebih unggul darinya?

“Sudah, jangan ribut. Sekarang lebih baik kita habiskan sarapannya,” kata Charles, tahu suasana kembali memanas.

Semua diam. Meski menurut, tetapi Sean masih menatap ke arah Simon yang duduk tepat di hadapannya. Perasaan benci dan tidak terima benar-benar sudah tumbuh dalam dirinya. Tatapannya juga tidak bersahabat sama sekali.

“Oh iya, Simon. Apa kamu kesini karena ada urusan?” tanya Charles, mengingat Simon tidak pernah datang. Dia pikir ada masalah yang mau dikatakan.

Sayangnya Simon dengan tenang menjawab, “Tidak. Aku kesini karena mau menjemput Olivia.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [27] Dia Sudah Kembali!

    “Masuk.”Simon yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaan langsung berhenti ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Manik matanya menatap ke arah pintu yang perlahan terbuka. Hingga dia melihat siapa yang masuk, membuatnya langsung mengukir senyum. Perlahan, dia bangkit dan melangkah pelan.“Aku mau memberikan dokumen yang kamu minta,” kata Olivia sembari menyerahkan map berisi dokumen.Namun, Simon tidak langsung menerima. Dia hanya diam, memperhatikan Olivia yang masih berdiri di depannya. Manik matanya mengamati wanita yang saat ini tengah menunggu tindakannya. Hingga Simon mengulurkan tangan dan melingkar di pinggang Olivia. Dengan tenang, dia menarik pelan dan memangkas jarak yang sempat ada.“Simon, ini di kantor,” ujar Olivia mengingatkan.“Ini kantorku, Sayang. Tidak ada yang bisa masuk tanpa seizinku,” sahut Simon dengan enteng.Memang tidak ada, tetapi kalau ada yang melintas di depan ruangan itu, jelas mereka melihat apa yang sedang mereka lakukan. Olivia sendiri merasa tida

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [26] Memperingatkan dengan Serius

    “Bagaimana kondisimu sekarang, Elsa? Apa sudah membaik?” tanya Sean dengan sorot mata cemas.Elsa yang saat itu hanya berbaring langsung menganggukkan kepala. Wajahnya tampak pucat dan lemah. Sejak pagi dia hanya berbaring dan tidak melakukan apapun.“Perutmu juga masih sakit?” tanya Sean.“Hanya sedikit. Tiduran sebentar, nanti juga sembuh,” jawab Elsa.Sean membuang napas lirih. Wajahnya menunjukkan simpati dengan kondisi Elsa saat ini. Setiap kali datang bulan, wanita itu pasti merasakan sakit. Hingga dia membantu Elsa berbaring dan menyelimuti.“Kamu istirahat dulu. Aku buatkan makanan untukmu,” kata Sean kembali.Elsa yang sudah bebaring hanya diam, tetapi saat melihat Sean hendak pergi, Elsa menahannya. Dia menggenggam erat dan menggigit bibir bagian bawah. Wajahnya memelas dengan perasaan tidak karuan. Hingga dering ponsel terdengar, membuat keduanya mengalihkan pandangan.“Siapa?” tanya Elsa saat melihat Sean menatap layar ponsel dengan sorot mata meragu.“Papaku,” jawab Sean,

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [25] Mulai Curiga

    Olivia menuruni satu per satu anak tangga dengan tenang. Manik matanya menatap sekitar. Rumah itu tampak benar-benar sepi. Padahal biasanya banyak sekali pegawai yang bekerja, tetapi hari ini sepertinya semua sedang mengambil cuti.“Olivia.”Olivia yang mendengar panggilan itu pun langsung mengalihkan pandangan. Melihat sang mama mertua ada di ruang makan, Olivia tersenyum lebar. Kakinya melangkah pelan, menuju ke asal suara.“Kamu mau berangkat bekerja?” tanya Gina dengan suara lembut.Olivia sendiri hanya menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Manik matanya menatap ke arah sekitar. Tidak ada Sean. Hanya ada kedua mertuanya yang siap untuk sarapan.‘Jangan-jangan dia belum pulang,’ batin Olivia, tetapi sesaat kemudian dia menghilangkan pikiran tersebut. Dia tidak perlu mengurusi Sean lagi. Pria itu sudah dewasa. Jadi, harus mulai bertanggung jawab untuk urusannya sendiri.“Kalau begitu ayo kita sarapan,” ajak Gina.Tidak mungkin rasanya menolak. Mama mertuanya baru saja pulang dar

