Home / Romansa / ISTRI 48 JAM TUAN CEO / 1. KEPUTUSAN ZIVANNA

Share

ISTRI 48 JAM TUAN CEO
ISTRI 48 JAM TUAN CEO
Author: Purple Rain

1. KEPUTUSAN ZIVANNA

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2025-05-24 17:16:15

"Tidak ada pembagian harta Gono gini,"

"Tidak ada pembagian hak waris,"

"Dan tidak ada kewajiban menafkahi setiap bulannya."

Jasmine Adrielle Zivanna, perempuan muda 22 tahun itu terlihat duduk tenang di depan meja pengadilan agama. Pandangannya lurus ke depan, seakan tidak memperdulikan kehadiran Kayvandra Shawn Dirgantara yang saat ini menatap tajam padanya.

"Apakah Anda bersedia dengan keputusan ini?" tanya seorang hakim yustisial kepadanya.

"Saya bersedia," tanpa ragu Zee menjawab.

"Hem ... tidak ada proses mediasi? Apakah Anda sudah tidak berniat untuk memperbaiki hubungan Anda dengan suami?" hakim yustisial tersebut memastikan, mereka memandang heran pada Zee.

"Tidak," jawab Zee singkat.

Tampak hakim yustisial memeriksa beberapa surat dokumen, lalu berunding dengan hakim lainnya. Tanpa menunggu lama, surat dokumen yang masih berada di atas meja itu dirapikan kembali.

"Baiklah!"

"Gugatan dikabulkan!"

"Huft ...." hembusan napas halus terdengar dari arah Zee bertepatan saat hakim yustisial menyatakan keputusannya dengan ketokan palu beberapa kali, ia lega.

Berbeda dengan Kayvandra, ia terlihat tidak terima dengan keputusan yang dirasa masih timpang. Namun saat Kay hendak melangkah mendekat ke arah Zee, lengannya ditahan oleh seseorang.

"Jangan sekarang!" bisiknya.

"Kenapa?" Kay menyatukan kedua alisnya.

"Malu, kamu sudah dibuang oleh perempuan gila itu."

"Tapi ...."

"Kita pikirkan saja langkah selanjutnya, tidak perlu mengurusi urusan yang sudah tidak penting lagi."

Kayvandra menurut, ia mengepalkan tangannya. Kay tidak lepas menatap presensi Zivanna, perempuan yang baru dinikahinya selama 2 hari itu tidak menampakkan kesedihan sedikitpun.

"Lihat baik-baik, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Tidak lama lagi, dia pasti mendapatkan penggantimu."

Kay menoleh cepat, rahangnya terlihat mengeras.

Benar saja.

Zee mengembangkan senyumnya, sangat manis. "Terima kasih banyak atas bantuannya," ia mendekat ke arah meja, lalu mengulurkan tangannya.

"Sama-sama Nona Jasmine," ucap para hakim menjabat erat tangan Zee satu persatu.

Lepas memberikan ucapan terima kasih, Zee melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu keluar. Ruang persidangan terasa sesak bagi Zee dengan hadirnya Kayvandra beserta mantan ibu mertuanya, ia berhenti sebentar di depan mereka lalu mengangguk sebagai tanda penghormatan terakhir sebagai seorang menantu.

"Sombong sekali, cuih ....!" nyonya Dirgantara menatap sinis pada mantan menantunya, bahkan tidak segan meludah di hadapan orang banyak.

Zee acuh, ia melanjutkan langkahnya dengan santai. Digenggamnya dokumen perceraian yang baru saja ia dapatkan, "Aku bebas ...." monolog Zee setelah ia menyalakan mesin mobilnya, Zivanna meninggalkan gedung pengadilan agama dengan membawa sebaris dendam.

***

Plak ....!

"Bodoh! Dasar bodoh!" teriak tuan Anumerta Wijaya, ayah Zivanna. Suaranya menggema di seluruh ruang rumah mewah mereka, mengalahkan getaran gelombang ribuan skala richter.

Zivanna memegang pipi kirinya, ia diam dan tidak membalas.

"Bisa-bisanya kamu mengambil langkah perceraian tanpa alasan apapun, bikin malu keluarga saja!"

Marah. Tuan Anumerta sangat marah dibuatnya ....

"Keluarga Kay adalah keluarga terpandang, Zee. Mereka pengusaha yang merajai bisnis sampai ke benua Eropa. Tapi kenapa kamu malah menggugat cerai putranya setelah berhasil menikah dengan, Kay?" tuan Anumerta belum bisa mengendalikan emosinya, sengaja ia memanggil Zee untuk datang ke rumah dan bertanya tentang kebenarannya.

