"Aku tahu Ibu suka bercanda, tapi gak gini juga bercandanya, Bu," ujarku yang sempat berbinar-binar saat mendengar ibu mertua hendak membelikanku emas yang banyak.Aku memang sudah lama ingin memiliki emas, tapi rasanya mustahil jika ibu mertua tiba-tiba mengabulkannya. Daripada harapanku dijatuhkan dengan ucapan "Ibu cuma bercanda" lebih baik aku tidak mempercayainya saja sekalian."Sudahlah, jangan banyak protes, mending sekarang kalian semua ganti pakaian."Pranknya gak lucu, Bu," ujar Mas Andre yang tampaknya juga tidak percaya."Ibu sedang tidak bercanda, kok.""Tapi uang darimana, Bu?""Pokoknya hari ini kalian nurut aja sama ibu dan gak perlu protes, kalau protes ibu akan marah dan meninggalkan kalian."Meski masih bingung, akhirnya aku segera mengganti pakaian anak-anakku dengan pakaian terbaik yang dibeli beberapa tahun lalu. Lalu setelah kami semua berdandan rapi, kami bergegas menemui ibu mertua."Melati, cepat pesan taksi online," ujar ibu mertua yang telah mengenakan paka
"Apakah kamu tidak ingin ibu menikmati hidup?" tanya ibu mertua yang membuat Mas Andre seketika tak lagi mengeluarkan suara.Setelah itu kami semua langsung melahap makanan yang ada di meja."Alhamdulillah, terimakasih ya Allah, sudah mengabulkan doa Elsa," ujar anakku yang nomor 3 hingga membuat kami semua menoleh ke arahnya."Memangnya Elsa berdoa agar bisa makan di restoran?" tanya ibu mertua tiba-tiba."Iya, soalnya kemaren Putri dan Regina bercerita kalau mereka sering makan di restoran, makanya aku berdoa sama Allah agar aku bisa makan di restoran kayak mereka.""Kalau gitu ibu akan foto Elsa lagi makan dessert itu."Ia mengangguk sembari tersenyum senang, lalu mulai menyendok dessert di hadapannya. Setelah memfoto Elsa, aku juga berkali-kali mengambil selfie, aku akan memposting di Facebook agar Bu Ratna dan Bu Susi tidak merendahkanku lagi."Udah foto-fotonya, cepat habiskan makanan kalian, karena setelah ini masih banyak hal yang akan kita kerjakan," ujar ibu mertua."Pasti k
"Ibu beneran gak apa-apa?" tanyaku saat ibu mertua terus memegangi kepalanya.Dia tidak menjawab, kulihat matanya masih terpejam. Aku langsung meraih tangannya, alhamdulilah masih kurasakan denyut nadi ibu mertua. Nyaris saja pikiran ini memikirkan hal buruk yang mungkin membuatku menangis histeris. Namun, kulihat wajahnya begitu pucat dan berkeringat."Bu, apa tidak sebaiknya kita ke rumah sakit aja?""Ibu hanya butuh istirahat, tolong jangan lagi mengganggu ibu," ujarnya dengan mata terpejam.Aku langsung menghela napas, lalu membiarkan ibu mertua kembali terlelap."Loh, kita mau kemana, Pak? Arah rumah kami bukan kesini?" tanyaku saat menyadari bahwa lelaki yang mengaku bernama Pak Yono itu membawa kami ke arah yang berlawanan dengan tempat tinggal kami."Iya, kita mau kemana ini, jangan bilang kalau kamu ternyata orang jahat, apa jangan-jangan kamu menghipnotis ibuku?" tanya suamiku."Mas Andre dan Mbak Melati gak usah negatif thinking, saya bukan orang jahat. Saya adalah sopir Bu
POV 3"Ada banyak alasan, mengapa ibu melakukan semua ini. Salah satunya adalah karena istri muda ayah kamu meminta sebagian aset peninggalan ayahmu, sementara harta itu hasil jerih payah kami berdua," ujar Bu Wiranti."Hanya gara-gara itu Ibu bersekongkol dengan Tante Farah dan berpura-pura miskin?" Andre tampak masih sulit menerima semua kenyataan bahwa selama ini telah membohonginya.Sementara Melati tampak terus mencubit tangannya sendiri karena masih menyangka semua itu mimpi."Saya akan mengajak anak-anak untuk bermain di taman belakang," ujar Bu Farah sembari mengajak keempat anak Melati pergi, agar Andre dan ibunya bisa berbicara dengan leluasa."Selain gara-gara pelakor itu, ibu juga ingin mendidik anak-anak ibu menjadi pribadi yang lebih baik, bisa menghargai uang, dan tidak semena-mena terhadap orang lain.""Memangnya harus dengan kemiskinan, ibu mendidik kami?""Iya, hanya dengan cara itu, ibu bisa membuktikan mana yang tulus dan mana yang serakah.""Coba lihat Fahri, apa
