공유

Nita Menangis Lagi!

작가: Cahaya Senja
last update 최신 업데이트: 2022-06-11 16:14:48

****

Aku memasuki rumah dengan bersenandung ria. Kuedarkan pandangan ke sana kemari, rumah ini masih tetap sama. Namun dengan keadaan yang sepi.

Tak kutemukan Nita baik di ruang keluarga, maupun di dapur.

"Astaga! Apa jangan-jangan dia pergi dari rumah," tebakku. Aku langsung panik, mencarinya ke sana kemari.

"Gila! Ke mana dia." Aku berusaha beripkir positif, tak ingin gegabah dan membuat kesalahan yang sama lagi. Setelahnya mencoba untuk menenangkan pikiran yang mulai kacau.

"Nita!!!" teriakku dari dalam rumah.

Namun tak kunjung ada sahutan dari pemilik nama itu.

"Mpok Ti!!!" Aku mencoba memanggil Mpok Wati. Tak lama, terdengar sahutan dari dapur.

"Iya, Tuan!" sahutnya terdengar samar-samar.

Aku lalu bergegas menghampirinya dengan keadaan panik tadi. Mpok Wati yang melihatku juga malah ikutan panik.

"Ada apa, Tuan?" tanyanya terlihat bingung.

"Mpok, Nita di dimana?" ucapku sambil memegang lengannya.

"Nyonya Nita?" tanya Mpok Wati padaku. Ia terlihat mengerutkan kening, menatapku dengan pandangan heran dan tak bisa kuartikan. Aku menunggunya untuk berbicara.

"Bukannya tadi Nyonya ke luar ya, Tuan. Katanya ke luar bersama Tuan!"

Aku menganga tak percaya. Mana mungkin, bukankah Mpok Ti harusnya tau, bahwa kami tadi sempat bertengkar hebat.

"Mpok gimana sih, kan tadi pagi kami bertengkar. Gimana caranya saya bisa ngajak dia ke luar," omelku padanya.

Mpok Wati terlihat tak nyaman. Sedangkan aku gusar karena tak tahu ia pergi ke mana.

"Maaf, Tuan. Saya pikir yang pergi bersama Nyonya tadi adalah Tuan," jawabnya lagi yang membuatku kelimpungan.

Bagaimana bisa, pergi bersama? Apa maksudnya. Apa jangan-jangan Nita selingkuh di belakangku.

"Arrggh!" teriakku keras.

Teriakanku mengagetkan Mpok Wati.

"Eh, ayam-ayam."

Mpok Wati melompat, karena terkejut mendengar teriakanku. Sedangkan aku kembali ke ruang tamu, lalu mengusap wajah dengan kasar.

"Lu ke mana sih! Ada bikin susah, nggak ada malah tambah bikin susah. Emang hidup lu bisanya bikin orang susah aja!" teriakku tak beraturan.

Puk!

Tiba-tiba terdengar bunyi sesuatu yang terjatuh.

Mataku langsung tertuju ke arah pintu. Di mana Nita berdiri dengan tatapan sendu.

Ia mengambil plastik yang jatuh.

Aku tak tau apa yang dibawanya, tapi sepertinya makanan.

"Darimana kamu?" tanyaku padanya.

"D-dari rumah Putri, Mas," jawabnya dengan suara bergetar.

"Apa itu yang kau bawa?" tanyaku padanya.

"Ini?" tanyanya balik yang membuatku berdecak.

"Ya!" jawabku singkat.

"Martabak manis kesukaanmu, Mas. Tadi aku membelinya, waktu ingin pulang ke sini." Ia lalu maju dan memberikannya padaku.

Aku tak langsung mengambilnya. Pandanganku menelisik menatap wajahnya lalu turun hingga ke telapak kakinya.

"Buang saja, aku sudah tak suka dengan martabak." Aku bersyukur di dalam hati, karena Nita tak pergi dan akhirnya rasa panik ini berubah menjadi rasa lega. Andai saja dia bilang dari awal bahwa ingin pergi, pasti aku juga tidak akan marah-marah seperti tadi, 'kan?

