Share

Sang Penyumbang Dana

"Eh ini serius?! Dia dari keluarga Dinata yang itu?!" 

***

"Kak Aldo!! Kak Aldo dimana sih ah pas Rara cari gak nongol"

"Mungkin dia masih nunggu dikelas yang dia maksud padahal kan kelas itu gak ada"

"Nah itu dia ... Dari mana aja sih kak Aldo?"

"Lah dimana dia?"

"Ini nih marah-marah sendiri dia ngomel-ngomel katanya kenapa gak dateng dulu ke kelas yang dia maksud"

"Hah dasar demit merepotkan ... Suruh dia masuk ke tubuhmu ra"

"Apa?" Seketika Rara tertunduk dan dengan cepat perilakunya berubah drastis yang menandakan kalau Aldo sudah masuk begitu saja pada tubuh Khairana.

"Gue kan udah bilang sama lo temuin gue dulu di kelas yang gue bilang kemarin gimana sih ah"

"Heh gue sama Rara juga udah cari kelas itu gak ada anjir yaudah kita langsung aja pergi ke kantor nyari, syukur-syukur udah gue bantuin bego"

"Cih kelasnya ada di ruang bawah tau"

"Lah itu kan laboratorium doang"

"Dulu itu kelas gue tau tapi sejak insiden gue tu kelas berubah jadi laboratorium"

"Bilang dong anjir emangnya ni sekolah sama kek jaman lo sekolah dulu apa"

"Yamaap"

"Udahlah, btw gue sama Rara udah nemu absen kelas lo"

"Udah? Jadi? Nama panjang gue kalian udah tau?"

"Iya, lo berasal dari keluarga Dinata kan?"

"Ya mungkin"

"Kok mungkin sih, harusnya lo tau dong"

"Gue amnesia anjir"

"Mana ada demit amnesia"

"Lo kira hantu gak bisa amnesia apa, gue gak tau makanya gue minta bantuan lo pada"

"Jadi gimana nih mau gue jelasin?"

"Ya jelasin lah"

"Yaudah jadi tadi tu gini ..."

Flashback on...

"Eh serius?! dia dari keluarga Dinata yang itu?!"

"Rara denger keluarga Dinata itu punya perusahaan yang besar, direktur disana juga kerja sama dengan ayah rara"

"Iya, mereka adalah penyumbang disekolah ini"

"Penyumbang?"

"Iya, bisa dibilang mereka adalah aset penting dari sekolah ini jika keluarga itu berhenti mengirim dana ke sekolah ini bisa-bisa sekolah ini akan ditutup karna kekurangan dana"

"Bisa gitu ya, Rara kira gak akan sepenting itu"

"Karna sekolah ini terkenal menghasilkan siswa-siswi yang cerdas dan berkarakter makanya keluarga itu menjadi penyumbang dana tetap disini"

"Kak Aldo tau gak ya soal ini"

"Kita bakal tau kalau kita tanya langsung ke dia"

"Oke deh, jadi segini dulu nih?"

"Iya kita cuma disuruh buat nyari identitas dia disekolah ini kan jadi yaudah segini aja dulu"

"Oke"

Flashback off...

"Jadi gitu, keluarga lo itu penyumbang dana disekolah ini"

"Hmm ... Mungkin iya"

"Udahlah lo bakal inget kalau lo bisa liat keluarga lo secara langsung mungkin"

"Ya mungkin, tapi gue gak pernah pergi dari sekolah ini karna tempat gue meninggal itu disini"

"Emangnya gimana sih ceritanya sampe lo meninggal?"

"Gue sendiri gak inget ... Yang gue inget ada suara tembakan dan darah bercucuran di dada gue abis itu gue gak sadarkan diri tau-tau dah jadi gini"

Riani terdiam kala melihat ekspresi wajah yang tergambar pada wajah Khairana, amarah ... sakit hati ... Dan rasa penasaran yang amat sangat ia rasakan.

