Home / Romansa / ISTRI BISU Tuan Terhormat / 8. Nekat Bunuh Diri

Share

8. Nekat Bunuh Diri

Author: desafrida
last update Huling Na-update: 2025-06-04 13:45:27

“Cukup, Ma. Jangan memperkeruh keadaan,” ujar Adrian tanpa menoleh pada Liora sedikit pun.

Juliana menoleh. “Semua sudah berakhir Adrian. Ceraikan dia sebelum keluarga kita semakin hancur karena dia!”

“Keadaan belum stabil, Ma. Media masih mengendus semuanya. Nama keluarga kita dipertaruhkan! Dan kalau aku menceraikan dia sekarang semua orang bahkan musuh akan mengincarnya untuk mendapatkan informasi dan menjatuhkan kita, Mama tidak mengerti itu?!"

Juliana mendesis pelan, menarik napas dengan ketidaksukaan yang jelas. “Aku tidak sudi ada perempuan bisu tak berkelas di rumah ini. Kau sendiri yang bilang pernikahan ini hanya pura-pura, kan?”

“Ya,” jawab Adrian cepat. “Tapi tetap saja, dia sekarang adalah bagian dari rencana. Kita harus menahannya di sisi kita, setidaknya sampai badai ini berlalu. Mama lihat di luar, wartawan masih banyak kan?”

Liora menunduk, tubuhnya gemetar dan menangis menunduk. Harga dirinya diinjak tanpa ampun. Kalimat ‘Badai berlalu' itu tidak dapat ia terima.  Siapa yang sebenarnya terkena musibah? Mereka benar-benar tidak punya hati!

Dia segera mengangkat wajahnya. Tatapannya tajam. Menatap Juliana dan Adrian tajam.

“Apa maksudmu menatapku seperti itu ha?!” bentak Juliana ingin memukul Liora, namun cepat Adrian cegah.

“Ma, Ma! Tahan. Tidak perlu seperti ini!” tegas Adrian.

Liora perlahan beranjak. Dia berdiri dan menegakkan wajahnya yang kacau. Ada luka yang mengeras menjadi tekad.

Ayahku sudah mati. Tidak ada lagi yang harus ku lindungi. Begitu dia berbicara dan melawan di dalam hati.

Adrian menatap mata wanita yang merupakan istrinya tersebut.

Liora yang bisu, memang tidak berkata apa-apa, tapi dia menunjuk Adiran tajam. Benar-benar tajam. Matanya yang sembab itu tidak berkedip. Dia melangkah mendekat penuh perhitungan.

Tatapan Liora terkesan memberi ancaman. Membuat Juliana yang melihatnya ingin sekali mematahkan tangannya.

Liora tahu di luar rumah masih ada beberapa wartawan yang masih berusaha mendapatkan informasi tentang dirinya. Hanya dengan satu langkah keluar rumah, satu isyarat saja bisa meruntuhkan keluarga bengis itu. Ia akan mengatakan yang sebenarnya. Tentang tabrak lari. Tentang pernikahan palsu. Tentang bagaimana ia dibungkam oleh gengsi dan kekuasaan keluarga Ashton.

"Apa? Kau mau apa?!" bentak Juliana.

Liora tidak menjawab. Kalaupun bisa, dia tidak akan menjawab. Ia langsung berjalan ke arah pintu depan.

Tapi sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, sebuah tangan besar menariknya dengan kasar.

Adrian membacanya. Ia refleks bergerak cepat. “Berhenti! Mau ke mana kau?”

Liora meronta, mengentak tangannya yang digenggam, namun pria itu lebih kuat. Matanya sama sekali tidak redup. Tubuhnya yang lemah seakan memiliki kekuatan untuk melawannya.

“Kau berani macam-macam?! Jangan buat aku hilang kendali!” ujar Adrian geram.

Juliana yang melihat rencana Liora, geram. “Bagaimana kalau kamu sekap dia saja Adrian?”

Adrian menarik lengan Liora dengan kuat, menjauhkannya dari arah pintu. Dia terus menariknya naik ke lantai dua.

Juliana pun menyeringai penuh kemenangan. “Bagus Adrian! Beri dia pelajaran! Berani-beraninya dia mencoba berulah!”

Liora tidak gentar, sepanjang Adrian menariknya paksa, dia terus berusaha melepas diri. Sampai Adrian mendorongnya masuk ke kamar dan mengunci pintu.

“Kau gila?” hardik Adrian. “Kau pikir bisa keluar begitu saja dan menghancurkan semuanya?”

Liora membalasnya dengan tatapan tajam. Napasnya memburu, tapi dia tidak takut. Matanya menyala. Mata yang penuh luka dan pemberontakan.

“Kau ingin membongkar semuanya kan? Kau pikir dunia akan peduli dengan air mata bisumu?” Suara Adrian meninggi, menggelegar. Ia menghentakkan tangannya ke dinding, nyaris mengenai kepala Liora.

Adrian menangkap leher Liora. Hendak mengancamnya dengan mencekiknya.