Aku membuang pandangan dari makanan itu dan tentu saja tak ingin menatap raut wajah sedihnya. Bukannya malah kasihan yang ada hanya membuatku bertambah kesal padanya.

"Sejak kapan?" tanya Nita menatapku.

"Apanya?" tanyaku balik tanpa menatapnya.

"Sejak kapan kau tak menyukai martabak ini?" tanyanya lagi dengan suara yang mulai parau.

"Sejak kau menjatuhkannya!" Aku menatap Nita dengan tajam, ia lalu menunduk dalam.

"T-tapi ini bersih, Mas. Aku hanya tak sengaja menjatuhkan plastiknya saja," jawab Nita pelan dan terdengar lembut di telinga

Tidak-tidak, aku tak boleh luluh padanya. Bisa saja ini adalah trik yang digunakan Nita agar aku jatuh cinta padanya.

Aku lalu mengambil martabak dari tangannya dan melemparkannya dengan sangat kasar

"Mas!" teriaknya. Air matanya mengalir membasahi ke dua pipinya yang berisi.

"Nggak usah cengeng!" bentakku lagi padanya.

"Aku rela membelikannya hujan-hujanan, agar kau tak marah lagi padaku. Aku rela membelinya dan hampir saja membuatku kehilangan nyawa!" teriaknya padaku.

"Harusnya dari awal aku tak pernah memaksakan kehendakku. Harusnya dari awal, aku tak pernah berkhayal tinggi bahwa suatu saat kau akan mencintaiku! Karena semua yang kukhayalkan hanya menambah lukaku semakin banyak dan menganga!" ujarnya dengan suara nyaring.

Baru kali ini aku melihat Nita semarah ini padaku. Bukannya meredam emosiku, Nita malah semakin membuat emosiku memuncak.

Brak!!

Aku memukul meja dengan keras.

"Aku tak pernah meminta kau membelikannya! Berhenti bertingkah, seolah-olah kau orang yang penting dalam hidupku. Kau menyusahkan! Kau membuatku selalu malu! Aku membencimu, Nita!" teriakku padanya.

"Kamu tak senang dengan kehadiranku, Mas?" tanya Nita dengan suara yang semakin lemah.

"Ya! Dan kau harus tau. Aku tak pernah menginginkan kehadiranmu dan juga ... anak ini!" Jari telunjukku mengarah pada perut Nita yang membesar.

"Penderitaan ini berawal, saat kamu menerima perjodohan kita. Jadi, nikmati saja!" Aku membisikkan kata-kata itu di telinganya.

"Oke! Baik, aku tak akan memaksa kau untuk mencintaiku. Aku juga tak akan pernah mengganggu waktumu lagi! Aku tak akan memaksamu untuk mencintaiku, karena aku tau selamanya tak akan pernah terjadi! Dan maaf Mas jika kehadiranku dan anakku membuatmu semakin menderita!"

Terlihat Nita menarik napasnya dalam dengan air mata yang semakin deras.

"Maaf karena sudah menerima perjodohan ini. Maaf untuk segala yang kulakukan hingga membuatmu tersiksa. Pegang janjiku, Mas. Aku tak akan merepotkanmu selama aku hamil anakku. Aku tak akan cerewet lagi, tak akan bawel lagi terhadapmu. Kau bisa pegang ucapanku ini!"

Nita menghapus kasar air matanya. Ia lalu mengambil makanan yang kulemparkan tadi.

Dia berjalan cepat, tanpa memedulikan aku yang terdiam. Entah mengapa ada rasa sakit, saat mendengar Nita mengeluarkan seluruh sakitnya.

"Harusnya dari awal aku sadar terhadap diriku. Gadis desa, gendut, dekil ini tak pantas bersanding denganmu yang layaknya seorang pangeran."

