Share

5. Negosiasi

Penulis: Reaa Hamida
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-13 15:07:47

Malam ini Renata jelas tidak bisa tidur, tengah malam di sebuah kamar yang asing membuatnya susah untuk terlelap. Bukan karena tidak nyaman, justru kamar ini sangat nyaman dan hangat, berbeda dengan unit apartemennya.

Di sisinya Naya sudah terlelap dengan nyenyak, anak itu tidur lebih cepat dari biasanya, begitu kaya Aldeis. Renata menatap wajah damai Naya yang terlihat begitu cantik bahkan saat tertidur, namun juga merasa iba sebab Naya tidak memiliki seorang ibu.

Naya dan dirinya hampir mirip, sama-sama tidak memiliki seorang ibu. Bedanya Renata tumbuh besar di panti asuhan dengan keterbatasan dan Naya hidup bergelimang harta dan memiliki keluarga yang menyayanginya.

"Aku juga akan menjagamu, Naya." Janji Renata dalam keheningan malam yang bahkan tidak bisa didengar oleh Naya.

Perempuan itu tersenyum tipis sebelum akhirnya beranjak dari ranjang, ia haus dan ingin pergi ke dapur untuk minum. Perempuan itu menatap pintu kamar yang terletak di depannya, itu kamar Narendra.

Sekelebat pikiran menghantui Renata, apakah pemilik kamar itu sudah terlelap? Atau justru masih terjaga di tengah malam seperti dirinya? Renata menggeleng saat rasa penasaran itu hinggap. Memang apa urusannya dengan dirinya?

Perempuan itu kembali berjalan, menyusuri tangga. Dapur ada di lantai satu dan terletak paling belakang, lampu-lampu yang terang sudah dimatikan hanya sisa beberapa sebagai penerang.

Mansion ini memang besar tapi entah mengapa tidak terasa menyeramkan. Seperti dilapisi pelindung agar penghuninya merasa aman.

Renata membuka lemari pendingin untuk mencari air mineral, cuaca memang sedang panas-panasnya dan minum dingin di tengah malam bukanlah sesuatu yang buruk.

"Renata?" Renata terlonjak begitu ada suara memanggil tepat di belakangnya.

"Maaf, maaf aku tidak sengaja mengagetkanmu." Naren menahan bahu Renata karena perempuan itu sempat terhuyung karena terkejut.

"Oke, tidak apa-apa."

"Kau sedang apa? Tidak tidur?" Tanya Naren setelah mundur beberapa langkah agar Renata bisa bergerak bebas.

"Saya tidak bisa tidur di tempat asing, bukan karena tidak nyaman tapi, seperti beradaptasi?" Naren mengangguk mengerti, lalu duduk di salah satu kursi dan tidak lupa mendorongkan satu untuk Renata.

"Ya aku mengerti, duduklah. Ada yang ingin aku bicarakan padamu." Suruh Naren yang disambut kerutan pada kening Renata.

"Bapak ingin membicarakan apa?" Walau begitu Renata tetap duduk di hadapan Naren. Meletakkan gelas serta botol air dingin yang seharusnya ia nikmati sekarang.

"Sebentar, tolong biarkan saya minum dulu ya, pak, saya haus." Sela Renata saat Naren hendak memulai pembicaraan mereka.

Lelaki itu mengangguk dan memperhatikan setiap gerak yang Renata buat. Perempuan yang sudah ia kenal bertahun-tahun ini ternyata jauh lebih cantik tanpa riasan. Sangat berbeda jika sedang berada di kantor, di kantor Renata terlihat begitu dewasa tetapi kali ini di hadapannya Renata terlihat seperti seorang gadis remaja yang polos.

"Sudah."

"Aku ingin bernegosiasi denganmu." Ucap Naren tanpa basa-basi.

"Bernegosisasi? Tentang apa?"

"Naya."

Renata mengernyit bingung.

"Aku ingin meminta tolong mungkin untuk beberapa waktu, apa kau bisa menjaga Naya? Anggaplah Naya seperti putrimu sendiri, dengan kata lain berpura-puralah menjadi mamanya."

"Tenang, ini tidak gratis. Aku akan menaikkan gajimu jika kau bersedia."

"Maksud pak Naren sama saja saya di kontrak untuk menjadi mama Naya tanpa batas waktu?" Naren mengangguk.