Tubuh Liora gemetar, tapi bukan karena takut, melainkan karena marah dan sudah lelah. Dia menunjuk dadanya sendiri, kemudian membuat gerakan tangan di lehernya sendiri, seperti akan memenggal. Dia sudah siap mati.

Adrian menyeringai getir. “Kau siap mati?” tanyanya seakan paham. Ia mendekat, terlalu dekat, hingga Liora harus melangkah mundur. Tubuhnya kandas di dinding dekat pintu.

“Aku bisa melakukannya kapan saja,” bisiknya penuh ancaman. “Jangan paksa aku melakukannya sekarang.”

Liora menatap balik. Air matanya mulai jatuh, tapi bukan karena lemah, melainkan karena muak. Ia mendorong tubuh Adrian menepis tangannya dari lengannya.

Adrian melepasnya dan masih memandang rendah wanita yang dianggap tidak benar-benar lemah. Seketika ada jeda hening. Napasnya masih berat, emosinya belum reda.

“Aku ingatkan kau, jangan buat keputusan sendiri. Kau tidak bisa! Kau masih milikku. Dan kau akan tetap di sini… sampai aku bilang permainan ini selesai!”

Detik itu pula, Liora berjalan meraih dan mengacak laci nakas. Mencari kertas dan pena. Dia juga melihat sesuatu di sana.

Liora menuliskan sesuatu. Adrian yang ingin meninggalkannya, tiba-tiba menunggu. Apa yang ingin wanita bisu itu katakan.

“Kalau bukan kau yang menabrak Ayahku, lalu untuk apa kau melakukan semua ini padaku? Ayahku sudah mati! Kau dan orang yang kau lindungi itu pasti sudah puas, bukan? Dendamku padamu, pada kalian semua, akan kubawa sampai mati!” Ia melemparkan tulisan itu pada Adrian.

Adrian menangkapnya dan membaca tulisan itu, secepat itu Liora meraih gunting dari laci nakas. Di sisa kekuatan yang tidak seberapa, di atas kaki yang gemetar, dia mengayunkan gunting itu untuk menancap ke perutnya.

“Liora!” teriak Adrian.

Bersambung…

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
desafrida
Manipulatif bgt emang :/
goodnovel comment avatar
Evi Erviani
aneh bgd sama si Adrian ini, dia sendiri yg datang , mengaku menabrak, . tapi seakan2 dari awal si Liora tau tentang penabrak itu.. dasar dodol
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   130. Akhir Segalanya, Awal yang Baru

    Adrian menatap Liora lama, seolah ingin memastikan bahwa ia tak sendiri dalam keputusan besarnya. Liora hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis, memberi dukungan tanpa suara.Dengan tarikan napas berat, Adrian akhirnya memiringkan tubuhnya dan meraih Liora dalam pelukan. Ia mendekap istrinya erat, seakan meyakinkan dirinya untuk memaafkan keluarganya.Liora membalas pelukan itu tanpa ragu. Tangannya mengusap pelan punggung Adrian, menyalurkan kekuatan tanpa satu kata pun.Setelah beberapa saat, Adrian menarik napas dan melepaskan pelukan Liora perlahan. Ia menoleh pada ibunya.Dengan sisa tenaga, ia maju dan memeluk Juliana.Wanita itu langsung pecah dalam tangis, tubuhnya bergetar hebat.“Aku maafkan Mama…” lirih Adrian.“Terima kasih… Nak… terima kasih…” katanya berulang-ulang sambil membenamkan wajah di bahu putranya. Pelukan itu bukan hanya permintaan maaf—itu adalah penyerahan diri seorang ibu yang akhirnya benar-benar rela.Tak lama kemudian, Camila yang sejak tadi berdiri

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   129. Jangan Membenci

    Liora menatap Adrian cukup lama. Dia terdiam.Adrian mengelus tangan Liora yang digenggamnya. “Tidak perlu memikirkan mereka,” ucap Adrian dingin, nada suaranya jelas dan penuh luka.Liora masih terdiam, menatap wajah Adrian dengan bingung. Ia tidak menyangka, di balik tangis dan pelukan hangat tadi, tersimpan bara yang masih membakar hatinya. Dengan suara bergetar, ia mencoba menegur pelan, “Bagaimana pun juga… dia tetap ibumu. Dia sudah menyesal, Adrian. Kamu tidak boleh seperti ini. Camila juga… Bahkan mereka sudah meminta maaf padaku, Adrian.”Namun, sorot mata Adrian justru mengeras. Tangannya yang menggenggam jemari Liora sedikit bergetar, seolah menahan emosi yang ingin meledak.“Liora…” katanya lirih tapi tajam, “kita seperti ini karena mereka. Karena ambisi, karena kebutaan, karena keegoisan. Aku hampir kehilanganmu. Kita bahkan kehilangan anak kita yang pertama. Aku tidak bisa begitu