"Selama ini penilaian ku salah terhadapmu," lirihnya lalu kembali melanjutkan langkah meninggalkanku yang terpaku disini

Bahkan sekarang aku tak lagi melihat Nita yang lemah lembut. Nita yang kulihat sekarang adalah sosok yang berbeda.

Kali ini sepertinya aku terlalu berlebihan. Namun apa boleh buat, Ia sudah terlanjur sangat-sangat marah. Aku benar-benar kacau, pikiranku terbagi.

Apakah yang kulakukan tadi terlalu menyakitinya, batinku bertanya?

Aku menatap kepergian Nita dengan pilu. Aku ingin menyusulnya, tapi badan terasa berkeringat. Jadi kuurungkan dan memilih untuk membersihkan diri. Tak ingin membuang waktu, aku bergegas pergi ke kamar dan langsung melaksanakan ritual mandi.

Setelah selesai, kulangkahkan kaki untuk pergi ke dapur, perutku benar-benar terasa lapar. Sebenarnya martabak yang ia bawa tadi menggiurkan, tapi rasa gengsiku lebih besar di hadapannya daripada rasa lapar ini.

Sesampainya di dapur, aku tak sengaja mendengar isak tangis Nita. Kulangkahkan kaki mendekati suara tangisan itu.

"Sabar, Nyonya. Bibi tau perasaan, Nyonya. Sudah jangan menangis lagi, kasihan dedek bayinya." Terdengar suara Mpok Wati sedang menenangkan Nita.

"Nita takut, Bi. Nita takut pernikahan Nita sama kayak orang tua Nita. Anak Nita masih perlu ayahnya." Serak terdengar suara Nita.

Dadaku terasa sesak, seperti ada sesuatu yang menghantam. Apa mungkin, Nita selama ini bertahan hanya karena anak yang berada di dalam perutnya?

"Nita tau, Nita jelek. Nita gendut, jerawatan, tapi dulu nggak gini."

"Nyonya cantik, di mata orang yang menghargai. Sudah jangan menangis lagi. Nanti ketahuan Tuan, Nyonya malah akan dimarahi lagi. Semua ini terjadi karena tergantung hormon, jadi tak bisa dianggap sebagai sebuah kesengajaan apalagi sampai dibilang tak tau perawatan." Mpok Wati mencoba menenangkan Nita.

Perlahan isak tangis itu mulai mereda. Dan selanjutnya hening yang tersisa

Aku lalu menjauh agar tak ketahuan bahwa sedang menguping pembicaraan mereka. Dari sini aku bisa melihat Nita yang membawa makanan dengan mata sembabnya.

Aku duduk di meja makan dan menikmati makanan yang sudah tersedia ... sendirian.

****

Saat memasuki kamar, aku melihat Nita membereskan pakaiannya ke dalam koper. Dia menatapku sebentar, lalu kembali dengan kegiatannya memasukkan pakaian.

"Kau mau ke mana?" tanyaku padanya.

Ia hanya diam tak menjawab. Setelah selesai Nita melangkah melewatiku begitu saja. Namun tangannya segera kupegang.

"Kau mau ke mana? Kau mau membuatku di marahi Papa, hah?!" tanyaku penuh penekanan.

Nita melepaskan tanganku yang mencekal pergelangan tangannya. Tatapan matanya menusuk, tak ada lagi mata sendu yang selalu menatapku itu. Bahkan senyuman pun tak lagi menghiasi bibirnya.

"Jangan memegangku, aku takut tanganmu menjadi najis karena memegangku yang kotor ini. Seorang majikan tak pantas bersanding dengan babu. Jadi aku akan tidur bersama Mpok Wati saja."

"Jangan!" Aku langsung memegangnya lagi. Mana boleh dia tidur dengan Mpok Wati, bagaimana jika Papa tau. Bisa habis aku dimarahinya.

"Sudah kubilang jangan memegang tanganku!" Ia menghempaskan tanganku dengan kasar.

"Kau tidur di kamar tamu saja."

Entahlah, tiba-tiba kata-kata itu ke luar begitu saja dari mulutku.

