Share

21. Overprotektif

Author: Hara Kiew
last update Last Updated: 2025-07-07 01:01:37

Pagi itu, Alda membuka gorden dengan semangat yang biasanya ia simpan hanya untuk momen libur semester. Namun antusiasmenya seketika padam saat bukan sinar matahari yang ia dapat, melainkan lempengan baja hitam pekat berdiri kokoh menggantikan pemandangan langit yang biasa menyambutnya.

Ia mengedip, mengernyit.

"Eh? Mana jendelanya?" Tangannya menyibak gorden lebih lebar, berharap penglihatannya keliru. Tapi tidak. Yang terlihat hanyalah permukaan logam gelap dengan tekstur seperti dinding tank baja.

Alda berdiri mematung. Di luar sana mungkin pagi cerah. Tapi di dalam sini, yang ia lihat hanya cahaya lampu kuning pucat dari plafon. Rasanya seperti bangun di tempat penampungan bencana nuklir.

Matanya langsung mencari Ardian. Ia mendapati pemuda itu sedang sibuk merapikan dokumennya.

“Kak Ardian, apa ini?!” pekiknya.

Ardian menoleh sekilas, lalu tersenyum santai seolah yang ditempel di jendela bukan material perang. “Itu baja balistik AR500. Tahan peluru."

“Ya, aku tahu ini baja,” sahu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    28. Who is he?

    Pelukan itu hangat, tapi tidak menenangkan. Saat Alda akhirnya masuk ke kamar, udara dingin dari AC menyergap kulitnya. Ia menatap sekeliling. Kamar itu luas, ranjangnya besar dengan pencahayaan lembut. Tapi semua itu terasa asing. Dari balik jendela besar, terdengar samar suara air hujan dan langkah patroli security kompleks. Tapi bukan itu yang mengganggunya. Yang mengganggunya adalah betapa rumah ini terasa sunyi. Bukan karena tidak ada suara, tapi karena tidak ada kehidupan manusia. Di apartemen dulu, setiap pagi selalu ada ART bawa laundry, kurir mengantar belanjaan, atau sopir menunggu di basement sambil main HP. Ada suara lift naik turun. Ada jejak kehidupan, sekecil apa pun. Tapi di sini? Pagar tinggi. Mobil terparkir rapi. Tidak ada siapa pun yang terlihat. Tetangga sibuk sendiri. Pulang kalau sudah larut. Tidak ada yang saling menyapa. Bahkan tukang kebun pun datang seperti bayangan. Kerja diam-diam, lalu menghilang lagi. Rumah ini aman. Tapi juga terasa sepi. Seperti

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    27. Aroma yang tertinggal

    “Pindah ke mana?”“Ke rumah yang sudah saya siapkan dari awal. Lokasinya rahasia. Aman. Bahkan satpamnya mantan sniper. Sekarang kerjanya pengawal pribadi pengusaha. Tapi saya rekrut dengan gaji tiga kali lipat dari sebelumnya."Alda mendelik. “Jangan-jangan tukang sapu halamannya mantan Kopassus juga?”Ardian terkekeh ringan. “Nggak. Tukang sapunya anggota tim detektif rahasia. Tugasnya mantau siapa pun yang kelihatan mencurigakan.”"Astaga. Kakak bener-bener paranoid.”“Saya antisipasi.”Alda menghela.“Kamu ngerti kan, ini udah bukan main-main lagi?” ucap Ardian sambil memegangi bahunya. “Pelakunya bisa lukai kamu kapan saja.”Alda menghela. “Kita pergi malam ini?”Ardian mengangguk. “Para bodyguard udah standby. CCTV apartemen ini sementara dimatikan. Nggak akan ada jejak ke mana kita pindah.”Alda mengangguk pasrah.Ardian menatap Alda dalam-dalam. Wajahnya tidak setegang tadi. “Saya tahu kamu capek. Saya tahu kamu muak diikuti ke mana-mana. Tapi selama pelakunya masih berkeliara