Naren rasa ini satu-satunya jalan selain menikahi Renata seperti saran ibunya. Bukankah aneh jika ia menikahi Renata sedangkan mereka tidak mengenal secara pribadi? Selain itu mereka tidak saling mencintai.

"Oh ya, jangan panggil aku pak jika di luar jam kerja, aku bukan ayahmu."

"Ah maaf. Lalu saya harus memanggil apa? Kak?"

"Apa aku terlihat setua itu?" Naren mendengus.

"Bukan begitu, tapi dibanding saya pak Naren terlihat lebih tua." Naren berdesis saat Renata kembali memanggilnya pak.

"Menurut saya panggilan kak bukanlah panggilan yang buruk."

"Terserah kau saja asal jangan panggil aku pak."

Naren menatap Renata yang tanpak ragu, perempuan berambut panjang itu bahkan memainkan ujung kuku-kukunya.

“Jadi bagaimana? Apa kau setuju?” Tanya Naren penuh harap.

Mewujudkan keinginan Naya bukanlah hal yang mudah, memang bisa saja ia mencari istri karena pasti ada banyak wanita yang bersedia. Tapi Naren tidak mungkin gegabah dan sembarangan dalam hal pernikahan yang sakral, Naren menikah untuk sehidup semati.

“Bagaimana dengan kontrak beberapa bulan? Maksud saya begini, saya tidak mungkin terus-terusan menjadi mama pura-pura untuk Naya karena saya juga memiliki kehidupan pribadi. Saya tahu pak Naren akan membayar banyak, tapi jika dengan kontrak tanpa batas saya pikir itu bisa merugikan sebelah pihak.”

“Merugikan? Aku membayarmu untuk bekerja, anggap saja kau sedang lembur. Selain itu aku juga tidak akan mengganggu urusan pribadimu, kau hanya perlu menemani Naya.”

Renata menggigit bibir bawahnya, persoalan gaji memang menggiurkan tapi, ini bukan pekerjaan sembarangan. Bagaimana jika Naya benar-benar menganggapnya setuju untuk menjadi mamanya?

Lantas seberapa kecewanya Naya saat tahu itu hanya kepura-puraan?

"Kontrak tanpa batas waktu, itu artinya saya tidak tahu sampai kapan saya harus bekerja sebagai mama pura-pura untuk Naya. Menurut saya itu merugikan."

"Apa kau juga dikontrak di perusahaanku?"

"Saya sudah pegawai tetap pak."

"Kalau begitu anggap saja pekerjaan ini juga begitu, kau bisa menyudahi saat kau merasa pekerjaan ini benar-benar merugikanmu. Bagaimana?"

Renata menghela napas pasrah saat Naren mendesaknya seolah ia tidak memiliki celah untuk menolak.

“Tapi, tetap saja...”

“Tiga kali lipat, aku akan membayarmu tiga kali lipat dari gajimu yang sekarang setiap bulannya.” Tawar Naren tanpa berpikir panjang.

Renata tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tiga kali lipat dari gajinya bekerja di kantor hanya ditambah dengan menjadi mama pura-pura untuk Naya?

“Bagaimana?” Sebelah alis Naren terangkat, menunggu jawaban dari Renata yang sulit untuk ditolak.

Naren tahu Renata pasti membutuhkan banyak uang untuk menyambung hidup dan mengeluarkan kocek sebesar itu demi membuat Naya bahagia sama sekali tidak masalah.

“Boleh saya memikirkannya dulu?”

Naren terkekeh mendengarnya, lalu mengangguk setuju. Tawarannya akan mendapat pertimbangan yang sulit untuk di tolak, dengan gaji yang besar Renata bisa pindah dari apartemennya yang kecil dan hidup lebih layak.

“Oke, apa kau bisa menjawabnya besok pagi?"

"Akan saya usahakan." Naren tersenyum miring saat tahu Renata menatapnya gamang. Dan lelaki itu yakin, Renata akan menerima tawarannya.

Naren beranjak dari duduknya, berlalu meninggalkan Renata yang masih dilanda keraguan. Sejujurnya Naren juga tidak ingin melakukan hal konyol seperti ini, bagaimana bisa ia membayar seseorang untuk berpura-pura menjadi mama putrinya? Jika bukan karena Naya yang menginginkan Renata untuk menjadi mama sambungnya, Naren tidak akan pernah melakukannya.