Zee tetap diam, ia duduk tertegun sambil memainkan buku-buku jarinya.

"Mau jadi apa kamu setelah ini, hah? Apa kamu mau mengikuti jejak mama kamu yang tidak tahu diri itu?!"

Zee mengangkat wajahnya, ia tercengang. Kenapa bisa ayahnya membandingkan dirinya dengan sang ibu yang memilih kabur dengan kekasih gelapnya saat Zee masih berusia 9 tahun?

"Zee tidak akan merepotkan Papa, jadi tenang saja, Papa tidak perlu khawatir soal Zee. Lagi pula Zee kan sudah dewasa, Zee tahu langkah apa yang harus Zee ambil. Zee yakin, keputusan Zee tidaklah salah ...." ia meremat ujung dress flowy selutut yang dikenakan, Zee harus bisa menyuarakan isi hatinya meskipun saat ini tubuhnya menahan gemetar hebat.

"Kau, sudah merasa pintar, hah?!" tunjuk tuan Anumerta dengan wajah marah.

"Pa, kenapa takut hanya karena aku bercerai dengan Kay? Kita bisa kok memulai bisnis ini sendiri tanpa campur tangan mereka. Papa masih mampu, Papa masih punya aku yang akan mensupport penuh di bidang garmen ini."

"Jadi kamu menyudutkan papa? Kamu berpikir kalau papa tidak becus mengurus perusahaan tanpa bantuan mereka? Dasar anak tidak tahu malu, sudah dibela malah bertingkah!" tuan Anumerta tidak berhenti membalas perkataan putrinya, ia merasa harga dirinya diinjak-injak.

"Bukan begitu, Pa. Zee hanya ingin kita berdiri dengan kemampuan kita sendiri tanpa harus ...."

"Alah! Jangan sok menceramahi papa soal ini, anak baru kemarin seperti kamu tahu apa soal bisnis?" tangan tuan Anumerta dikibaskan, ia menolak segala masukan dari Zee.

"Papa salah paham, maksud Zee sebenarnya ...."

Zee mencoba untuk menjelaskan, tapi kenyataannya adalah ....

"Sudah! Papa capek sama kamu, Zee. Kalau kamu tidak bisa papa atur, mending sekarang kamu pergi dari rumah papa. Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi! Papa tidak sudi mengakui kamu sebagai anak papa,"

Deg!

Jantung Zee seakan lepas dari bingkainya, kelopak mata hazel miliknya kini penuh dengan embun.

"P-Papa ...." lirih Zee dengan suara bergetar.

"Buktikan! Buktikan pada papa jika kamu tidak akan merepotkan koneksi papa lagi," kelopak matanya melebar, tuan Anumerta menuntut pembuktian dari putrinya.

"Pa," lidah Zee kelu, lalu ....

Zee bangkit dari tempat duduknya, ia menelan saliva yang terasa alot untuk ditelan. "Sampai kapanpun tidak ada yang namanya mantan anak, Pa. Zee minta maaf karena sudah bikin Papa kecewa. Zee pun tidak menginginkan status janda di usia muda, tapi Zee punya alasan sendiri kenapa Zee mengambil langkah perpisahan dengan Kay."

"Jangan terlalu banyak mendramatisir!" bentak tuan Anumerta, hatinya tidak bisa luluh meskipun wajah putrinya sudah basah oleh air mata.

Seperti mimpi saat tuan Anumerta mendengar pernikahan putrinya kandas hanya dalam waktu 2 hari, bahkan Zee sudah mempersiapkan segala sesuatunya jauh hari dari sebelum janji suci itu diikrarkan.

"Tidak, Pa. Buat apa Zee mengada-ada? Maaf jika Zee tidak melibatkan Papa dalam keputusan yang Zee ambil kemarin," Zivanna mencoba untuk menjelaskan, tapi tetap saja diskusi mereka sore ini menemui jalan buntu.

"Pergi! Papa muak melihatmu di sini, kamu sudah mencoreng muka papa." usir tuan Anumerta dengan jari telunjuk mengarah ke arah pintu keluar.

"Papa ...." lunglai sudah Zivanna, semangatnya benar-benar -- patah.

"Papa bilang pergi sekarang juga, Jasmine Adrielle Zivanna! Keluar kau dari rumahku!" bentakan tuan Anumerta seakan menyadarkan Zee dari lamunan.

Zee, tanpa mengucapkan kalimat perpisahan pergi dari kediaman orang tuanya. Ia menggenggam banyak luka, tidak kentara, namun sangat berbekas di dalam lubuk hatinya.