Kalau misalkan Riani jadi dia mungkin akan meminta bantuan untuk mengungkap semua misteri yang terjadi padanya.

"Coba lo sesekali ikutin kita keluar dari sekolah ini, tapi jangan ngajak Rara ngobrol kalau diluar bisa-bisa dia dianggap gila lagi sama orang-orang"

"Ntar gue coba lah"

"Emang lo suka diem dimana? Keliling sekolah ini aja?"

"Ya gitu, kadang gue diajak ngobrol sama hantu lain disekolah ini"

"Berapa banyak demit disini anjir"

"Banyak tapi cuma beberapa yang bener-bener ganggu orang"

"Yaudah buat hari ini segitu aja dulu kalau ada info gue kasih tau lo"

"Iya dah"

Aldo kembali keluar dan Khairana juga sudah kembali seperti semula.

Riani dan Khairana memutuskan untuk pulang karna sudah larut, dan melanjutkan kegiatan esok hari.

***

"Keluarga Dinata ya, apa aku harus tanya papa soal ini? Apa hubungan papa dan perusahaan itu sangat dekat atau tidak, mungkin besok kalau bisa aku akan datang ke kantor papa"

Khairana bergumam setelah ia membersihkan dirinya dari peluh yang ia hasilkan hari ini bersama Riani.

Tiba-tiba saat dia tengah iseng membuka laptop untuk menonton film ada sesuatu yang mencolek kakinya berulangkali.

"Ish apaan sih ini, moci kan gak ada dikamar" tanpa melihat apa yang sedang terjadi dikakinya Khairana malah cuek tapi juga merasa terganggu.

"Iihh apaan sih ini!?"

"Eh?! Kak Aldo!!!"

"Hahahahaha halo"

"Kok bisa kakak ada disini? Bukannya kakak gak bisa pergi dari sekolah itu ya"

"Gue nyoba-nyoba aja sih taunya bisa yaudah gue nyari rumah lo"

"Kok bisa tau rumah Rara? Kirain tadi yang mainin kaki Rara itu si moci ternyata kak Aldo"

"Moci benda apaan njir"

"Kucing Rara kak bukan benda dia makhluk hidup"

"Kucing ya, yang empat kaki berbulu dan kuping runcing?"

"Iya itu kucing"

"Gue liat diluar banyak tu makhluk berkeliaran, punya lo juga?"

"Bukan lah itu kan kucing liar kalau punya Rara kucing rumahan paling moci tidur"

"Begitu ya"

"Heh jadi teralihkan deh topiknya, kak Aldo belum jawab pertanyaan Rara"

"Yang mana?"

"Kok bisa kak Aldo tau rumah Rara?"

"Gue... Gue nyium bau lo" tukas Aldo sambil mendekatkan wajahnya pada Khairana.

Khairana terdiam melihat mata yang beriris coklat terang sejenak, mereka saling menatap lama sekali sampai Aldo mendekatkan wajahnya semakin dan semakin mendekat kearah wajah Khairana.

"Khairana..."

"Kak Aldo..."

"Gak usah jadi setan yang mesum ya kau, dasar demit" ucap Khairana sambil menampar pipi Aldo yang ternyata Aldo merasakan sakit pada pipinya.

"Anjir kok sakit!?"

"Masa sakit sih kan kakak hantu"

"Mana gue tau anjir"

"Huh aku aneh sama kak aldo, kadang kakak saat kupegang hangat seperti orang hidup kadang juga dingin seperti tadi itu membuat Rara berpikir kalau kakak bukan hantu"

"Masa sih? Kok bisa?"

"Ntahlah, mungkin kakak belum meninggal?"