Setelah meninggalkan dapur Naren tidak kembali ke kamarnya, lelaki itu justru masuk ke kamar Naya. Berbaring di sebelah putrinya dengan posisi menyamping, menatap betapa damai wajah putrinya yang tertidur nyenyak membuat hatinya kembali membiru, merasa bersalah karena usahanya selama ini untuk membuat Naya bahagia ternyata belum juga terbayar lunas.

Perlahan Naren mengusap pipi putrinya lembut, lalu mencium pipi putrinya penuh sayang. Mungkin Naren memiliki banyak harta, ia bisa mendapatkan apapun dengan kekuasaannya. Tapi melihat Naya sebahagia hari ini menamparnya dengan kenyataan jika uang yang ia punya ternyata tidak bisa membeli kebahagiaan untuk Naya.

"Apapun akan papa lakukan untuk Naya, maaf karena papa belum bisa memenuhi permintaan Naya untuk mencarikan mama."

"Kali ini, papa akan mengusahakannya untuk Naya. Bahagia selalu putri papa yang paling cantik, papa sayang Naya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   42. Ayuna

    Walau Renata tahu Ayuna hanya bercanda dia tetap memberi tatapan kesal. Di otaknya hanya terisi oleh bekerja-bekerja dan bekerja, di jam berapa dia terpikir untuk mem-pelet lelaki yang justru menghabiskan uang untuk membayar dukun. Mulut Ayuna memang kurang ajar! "Kalau aku membenarkan pertanyaanmu itu, apa kamu percaya?" "Tidak, kamu bukan tipe yang akan menghabiskan uang untuk pergi ke dukun." Ayuna duduk di sofa, tepat di sebelah Renata. "Kamu berhutang cerita padaku, padahal aku hanya dinas ke luar kota selama dua minggu. Pulang-pulang sudah diberi kejutan." "Maaf, aku tidak sempat menelponmu karena suasanya tidak bersahabat." jujur Renata. "Kenapa? Apa ada masalah?" Ayuna adalah satu-satunya teman Renata yang paling dekat. Mereka mengenal satu sama lain saat masuk secara bersamaan di perusahaan. Mereka sudah seperti saudara sedarah yang sangat-sangat dekat, selalu berbagi apapun entah itu hal membahagiakan atau kesengsaraan. "Kamu tahu tidak kalau pak Naren memiliki satu

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   41. Kabar pernikahan

    "Baiklah, aku pikirkan nanti sembari berbelanja." Mobil berhenti tepat di depan gedung kantor. Sebelum turun Naren meraih dompetnya, lalu mengeluarkan sebuah kartu dari sana. Kartu itu ia julurkan di hadapan Renata, memberi kode agar perempuan itu menerimanya. "Seterusnya pakai ini untuk berbelanja. Belilah beberapa barang seperti baju, tas atau heels untukmu, kamu bisa pakai sesukamu, tidak ada limit." Renata tertegun. Dia sempat ragu apakah harus menerima kartu itu dengan suka rela, terlebih dia belum sah menjadi istri Narendra. Belum saatnya bagi Naren mencukupi kebutuhannya selama mereka belum resmi menikah. "Ambil saja, mulai sekarang aku yang akan menanggung hidupmu. Simpan uangmu sebagai tabungan, mulai hari ini aku akan menafkahimu." Renata menerima kartu itu dengan penuh kehati-hatian. Dia bukan tipe perempuan yang suka membelanjakan uang untuk barang-barang seperti baju, sepatu atau tas dari brand ternama. Mungkin ke depannya dia akan membeli sebuah buku dengan kartu in

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   40. Ke sekolah bersama Mama

    "Naya senang karena mulai hari ini akan berangkat bersama Mama." wajah Naya berseri-seri, matanya berbinar karena terlalu senang sebab mulai sekarang bisa berangkat bersama Renata. "Mama juga senang karena bisa mengantar Naya ke sekolah." Naren yang berada di kemudi tersenyum lebar, dia menyukai interaksi-interaksi kecil putrinya itu dengan Renata. Kedua perempuan beda usia itu sudah dekat, nyaman satu sama lain dan terlihat cocok sebagai ibu da anak. Ia berharap interaksi pagi ini akan terus terjadi hingga nanti, hingga ia tua bersama keluarga kecilnya. "Hihihi, Naya bisa pamerkan ke teman-teman kalau Naya sudah punya Mama. Mama mau tidak antar Naya sampai ke kelas?" Pertanyaan sederhana itu mendapat perhatian dari kedua orang dewasa, terutama Naren yang fokus menyetir. Lelaki itu memelankan laju mobil, lalu berdaham kecil sampai kedua perempuannya mengalihkan atensi. "Naya, bukannya Papa ingin melarang. Tapi, Naya bisa kenalkan Mama pada teman-teman Naya nanti setelah Papa