"Jangan pernah kembali kalau kamu belum bisa sesukses papa!"

Zee menoleh, "Papa, jangan pernah menyepelekan kemampuan seseorang. Siapa tahu, sekarang aku memang ada di posisi bawah. Tapi suatu saat nanti, aku pasti bisa lebih sukses dari kalian semua ...."

"Sombong kamu!" teriak tuan Anumerta dengan wajahnya yang bengis.

"Cepat pergi! Keluar!" sambung tuan Anumerta tanpa memikirkan perasaan putrinya.

"Zee pergi Pa, jaga kesehatan Papa ...."

Tuan Anumerta membuang muka, ia membiarkan Zee pergi meninggalkan rumahnya.

Namun saat Zivanna baru melangkahkan kakinya, ponsel miliknya berbunyi. Ia mengangkat panggilan telepon yang berdering beberapa kali tanpa menunggu lama.

"Halo, Ra,"

[Ibu Zivanna, ada beberapa investor menawarkan kerjasama pada kita]

"Oke, bagus! Kamu siapkan saja semua dokumennya. Lima belas menit lagi aku akan datang, tolong kamu urus persiapan meeting malam ini sebaik mungkin."

[Siap Ibu CEO]

Zee, menarik smirk devilnya. Dari sini ia bisa melihat jelas, jika semua orang disekelilingnya tidak benar-benar tulus mencintainya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
keputusan gila baru nikah 2 hari udah mau cerai aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    84. SEHARI SEPULUH KALI

    “S3x in the car?” ia berbisik lirih setelah mengakhiri ciumannya dengan gigitan kecil di bibir bawah Zivanna.Explisit Warning 21++Bijaklah dalam memilih bacaan.>>> Selamat membaca “W-Why not, M-Masss…” kepalanya mendongak ke atas, ketika Kay terus saja mendorong tubuhnya hingga bersandar di kursi penumpang.Ceklek.Suara kursi diturunkan, Kay menindihnya dengan mudah. Ia melepaskan kemeja dan membuangnya secara asal, “Kau tanggung sendiri akibatnya, Sayang…” ujar Kay kembali memagut plumpy Zivanna dengan penuh gairah.“Emhh, Mass… jangan lupa pake kondom, dong. Kebiasaan kamu, ih…” kata Zivanna disela lumatan yang digencarkan Kay padanya.“Tenang Sayang, minum dulu after pil setelah ini, hemm….”“Akh, Mas!” remasan di dadanya membuat Zivanna memekik kecil. Kepalanya terangkat dengan tubuh menggeliat perlahan, “Aku nggak mau hamil lagi, Masss…” “Kenapa nggak mau. Ayahnya ada - jelas, nggak usah takut Sayang…

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    83. WHY NOT?

    Tawa mereka perlahan mereda, digantikan keheningan yang kali ini tidak lagi menyesakkan. Di luar jendela, warna langit sudah mulai memudar; jingga berganti menjadi ungu lembut, lalu biru tua. Lampu-lampu kota mulai menyala satu per satu, seperti bintang-bintang yang turun ke bumi. Zivanna masih bersandar, matanya setengah terpejam. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya, entah sejak kapan—tapi untuk pertama kalinya, ia merasa ringan.Semua rasa bersalah, kehilangan, dan penyangkalan yang dulu menjeratnya, kini seperti perlahan luruh bersama hembusan angin malam. “Mas…” katanya pelan, hampir seperti gumaman.Kay menoleh singkat, memberi tanda ia mendengar. “Kalau suatu hari nanti aku benar-benar bisa bahagia lagi, aku ingin Ares tahu.”Kay tersenyum kecil, tangannya menepuk lembut kemudi. “Aku rasa dia sudah tahu sejak tadi. Bahkan seluruh dunia pun tahu kalau kamu sudah menemukan letak ‘bahagia’ itu.”Zivanna menatap ke luar, pada bayangan dirinya yang terpantul di kaca mobil. “Lucu

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    82. PEREMPUAN ISTIMEWA ITU KAMU