Nita menatapku, dari tatapannya aku mengerti bahwa ia kecewa. Aku ingin mencegah agar dia tetap bersama denganku di kamar ini. Namun lidahku terasa sangat kelu hanya sekadar bersuara.

-

-

Next?

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
댓글 (1)
goodnovel comment avatar
Madam Rz
sedihnya, kasihan nita
댓글 모두 보기

최신 챕터

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   Ending

    "Pi, maafkan Mami. Beri Mami kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki semuanya,"nujar Clara sesaat setelah menemui John."Aku sudah sering memberimu kesempatan, tapi lagi-lagi kau sia-siakan. Rasanya kita memang tak cocok lagi untuk saling bersama Clara, karena bagaimana pun aku berjuang untuk mempertahankan rumah tangga kita. Pemenangnya tetap orang lama yang kamu suka." John tak melirik Clara sama sekali, dia masih fokus pada lembaran kertas di tangannya."Laura juga sudah besar, tak ada salahnya jika kita memilih jalan hidup masing-masing mulai saat ini. Aku tahu, mempertahankanmu akan membuatmu lebih menderita lagi begitu pun denganku juga. Laura pasti mengerti mengapa Papi dan maminya bercerai. Laura sudah bukan anak kecil lagi."Tanpa mereka sadari, Laura sedari tadi menguping pembicaraan mereka. Laura menahan isak tangisnya yang hampir terdengar. Laura memutuskan untuk segera pergi dari kegiatan mengupingnya. Dia masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas ranjang."In

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   Fakta Menyakitkan!

    "Sayang, kamu menciumiku di depannya," ucap Nita pada Damar yang menatapnya dengan tak berkedip."Memangnya kenapa? Lagipula, bukankah kita sudah sah sebagai suami-istri, itu salah dia sendiri karena sudah terlalu jauh berperilaku padaku," ujar Damar sambil menggandeng pinggang Nita dengan lembut."Tapi aku malu," ujar Nita dengan wajah yang memerah."Sini di mananya yang membuat malu, biar aku tambahin," kata Damar yang membuat Nita membulatkan matanya sempurna."Mas Damar," rengeknya dengan manja. Damar lalu tertawa melihat tingkah istrinya yang seperti anak-anak.***Di rumah Laura mengamuk tak karuan setelah dirinya dipukul sang papi."Mau atau tidak! Besok kita harus kembali ke Australia, Papi sudah membeli tiket untuk kita berangkat, bereskan semua pakaianmu sekarang juga!""Papi!" teriak Laura tak terima dengan perlakuan John."Jangan jadi seperti mamimu, Laura. Dulu sebelum kamu sebesar seperti sekarang, mamimu juga berusaha menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Aida, Mama D

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   Membuat Panas Penggoda!

    "Mami, harusnya menjadi cinta pertamaku sebagai laki-laki. Tapi semuanya pupus begitu saja, saat Mami tak pernah menganggap kehadiranku di antara Mami dan Papi.""Mami sibuk, semuanya Mami lakukan untuk masa depanmu. Kamu tau bukan?" ucap sang Mami merasa tak terima karena daritadi Aryo yang terus memojokkannya."Untuk apa, Mi. untuk apa semua itu, harta dunia, yang Mami kejar selama ini hanya akan sia-sia bila tak ada kasih sayang di dalamnya. Mami tau tidak, aku bagai anak yang terbuang, setiap malam memikirkan apakah aku dibutuhkan atau tidak.""Aku bertanya pada diri sendiri, untuk apa dilahirkan ke dunia jika kehadiranku tak berarti apa-apa. Kalian sibuk mengejar dunia yang sementara, kalian hanya memandang uang tanpa dapat berpikir bahwa suatu saat akan ada pertanggungjawaban kalian sebagai orang tua." "Uang tak akan pernah bisa membelikan kebahagian, bahkan kenangan masa kecil bersama kalian pun tak pernah terlintas di pikiran."Ucapan Aryo bagaikan pisau yang menusuk hati ora

