Share

2. Seleksi Ibu Asi

last update Last Updated: 2025-02-10 12:35:44

Semangat hidup Ashley hampir sirna. Dengan tangan gemetaran. Jemari lentik memunguti baju yang dilempar sang ibu mertua, memasukkan berjejal ke dalam kantong plastik.

Dalam keterpurukan dan rasa putus asa, Ashley memandangi lagi setiap sudut rumah itu dengan mata berkaca. Semua kenangan indah bersama mendiang suami kini hampir benar-benar hilang.

"Maafkan, aku Mas. Aku gak kuat lagi tinggal di sini ..." batinnya terasa pilu.

Langkah kaki rapuhnya perlahan meninggalkan rumah dengan sejuta kenangan ....

Meski tidak punya tujuan, Ashley tetap melangkah pergi. Jangankan tujuan, sepeser uang pun ia tak punya.

"Aku gak punya siapa-siapa lagi di sini. Jadi untuk apa masih tetap bertahan sendiri ..." Dalam batinnya bergejolak.

Masih dalam rintik hujan yang membasahi bumi, Ashley kini tiba di jalan raya utama. Deru suara mobil bercampur dengan cipratan air yang seakan memberi nuansa, jika masih banyak orang yang bertahan hidup di luaran sana.

Namun, berbeda dengan wanita itu. Ia tak memiliki lagi semangat hidup. Rapuh dengan hati yang sangat hancur.

Berdiri di tepi trotoar, Ashley mengigit bibir bawahnya. Pandangannya sesaat melihat sekeliling, kemudian tertunduk. "Aku gak akan bisa berjuang sendirian tanpamu, Mas ..."

Tangannya menggenggam erat bungkusan plastik di depan dada. Ashley kembali mendongak, tak menghapus air mata yang terus membasahi pipinya karena air hujan telah menyamarkannya.

Sementara di dalam mobil mewah yang dikemudikan sang asisten. Ko Hans Lee menatap keluar jendela, pandangannya menerawang jauh memikirkan sang anak.

"Kata dokter Lily, Baby Neul tidak bisa minum susu formula, Pak. Kalau tetap dipaksakan, ruam pada kulitnya akan semakin banyak," ucap sang asisten membuat Hans menoleh, "Sementara di rumah sakit stok bank Asi juga semakin sedikit. Jadi kita tidak bisa mengambilnya terus dari sana."

Terdengar embusan napas berat dari sang CEO, "Lalu kita bisa dapatkan di mana, Liam?"

Mendengar pertanyaan si bos, Liam melirik sekilas lalu kembali fokus pada kemudinya. "Dokter Lily menyarankan agar Baby Neul mendapatkan ibu susu. Sehingga penyembuhan pada kulitnya bisa cepat."

Hans memang sudah diberitahu dokter tentang ibu susu sejak Haneul lahir, namun selama itu juga ia belum mendapatkannya. Sehingga Hans terpaksa memberi anaknya susu formula.

Baru tiga hari diberi susu formula, Haneul kembali menderita penyakit kulit.

Kepala Hans seketika berdenyut. Di mana ia bisa mencari wanita yang memiliki banyak Asi dan mau menyusui anaknya?

"Tidak mudah mendapatkan wanita yang mempunyai banyak Asi, Liam! Kamu tau sendiri kan, aku sudah menseleksi banyak wanita dengan kriteria seperti itu."

"Lalu sekarang kita harus apa, Pak? Perawat di rumah juga mengatakan hanya ada dua kantong Asi saja di dalam lemari pendingin."

Hans menghela berat. "Entahlah, Liam ... Aku juga hampir putus asa."

Rintik hujan ternyata masih belum reda, membuat Liam tetap fokus mengemudi dengan jalanan licin dan bunyi wiper yang menghapus jejak air di kaca mobil.