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   39. Sarapan bersama seperti keluarga

    "Kalian sedang membicarakan apa?" Tanpa di undang Naren datang, lelaki itu turun dengan kemeja yang belum dikancingkan. Dasi dan jas ditenteng, datang dengan raut penuh penasaran. Suara bariton lelaki itu cukup mengejutkan Naya yang masih serius mendengarkan jawaban Renata. Begitu juga Renata yang sama sekali tidak menyadari kedatangan Narendra. "Membicarakan filosofi nasi goreng." Jawab Renata sembarang. Kedua alis Naren menukik tidak percaya, menatap intens pada Renata yang terlihat gugup. Perempuan itu terburu menyelesaikan bekal Naya dan mengalihkan pendangan ke sembarang arah. Naren tidak percaya jika kedua perempuannya membicarakan tentang filosofi nasi goreng dengan wajah yang serius, memangnya apa? "Iya, Papa. Mama sedang memasak nasi goreng untuk sarapan kita." Beruntungnya Naya yang tidak terlalu mengerti bisa berkompromi tanpa diberi tahu. Dan Beruntung Renata memang membuat nasi goreng pagi ini. "Memangnya apa filosofinya?" Naren bertanya sembari mendekat, dud

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   38. Bercakap dengan Mama

    Mereka berpindah menuju wardrop, Renata yang lihai dan sudah terbiasa mengurus anak kecil dengan cekatan memakaian Naya seragamnya yang lucu. Lalu seperti permintaan anak itu, Renata menyisir rambutnya yang halus secara perlahan dan membaginya menjadi dua. Naya memiliki banyak sekali jepit rambut dan kunciran, juga pita-pita yang dibelikan oleh nenek. Perempuan itu dengan lihai menguncir rambut Naya menjadi dua, mengikatnya tanpa menimbulkan rasa sakit di kulit kepala, berbeda dengan nenek yang suka mengikat dengan kencang sehingga kulit kepala gadis kecil itu tertarik dan menimbulkan rasa sakit. Setelah mengikatnua dengan karet, Renata meraih dua buah pita berwarna merah muda. Lantas menalikan pita itu ke dua kunciran sebelumnya. Perempuan itu juga menambahkan dua jepit berbentuk lidi secara sejajar di sebelah kanan. Membuat Naya terlihat lebih manis dengan penampilannya. "Nah, sudah. Coba Naya berkaca." Renata memutar tubuh calon putrinya agar menghadap kaca. "WAHHH, CANTIK SE

  • Ibu Sambung Untuk Anak CEO   37. Pagi yang membahagiakan

    "Mama sudah tidak marah kan pada Naya?" Mendengar itu Renata dengan cepat beralih, merapikan anak rambut milik Naya dengan senyuman kecil. "Tidak, Mama tidak pernah marah dengan Naya. Mama minta maaf ya sudah membuat Naya ketakutan." "Mama, Naya senang sekali. Mama tidak akan pergi lagi kan? Mama akan selalu berada di dekat Naya kan? Mama sayang Naya kan?" Pertanyaan ber-rantai itu membuat Renata terkekeh sekaligus sedih. Dia merasa lucu dengan bagaimana wajah Naya ketika bertanya padanya, namun juga merasa sedih sebab ternyata Naya menaruh begitu banyak harapan padanya. Harapan agar dia selalu menyanyanginya dan mencintainya, serta untuk tetap tinggal bersamanya. "Mama tidak akan pergi lagi, apapun yang terjadi, Mama juga akan selalu berada di sisi Naya dan Mama sangat-sangat sayang dengan Naya, Mama mencintai Naya seperti hidup Mama sendiri." "Benarkah? Kalau begitu Naya sangat bahagia mendengarnya. Mama mau janji kelingking dengan Naya?" Gadis kecil itu berbinar s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status