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   128. Sadar Namun Dingin

    Juliana kembali dilarikan ke rumah sakit. Camila mendampinginya dengan perasaan panik. Ia dibaringkan di atas ranjang darurat dan dilarikan ke ruang perawatan. Selang oksigen segera dipasang di hidungnya, sementara perawat memeriksa detak jantung dan tekanan darahnya dengan cepat.Camila hanya bisa berdiri di samping, tangan gemetar memegang lengan ibunya. Air matanya menetes deras, hatinya dicekam rasa takut kehilangan. “Mama… bertahanlah…” bisiknya lirih, tak henti mengusap punggung tangan Juliana.Saat itulah, di tengah kepanikan, kesadaran perlahan menusuk benak Camila. Hatinya bergetar hebat, menyadari sesuatu yang selama ini ia abaikan.Semua ini… semua masalah yang menimpa keluarga… bahkan penderitaan Kak Adrian dan Kak Liora… semuanya karena ambisi keluarga kami. Dan… Mama akhirnya seperti ini karena tekanan dari rasa bersalahnya.Air matanya semakin deras jatuh. Ia menggigit bibir, suaranya pecah ketika berbicara pada dirinya sendiri. “Aku… aku juga bersalah… Selama ini aku h

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   127. Ancaman yang Terus Datang

    Malam itu, setelah semua tenang, Liora sudah dipindahkan kembali ke ruangannya. Dokter mewanti-wanti agar ia beristirahat total, menjaga tubuhnya dan kandungan yang masih sangat muda. Gavin berjaga di depan pintu, memastikan tidak ada gangguan.Sementara itu, di kamar Adrian, Juliana masuk dengan langkah perlahan. Camila menunggu di luar, memberi ruang bagi ibunya.Juliana berdiri lama di sisi ranjang Adrian, menatap wajah putranya yang pucat. Air matanya kembali mengalir, tapi kali ini bukan karena amarah atau gengsi, melainkan kasih sayang yang sempat terkubur terlalu lama.“Adrian…” Juliana mendekat ke sisi ranjang, jemarinya gemetar saat menyentuh tangan anaknya. Ia lalu membungkuk, memeluk tubuh Adrian dengan lembut. “Adrian, maafkan Mama… selama ini Mama terlalu egois. Mama hanya memikirkan nama keluarga, kehormatan, dan harga diri… tanpa pernah membuka mata tentang perasaanmu.”Bahunya terguncang hebat. Ia mengecup punggung tangan Adrian, suaranya pecah di antara tangis.“Mama

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   126. Penyesalan Terdalam

    Liora diam. Dia tidak menjawab ucapan Juliana.Air mata Juliana dan Camila membuat suasana kamar semakin pilu. Liora masih menatap mereka dengan wajah yang tidak begitu yakin. Tangannya tak bergeser sedikit pun dari perutnya, seolah itu adalah benteng terakhir yang melindungi hidupnya. Namun, perlahan napasnya mulai teratur.Tangis Juliana yang terdengar begitu tulus, serta suara Camila yang lirih memohon, sedikit demi sedikit melunakkan hati Liora. Bukan saatnya untuk berpikiran buruk apalagi mengingat masa lalu. Meski tidak sepenuhnya percaya, ia mencoba menurunkan ketegangan di dadanya.“Aku… aku tidak tahu harus percaya atau tidak…” ucapnya terbata. “Tapi… aku hanya ingin satu hal sekarang.”Juliana mengusap air matanya cepat, menatap Liora penuh harap. “Apa pun itu, Nak, katakanlah…”Liora menggenggam selimutnya erat, menunduk sejenak sebelum berani membuka suara lagi. “Aku ingin bertemu Adrian. Bawa aku ke ruangannya… aku harus menemuinya.”Juliana dan Camila saling pandang. Tan

  • ISTRI BISU Tuan Terhormat   125. Kabar Baik dan Keharuan

    Liora sudah terlalu lelah. Setelah lama menangis sambil berusaha membangunkan Adrian, tubuhnya akhirnya menyerah. Air matanya mengering di pipi, napasnya memburu, dan pandangannya berkunang sebelum gelap menyergap. Tubuhnya terkulai di sisi ranjang Adrian, tangannya masih menggenggam jemari pria itu.Di luar ruangan, Gavin yang sedari tadi berjaga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Awalnya ia mendengar suara tangis tertahan, tetapi lama-lama hening. Hening yang justru membuatnya resah. Ia melangkah mendekat ke pintu, lalu sedikit mengintip dari celah yang terbuka. Matanya langsung melebar saat melihat tubuh Liora terkulai lemah di sisi ranjang.“Nyonya Liora!” serunya panik, segera mendorong pintu dan berlari masuk.Tanpa pikir panjang, Gavin memanggil perawat yang berjaga. “Tolong cepat suster!”Beberapa suster segera datang, memeriksa denyut nadi Liora dan mencoba menyadarkannya. Suasana ruangan mendadak kacau, suara instruksi medis bergantian terdengar. Gavin berdiri tegang di sa

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status