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   Keputusan Orangtuanya yang Menyakitkan

    "Putri ada apa, kenapa menangis?" tanya Wati teman kontrakan dia. Setelah pergi, Putri memilih untuk datang ke alamat kontrakan lamanya sebelum bertemu dengan Aryo.ia menangis tersedu-sedu di hadapan Wati, susah payah di dalam mobil dia menahan tangisnya. Akhirnya terlupakan juga sekarang."Aku benar-benar bersalah. Salah telah memilih dia sebagai suamiku, harusnya dari awal aku tak menerima lamarannya. Harusnya dari awal aku tak usah kenal dengan Aryo. Jika kenyataannya kami tak mungkin bisa bersama. Harusnya aku sadar diri tidak berpunya bersanding dengan lelaki kaya."Hei! Kamu ini kenapa? Siang-siang datang ke rumahku dan menangis seperti ini. Kenapa membawa tentang kekayaan, siapa yang sudah menyakitimu?" tanya Wati yang masih tak mengerti dengan permasalahan yang dihadapi temannya."Mereka menghinaku. Mereka menjelek-jelekkan orang tuaku. Apakah salahku karena mencintai Aryo, Wati? Apa aku salah berharap bahagia dengan lelaki seperti Aryo?""Mereka siapa?" tanya Wati memegang pi

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   POV Nita (Ke mana perginya?)

    "Mama, ada apa? Kenapa Mama terlihat begitu marah pada Laura," tanyaku saat melihat Mama yang masih diliputi emosi, bahkan napasnya pun tak beraturan."Memang kurang ajar dia itu. Dia yang meninggalkan Damar, dia juga yang merasa paling tersakiti. Mama benar-benar khilaf pernah merestui hubungan dia dan juga Damar dulu.""Untung saja Damar segera dijodohkan denganmu, jadi Damar tidak perlu mempunyai istri seperti Laura yang sama sekali tidak bisa menghargai orangtua."Aku melihat Mama berbicara dengan berapi-api. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga membuat Mama menjadi semarah ini. Apakah Laura telah melakukan sesuatu yang tak dapat diterima akal logika?Entahlah, saat ini hanya Mama yang tau dan dapat merasakannya."Kamu tenang saja, Nita. Jangan terlalu memikirkan hal tadi, maafkan Mama sudah menambah beban pikiranmu. Padahal kamu baru saja kehilangan ibunda satu-satunya yang kau punya. Sekali lagi Mama meminta maaf sudah membuat keributan sepagi ini," ujar Mama tulus terlihat

  • ISTRIKU SERING DIAM SETELAH KUBENTAK!   Amarah Aida!

    "Halo Tante, bagaimana kabarnya?" tanya Laura yang langsung duduk mendekati Nita dan juga Aida."Baik." Aida hanya menjawab singkat, ia tak ingin berpura-pura baik lagi pada Laura. Karena itu hanya akan menyakiti hati menantunya kembali."Oh ya, turut berduka cita ya, Nita. Aku dengan ibumu sudah mati, jadi--""Maaf, meninggal yang benar. Mati itu istilah yang digunakan untuk hewan." Nita langsung memotong ucapan Laura. Laura memanyunkan bibirnya, kesal mendengar jawaban Nita."Ya, apapun itulah intinya aku ikut berduka cita atas kepergian ibumu," ujar Laura lagi. "Terima kasih," jawab Nita singkat."Mama ...," panggil Arkanza. Laura yang melihat itu berniat mengambil Arkanza. Namun tak jadi, karena Nita langsung sigap menghampiri anaknya."Kamu sudah besar ya, Sayang. Tante senang bisa melihatmu," ujar Laura sambil tersenyum manis. Namun senyuman itu bagaikan bisa dari ular, mematikan."Oh ya, Tante. Papi dan Mami sudah datang ke Indonesia, jadi kapan Tante akan mampir ke rumahku?"

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status