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    26. Paket Misterius

    Matahari pagi menyusup malu-malu lewat sela tirai kamar Ardian. Suara alarm dari ponsel Alda membuat kaget keduanya. Alda yang tidur di ujung ranjang langsung bangkit kaget, rambutnya berantakan, wajahnya masih mengantuk. "Astagaaa... udah pagi aja," gumamnya sambil buru-buru merapikan rambut. "Emang paling bener nggak usah tidur lagi kalo habis shalat subuh." Ardian masih selonjoran di sisi ranjang dengan mata setengah terbuka. Ia menatap istrinya itu dengan senyum geli. “Tumben nggak nendang saya pagi ini,” ledeknya. Alda mendelik. “Mau aku tendang sekalian?” “Baru juga muji.” Alda berdecak. Ia lalu turun dari tempat tidur. Tapi sebelum sempat keluar kamar, Ardian memanggil lagi. “Alda.” “Kenapa?” “Makasih, ya. Udah cerita banyak soal kamu semalam. Saya senang kamu mulai terbuka.”Alda sempat diam. Matanya melirik Ardian yang duduk sambil menggulung lengan bajunya. Gayanya selalu rapi tapi tetap bossy. Dia menunduk sebentar, lalu tersenyum tipis. “Iya. Karena aku p

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    25. Usai

    Langit malam menggantung tenang saat Alda kembali dari kamar mandi dengan wajah basah. Di ranjang, Ardian masih sibuk menatap layar laptop, tapi kepalanya langsung menoleh ketika mendengar pintu terbuka. "Udah cuci muka?" tanyanya. Alda mengangguk. Ia berjalan pelan, kemudian ikut naik ke atas ranjang, duduk bersandar di samping Ardian. Beberapa detik hening. Hanya suara klik mouse dan napas yang terdengar. "Kak, aku tadi ketemu Meira," ujar Alda akhirnya. "Mantan Kakak." Ia memperjelas. Ardian berhenti menggerakkan kursornya. "Aku nggak sengaja ketemu dia di depan kampus. Dia ngajak ngobrol, terus ngajakin makan juga. Yaudah, aku ikut aja." Ardian diam. Tatapannya masih tertuju ke layar, tapi ekspresinya perlahan berubah. Campuran antara siaga, penasaran, dan cemas. "Kamu sendirian waktu ketemu sama dia?" "Iya." Alda menggigit bibir bawahnya. "Tapi dia nggak aneh-aneh kok. Malah dia yang nyelametin aku." Kini Ardian benar-benar menoleh. "Nyelametin?" Alda menganggu

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    24. Antagonis

    Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 17.52 ketika Alda membuka pintu apartemen mereka. Gadis itu melirik ke sana ke mari. Memantau situasi sebelum akhirnya mengendap-endap masuk. "Bagus, ya! Habis kuliah bukannya langsung pulang malah kelayapan!" Alda terkesiap. Kontan membatu di tempat ketika Ardian mendekatinya dengan tatapan tajam. Layaknya ibu-ibu yang tengah memarahi anaknya, pemuda itu kini berkacak pinggang. "Ke mana aja seharian?!" Alda menunduk. Melihat tatapan Ardian membuat nyalinya seketika menciut. "Jalan-jalan sama teman," sahutnya pelan. "Jalan-jalan sampai hampir jam enam? Kamu udah shalat asar?" Pertanyaan itu membuat Alda menggelengkan kepalanya pelan. Ardian menghela panjang. "Buruan shalat. Habis itu makan! Makanan di meja udah siap." Alda mengangguk samar. Benar-benar melangkahkan kaki dengan gontai ketika tatapan tajam Ardian seakan ingin mengulitinya saat itu juga. Usai Alda berlalu, Ardian memijat pelipisnya pelan. "Ngurusin istri satu aja pusi

  • Istri Barbar Direktur Sad Boy    23. Cerita Meira

    Alda menatap lama pada Meira yang masih makan. Merasa diperhatikan, gadis itu menoleh dan tersenyum."Kamu kenapa? Heran ya, sama sikapku?"Alda cepat-cepat menggeleng. "Ah, nggak kok." Buru-buru ia menyangkal.Meira menyunggingkan senyum kecil. “Kalau mau bilang sesuatu, bilang aja kali. Jangan ragu.”Alda berdehem pelan. Mendadak ia berpikir, jangan-jangan mantan suaminya ini cenayang. “Aku bukan cenayang.” 'Tuh, kan? Beneran bisa baca pikiran orang,' batin Alda. “Muka kamu tuh nggak bisa bohong, Alda. Kamu mau bilang sesuatu, kan? Jangan ditahan. Ngomong aja.” Alda mengangkat pandangannya. “Apa kamu... mau balikan sama Kak Ardian?”Meira berhenti mengunyah. Ia diam sejenak, menatap Alda dengan tatapan tenang, tapi matanya sedikit redup. “Dulu iya. Aku sempat berharap kami bisa balikan lagi. Tapi akhirnya aku sadar, nggak sepantasnya aku berharap.” Ia tertawa getir. “Dulu, aku yang selingkuh. Mana mungkin dia mau nerima aku lagi?"“Lagian kamu kan udah jadi istrinya. Perempu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status