"Ah gak mungkin udah jelas gue jadi hantu kaya gini gak mungkin meninggal"

"Iya juga sih, tapi bisa aja kan kakak cuma koma dan secara gak langsung arwah kakak keluar dan tersesat sampai kakak hilang ingatan begini karna terlalu jauh dari raga kakak"

"Kamu ini cerewet banget ya"

"Rara kan cuma mau mastiin"

"Bisa jadi sih, tapi ah sebodo lah yang gue pikirin sekarang siapa dan apa alasan orang membunuh gue"

"Rara besok mau ke kantor papa, Rara akan tanya apa papa punya hubungan dengan perusahaan keluarga kakak"

"Dulu gue anak holkay rupanya"

"Yang Riri kasih tau sih begitu perusahaan kakak itu penyumbang dana sekolah yang sampai sekarang masih berlanjut"

"Begitulah..."

Tiba-tiba saat tengah asik mengobrol Bi ira mengetuk pintu membuat Khairana terlonjak kaget.

"Non?"

"Eh iya bi ada apa?"

"Non bawa temen ya? Bibi denger non lagi ngobrol"

"Eh... Ngghh... Nggak kok bi masa Rara bawa temen malem-malem begini"

"Boleh bibi masuk?"

"Boleh kok"

Bi Ira masuk ke kamar Khairana sambil membawa nampan berisi susu hangat dan camilan untuk Khairana.

"Ini bibi bawain susu sama camilan buat non, bibi kira non gak bisa tidur makanya tadi bibi denger non kaya lagi ngobrol sama orang"

"Ah nggak kok bi itu emang kebiasaan Rara aja kalau lagi gabut suka ngomong sendiri"

"Gitu ya, non gak lagi diganggu makhluk kan?"

"Maksud bibi?"

"Bibi tau non spesial, gak seperti orang pada umumnya jadi bibi sudah terbiasa dan tidak kaget mendengarnya bibi hanya ingin memastikan saja"

"Bibi gak takut kalau memang benar Rara bisa melihat makhluk?"

"Ngapain takut? Bibi juga bisa merasakannya kok hanya saja tidak bisa melihatnya dengan jelas, bibi juga tau disini ada anak laki-laki kan?"

Khairana kaget saat mendengar bi Ira mengetahui kalau ada kak Aldo didalam kamarnya.

"Gak usah kaget gitu non, bibi yakin itu hantu gak akan sakiti non Rara jadi bibi biarkan"

"Gimana bibi bisa tau kalau disini ada anak laki-laki?"

"Sudah bibi bilang kan tadi bibi bisa merasakannya, hawa disini dingin bukan karna AC tapi karna ada makhluk lain, bibi tau anak laki-laki itu memiliki hawa balas dendam yang dia pendam juga rasa kesedihan yang amat mendalam karna hawanya begitu dingin dan pastinya dia juga memiliki hawa yang panas bukan?"

"Iya! Bibi bener Rara juga ngerasain hal itu!"

"Jadi sekarang non tau ya arti dari hawa-hawa yang non rasakan saat berada didekat laki-laki itu"

"Iya bi, makasih infonya ya bi Rara gak nyangka loh bibi sama kaya Rara"

"Sama-sama non, abis minum susunya tidur langsung ya suruh itu demit pulang"

"Haha iya bi"

"Demit lagi, dikira gue datangnya dari dukun apa"

"Yasudah bibi kembali dulu ke kamar ya"

"Iya bi"

Bi ira melangkah keluar dan menutup pintu kamar Khairana, Aldo terlihat cemberut karna selalu dipanggil demit padahal dia bukan berasal atau suruhan dari dukun.

"Jangan cemberut gitu dong kak"

"Au dah dipanggil demit Mulu gue"

"Haha gak apa-apa lucu, oh ya apa yang dibilang bibi itu bener kak?"

"Apaan?"

"Kakak punya dendam?"

"Yahh... Tadinya gak akan gue kasih tau ke lo tapi keburu ada yang tau jadinya yaudahlah"

"Begitu ya... Kakak gak usah khawatir Rara pasti bantu kok jangan sedih lagi ya" 

Mendengar ucapan Rara, Aldo tersenyum dan bergumam bahwa seandainya dia masih diberi kesempatan untuk hidup kembali, dia ingin sekali memeluk tubuh mungilnya dengan erat.

To be continue...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status