Melati langsung masuk ke kamar ibu mertuanya, karena kebetulan pintu tersebut tidak terkunci. Dilihatnya ibu mertuanya itu tengah terbaring dengan mata yang terpejam. Seketika Melati tampak cemas saat melihat wajah ibu mertuanya yang sangat pucat."Bu..." ujar Melati sembari menggoyangkan tangan ibu mertuanya.Tak ada jawaban, hingga membuat Melati berpikiran negatif. Akhirnya ia memutuskan untuk mendengarkan detak jantungnya."Ibu masih hidup, kok, Melati," ujar Bu Wiranti lirih hingga membuat Melati seketika terhenyak."Ibu gak apa-apa, kan? Aku khawatir banget sama Ibu.""Ibu cuma pusing aja.""Dari tadi pagi loh, Ibu mengatakan sakit kepala, kita periksa ke dokter, ya?""Sepertinya ibu cuma butuh istirahat.""Tapi aku gak akan tenang kalau Ibu gak diperiksa sama dokter, apalagi ibu juga gak mau minum obat.""Ibu gak apa-apa, kok. Oh, ya besok akan ada pengacara yang datang ke rumah ini, dia akan mencairkan dana untuk kamu dan Andre masing-masing satu M.""Apa Ibu bilang, masing-ma
"Kenapa Nenek tidur terus, Bu? Apa Nenek Sakit, kenapa tidak dibawa ke rumah sakit?""Nenek masih sakit ya, jadi gak bisa antar Elsa ke sekolah.""Nek, bukankah semalam Nenek bilang akan mengajak Aurora beli mainan masak-masakan?"Mendengar ucapan anak-anaknya air mata Melati tak bisa berhenti mengalir. Ia benar-benar masih tak percaya jika ibu mertuanya itu kini telah pergi untuk selamanya."Kalian semua jangan mengganggu Nenek, karena Nenek sebentar lagi akan pergi ke surga," ujar Melati sembari memeluk anak-anaknya.Mendengar ucapan ibunya, Arka dan Aldi seketika menangis histeris, sementara Melati dan Aurora hanya saling berpandangan karena belum terlalu mengerti apa yang dikatakan ibunya. Hingga saat jenazah Bu Wiranti dikebumikan, barulah tangis Elsa dan Aurora pecah."Kenapa Nenek dimasukan kesana?" tanya mereka sembari menangis meraung-raung."Elsa dan Aurora jangan seperti itu. Sekarang Nenek akan menuju surga, jadi kalian jangan berteriak-teriak seperti itu, ya, biar Nenek g
"Ya wajar saja jika kami mengatakan hal tersebut, karena miskin tapi memiliki banyak anak merupakan sebuah kebodohan," ujar Bu Ratna."Jangan seperti itu. Karena bisa saja semua yang saya miliki saat ini adalah rejeki anak-anak saya.""Ya udah, deh, Melati, kalau begitu saya minta maaf," ujar Bu Ratna disusul Bu Susi dan lainnya."Iya, saya sudah memaafkan kalian, kok.""Ngomong-ngomong, rumah peninggalan ibu mertuamu dimana? Kali aja kami kebetulan lewat lalu sekalian mampir.""Blossom Residence," jawab Melati."Ya ampun, keren banget. Boleh, dong, kapan-kapan main kesana?""Iya, silahkan," jawab Melati lalu pamit.Lalu setelah itu Melati masuk ke rumah kontrakannya. Saat rumah itu dibuka, tiba-tiba bayangan ibu mertuanya melintas di pikirannya. Terbayang olehnya wajah ibu mertuanya yang selalu tersenyum apapun kondisi mereka. Sesulit apapun kehidupan mereka dulu, tapi ibu mertuanya tampak selalu ceria dan berpikiran positif."Bu, Melati kangen," ujarnya sembari masuk ke kamar yang b
"Aldi, ibu turut berduka cita atas meninggalnya nenek Aldi," ucap Bu Guru sebelum memulai pelajaran."Terimakasih, Bu," jawab Aldi.Setelah Bu Guru, teman-teman lainnya bergantian menyalami Aldi dan mengucapkan bela sungkawa."Aldi, sebenarnya aku masih penasaran sama kamu, mengapa tiba-tiba kamu bisa membeli sepatu dan tas yang sangat mahal?" tanya Kevin dan teman-teman lainnya saat jam istirahat.Kevin adalah anak seorang pengusaha kaya, ia sering memamerkan kekayaannya, tapi dia tidak sejahat Hendrik yang suka membully Aldi hingga akhirnya dikeluarkan pihak sekolah atas campur tangan Bu Wiranti, Nenek Aldi."Iya, alhamdulilah sekarang kehidupan keluargaku sudah banyak berubah.""Bagaimana bisa?""Jadi ternyata nenekku adalah orang yang kaya, tapi Nenek menyembunyikan hartanya agar kami hidup prihatin dan bisa lebih menghargai uang.""Kamu gak bohong, kan, Di?" tanya Yoga, seseorang yang pernah menjadi teman akrab Hendrik, tapi kini ia memilih untuk berteman dengan Kevin sejak Hendr