Jalan protokol masih sangat ramai dengan kebisingan mobil-mobil lainnya. Dari kejauhan, tampak lampu traffic light berubah warna hijau. Liam menginjak pedal gas semakin kuat saat hendak mencapai batas zebra cross.

Namun, tiba-tiba .... Langkah kecil kaki Ashley berhenti di tengah jalan utama.

TIIN! TIIINN!

Suara klakson pun mulai meraung di sertai decitan ban terdengar dari kejauhan. Namun, tampaknya Ashley tidak bergerak dari tempatnya. Ia sengaja ingin menabrakan dirinya tepat di depan mobil yang melintas.

Dengan menginjak pedal rem dalam-dalam, Liam berusaha menghentikan laju mobilnya yang sudah terlanjur sangat cepat.

CKIIIITT!!

Hans seketika terdorong hingga tubuhnya maju ke depan karena sang asisten mengerem secara mendadak.

"Ada apa Liam?!" tanya sang CEO.

BRAK!

Tubuh mungil Ashley terpental tak jauh dari tempat kejadian.

Mendengar dentuman tubrukan, Hans menegakkan tubuh dengan pandangan menatap tajam sosok yang terkapar di depan mobilnya.

"Wanita sialan!" umpat Liam memaki dalam hati setelah mobil berhenti sempurna, kemudian berkata, "Sepertinya dia sengaja bunuh diri, Pak."

Dengan cepat keduanya keluar dari dalam mobil dan melihat keadaan wanita itu.

"Apa dia masih hidup, Liam?" tanya Hans kala melihat sang asisten mengecek denyut nadi.

Mengangguk lirih, Liam menjawab, "Masih, Pak. Beruntungnya saya bisa mengendalikan rem."

Mendengar jawaban sang asisten, Hans menghela lega. Apa jadinya bila ia menjadi topik utama berita karena mobilnya menabrak hingga menimbulkan korban.

"Ya sudah, kita bawa ke rumah sakit sekarang!"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (41)
goodnovel comment avatar
SalmiaSR
ko sampe gitu sih as.. semangat yuu
goodnovel comment avatar
Yanda Hanazti
saking frustasinya Ashley sampe berniat bundir, semoga aja Ashley ga kenapa2
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
kasian c Ashley saking frustasinya sampai-sampai mau mengakhiri hidupnya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   170. Happy Ending

    Langit pagi tampak suram di atas bangunan tua yang dikelilingi pagar kawat berduri. Lapas itu, tempat para narapidana kelas berat menanti akhir dari sisa hidup mereka. Di dalam salah satu bloknya, terdengar erangan tertahan.Hendrik tergeletak di sudut sel tahanan. Wajahnya lebam. Bibirnya pecah. Tubuhnya gemetar. Nafasnya sesak, seolah paru-parunya dihantam ribuan kepalan tangan.Dua hari lalu, ia resmi dipindahkan dari sel umum ke blok isolasi "khusus".Dan sejak itu ... hidupnya tak pernah sama lagi.Setiap malam, pintu sel dibuka tanpa aba-aba. Beberapa sipir masuk. Beberapa membawa tongkat, sebagian hanya menggunakan sarung tangan dan sepatu boot baja. Mereka tidak berbicara. Tak memberi

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   169. Aku Akan Menjaganya

    Suasana kamar ICU yang kini sepi tanpa ada perawat maupun dokter, menjadi tambah sunyi tatkala Bu Riana memberikan sebuah saran agar semua yang ada di ruangan itu mempersiapkan mental dan hati mereka. Sejenak, Ashley dan Hans nampak bingung dengan apa yang akan disampaikan oleh wanita paruh baya ini.Hans dan Ashley sejenak saling pandang, kini mulai merasakan getaran aneh di dada mereka. Seolah firasat buruk mulai menyelimuti.Bu Riana menghela napas berat, lalu mulai berbicara dengan suara pelan namun tegas."Sebenarnya... ada satu rahasia yang Mama simpan yang membuat Soni pergi. Dan hari ini ... Mama ingin mengungkapkannya dan ingin kalian mengetahui semuanya.""Rahasia?" Ashley menahan n