    Langit di atas Elysium Memorial perlahan beralih dari kelabu menjadi biru pucat. Sinar matahari menembus sela-sela pohon cemara, menimpa wajah Zivanna yang masih menunduk di depan nisan Ares. Angin membawa suara lembut dedaunan, seolah bumi ikut berusaha menenangkan kesedihannya.Ia mengusap air mata terakhir di pipinya, lalu tersenyum samar. “Kau tahu, Ares…” bisiknya, “Aku akhirnya mengerti, betapa bahagianya bisa menemukan kebahagiaan setelah berhasil keluar dari masa lalu.”Kayvandra berdiri beberapa langkah di belakangnya, menatap dalam diam. Ada sesuatu di sorot matanya, campuran antara kehilangan dan lega. Selama bertahun-tahun ia menjaga rahasia itu, memikul beban yang bukan hanya miliknya. Kini melihat Zivanna menatap nisan itu tanpa amarah, ia tahu semuanya mulai menemukan tempatnya.“Mas Kay,” panggil Zivanna pelan, bangkit dari lututnya. “Aku ingin anak-anak memberikan penghormatan terakhirnya pada Ares, walau bagaimanapun mereka harus tahu kalau Ares sudah....”Kay menata

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    81. BERDAMAI

    Mobil Kayvandra berhenti di depan sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Halamannya dipenuhi bunga lavender, dan di teras depan tampak seorang perempuan sedang menyiram tanaman. Usianya mungkin mendekati Zivanna, tapi sorot matanya lembut, menenangkan; seperti seseorang yang sudah lama belajar berdamai dengan kehilangan.“Aku ingin kamu bertemu dengan seseorang,” kata Kay, sebelum Zivanna sempat bertanya.Zivanna menatapnya curiga. “Siapa dia?”Kay menarik napas perlahan. “Namanya Aila. Orang yang paling berjasa ketika Ares—” Kay tidak melanjutkan kalimatnya.Waktu seperti berhenti sesaat. Nama itu menggantung di udara, memukul perasaan Zivanna dengan keras tapi sunyi.“Ares… kenapa dengan, Ares?” tanyanya akhirnya, suaranya bergetar pelan. “Apakah ini rumah mereka?”Kay hanya mengangguk.“Dia yang menemani Ares, dia yang merawatnya, mendampinginya saat sakitnya kambuh. Aku pikir… sudah waktunya kamu tahu, Zee.”Zivanna diam. Ada bagian dalam dirinya yang ingin menolak datang, tapi lan

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    80. JALAN PULANG KE MOONVILLE

    Udara malam mulai turun perlahan di dermaga timur. Lampu-lampu jalan memantul di permukaan laut, menciptakan kilauan seperti serpihan bintang yang jatuh ke air. Zivanna berdiri di sisi jembatan kayu, membiarkan angin laut memainkan helaian rambutnya yang terlepas dari ikatan. Kayvandra berdiri beberapa langkah di belakangnya, memandang punggung perempuan itu dalam diam. Ada sesuatu dalam cara Zivanna menatap laut—ketenangan yang tidak ia temukan di masa lalu, tapi juga luka yang tidak sepenuhnya hilang. “Apa semuanya masih terlihat sama di sana?” katanya pelan, suaranya hampir kalah oleh debur ombak. “Moonvile, dermaga, laut... apakah semuanya masih sama seperti dalam ingatanku?” Kay melangkah mendekat, berdiri di sampingnya. “Kamu akan tahu sendiri keadaannya, jika kamu dan anak-anak bersedia memenuhi undanganku.” Zivanna menoleh, tersenyum samar. “Berbeda lebih baik, atau lebih buruk?” ia masih penasaran. Kay tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap ke arah cakrawala, lalu ber

  • ISTRI 48 JAM TUAN CEO    79. YANG TIDAK BENAR-BENAR PERGI

    Kafe kecil di dermaga timur New Arcadia itu selalu ramai menjelang sore. Aroma kopi dan roti panggang bercampur dengan wangi asin laut yang terbawa angin. Dari jendela besar yang menghadap ke arah matahari tenggelam, laut tampak berkilau keemasan—seolah memantulkan kembali waktu yang sempat hilang di antara dua orang manusia yang dulu saling mengenal terlalu dalam. Zivanna duduk di sudut, mengenakan blus krem sederhana dan celana linen putih. Rambutnya diikat rendah, sebagian terlepas dan tertiup lembut setiap kali pintu kafe terbuka. Ia mencoba menenangkan degup jantungnya dengan menyeruput teh hangat, meski matanya sesekali menatap ke arah pintu. Sudah hampir pukul lima. Ia tak yakin apakah Kayvandra benar-benar akan datang, atau apakah dirinya siap jika memang ia datang. Tapi saat bayangan tinggi menjulang muncul di ambang pintu, semua pertanyaan itu seolah terjawab tanpa perlu kata. Kayvandra berdiri di sana—kemeja biru muda tergulung di siku, rambut sedikit berantakan, namun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status