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [24] Selalu Menjadi Prioritas

    “Sean, bisa hari ini kamu jangan pulang? Aku takut kalau perutku sakit lagi. Kamu juga tahu sendiri, kan? Aku tidak memiliki keluarga di sini. Jadi, aku tidak tahu harus minta tolong dengan siapa. Sahabatku juga lagi gak di sini,” kata Elsa dengan wajah memelas.Sean terdiam, tidak langsung menjawab ucapan Elsa. Dia sedang mempertimbangkan keputusannya. Sean tidak mau kalau masalahnya dengan Elsa hari ini sampai ke telinga sang papa. Dia tahu, selama ini papanya sedang mengawasi. Hanya saja, akhir-akhir ini sang papa jauh lebih ketat dari sebelumnya.‘Kalau sampai kau ketahuan ke rumah Elsa, apa ini tidak akan jadi masalah?’ batin Sean dengan meragu.“Sean, kenapa diam saja?” tanya Elsa karena tidak juga mendapat jawaban. Dia pun memegang lengan baju Sean dan menarik pelan.Sean yang awalnya melamun langsung tersadar. Dia menatap ke arah Elsa yang tampak begitu pucat. Ada perasaan tidak tega, tetapi dia juga tidak mungkin melawan sang papa. Dirinya belum sepenuhnya menjadi pewaris. K

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [23] Berusaha untuk Memisahkan

    “Elsa.”Elsa yang saat itu tengah duduk langsung mengalihkan pandangan. Dia menatap ke asal suara. Mendapati Sean sudah berada di depannya, Elsa langsung memasang wajah penuh kesakitan. Tangannya terus memegangi perut, sesekali mendesis pelan.“Sayang, kamu kenapa?” tanya Sean dengan wajah cemas. Dia mengalihkan pandangan, menatap sekitar yang tampak berantakan. Di sana ada pecahan gelas juga, membuatnya semakin khawatir.“Sebenarnya ini kenapa?” tanya Sean kembali. Dia memegang jemari Elsa dan mengelus secara perlahan.“Perutku tiba-tiba saja sakit, Sean. Mungkin karena mau datang bulan,” jawab Elsa.“Terus kenapa gak hubungi aku dari pagi?” tanya Sean lagi.“Aku pikir Cuma masalah sepele saja. Minum obat juga bakal sembuh, tapi ternyata aku salah. Sakitnya malah semakin terasa,” jawab Elsa dengan wajah memelas dan menunjukkan penyesalan.Sean yang mendengar hal itu membuang napas kasar. Dia menarik Elsa dan mendekap lembut. Sebelah tangannya mengelus pelan sembari berkata, “Lain kal

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [22] Semakin Tersadar

    “Jangan kamu kira perkataan ku tadi karena aku menyukaimu, Olivia. Ingat, aku tidak akan menyukai wanita licik sepertimu. Aku melakukan itu hanya karena malas mendengar ocehan Papa.”Olivia yang mendengar ucapan Sean hanya diam dan tersenyum sinis. Dia sendiri malas meladeni Sean. Perlakuan pria itu juga tidak bisa membuat hatinya luluh. Sekarang Olivia bahkan sudah memiliki rasa apapun dengan Sean, yang ada malah muak setiap kali melihat wajah munafik Sean.“Sekarang kamu bisa mengendalikan Papa. Entah apa yang kamu katakan, tetapi Papa selalu membelamu. Apa kamu puas?” Sean menatap ke arah Olivia dengan sorot mata merendahkan.Namun, Olivia hanya diam. Dia sempat menatap sekilas dan kembali mengalihkan pandangan. Rasanya jalanan jauh lebih indah daripada menatap waja Sean yang memuakkan. Sayangnya Sean berpikir lain. Pria itu langsung berhenti, membuat Olivia tersentak kaget.“Apa-apaan kamu, Sean?” tanya Olivia, kesal karena Sean yang berhenti mendadak.“Seharusnya aku yang bertany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status