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   168. Siapkan Mental

    Lorong rumah sakit itu terasa semakin panjang dan sunyi, seolah menyimpan rahasia besar yang baru saja akan terungkap. Langkah kaki Doni, Ashley, dan Hans menggema perlahan. Doni berjalan dengan dada sesak, pikirannya berkecamuk sejak mendengar nama "Sisil" keluar dari mulut Hans.Ashley yang berada di sisi Doni juga masih memikirkan hal yang sama. Perasaan tak suka dan benci pada Sisil masih ada, tapi kini bercampur dengan rasa khawatir dan penasaran.Setibanya di ruang IGD, Hans mengangkat tirai putih yang menutupi salah satu ranjang pasien."Sini ... dia di sini," gumam Hans pelan. "Coba lihat."Seketika, Ashley menoleh ke arah Doni. "Don?"

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   167. Mungkinkah ...

    Pagi merekah perlahan di langit yang cerah. Udara masih terasa segar meski lalu lintas di sekitar RS Puri Medika mulai riuh. Cahaya matahari menembus celah jendela lobi rumah sakit, membentuk garis-garis hangat di lantai putih mengkilap.Doni memasuki rumah sakit dengan langkah ringan dan ekspresi wajah yang sulit disembunyikan dan penuh rasa kemenangan. Ia baru saja kembali dari rumah untuk mengambil pakaian ganti, beberapa dokumen penting, dan barang keperluan lain. Tapi bukan itu yang membuatnya tampak begitu sumringah.Sementara Ashley keluar dari kafetaria kecil di dekat pintu utama, membawa dua bungkus nasi uduk dalam kantong plastik. Rambutnya diikat sederhana, tanpa make-up, namun aura ketenangan terpancar dari wajahnya yang kini sedikit membaik. Ia berhenti sejenak saat melihat Doni, lalu melambai pelan.

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   166. Permintaan

    Rendra mengerutkan kening, memandang Hendrik yang jelas-jelas sedang berusaha keras menahan perasaannya. "Mulai dari kejadian Sandra, adik Doni. Apa yang sebenarnya terjadi?"Hendrik terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya, sesekali mengusap wajahnya dengan tangan yang gemetar. "Itu... aku tidak tahu, aku...""Jangan coba berbohong, Hendrik!" potong Alvin yang sudah tidak sabar. "Kami tahu apa yang terjadi. Kamu sudah memperkosa Sandra. Kamu tahu betul apa akibatnya dari perbuatanmu itu."Hendrik mendongak, matanya berkaca-kaca. "Aku... aku tidak bisa mengendalikan diriku waktu itu.""Cukup!" seru Rendra, suaranya keras dan tegas. "Kamu tahu apa yang kamu lakukan, Hendrik. Tidak ada alas

  • IBU SUSU BAYIKU, CANDUKU!   165. Penyergapan

    Rendra mengedipkan mata, lalu mengakhiri sambungan dengan cepat sebelum Hendrik benar-benar menutup lebih dulu. "Terima kasih waktunya, Pak. Mohon maaf kalau mengganggu. Selamat sore."Begitu telepon ditutup, Alvin langsung bergerak cepat di komputernya. Ia menghubungkan layar ke sistem pelacakan satelit dan memperbesar lokasi yang baru saja dikunci. Gambar dari CCTV pelabuhan mulai muncul, meski tidak terlalu jernih."Ini dia. Sinyal ponsel aktif di sekitar pinggiran kota. Kamera menangkap pergerakan pria dengan hoodie gelap, masuk ke area rumah tak berpenghuni tanpa izin. Wajah tidak jelas, tapi ... sepertinya dia menyembunyikan sesuatu," kata Alvin sambil menunjuk ke layar."Apakah kita yakin itu Hendrik?" tanya Alvin, meski nadanya sudah agak yakin.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status