Share

Bab 4 Masa Lalu Darren

"Bagaimana makanannya, Bu?"

"Enak sekali. Ini kamu pesan dari mana?" tanya Danita di sela suapannya.

"Tentunya dari restoran ternama. Katanya Ibu mau makan makanan dari luar. Jadi, aku pesan dari restoran yang paling mewah dan paling mahal."

Sekarang, Darren dan Danita sedang makan malam. Ya, makan malam di saat yang kurang tepat. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tetapi, itu lebih baik daripada Darren membuat ibunya kelaparan.

Walaupun sang Ibu berbohong, tapi Danita tidak akan menolak tawaran dari anaknya itu. 

"Kamu bisa saja bujuk Ibu, tetapi bukan berarti Ibu membatalkan tuntutan sama kamu, ya. Pokoknya kamu harus tetap mengenalkan gadis itu pada Ibu."

Lama-lama Darren bosan mendengar permintaan ibunya. 

"Ya baiklah. Bisakah kita jangan membicarakan itu dulu? Kita kan baru selesai makan," ujar Darren, akhirnya bersuara. 

Padahal perutnya baru saja diisi. Bisa-bisa dia mual karena terlalu kenyang mendengar omelan ibunya.

"Loh, justru karena kita sudah selesai makan. Ibu mau bertanya sesuatu kepadamu." 

Darren menautkan kedua alisnya. "Pertanyaan apa?" 

"Ini tentang wanita jalang itu."

Darren terkesiap. Dia menghela napas kasar dengan wajah kesal. "Ya Tuhan, bisakah jangan membicarakan dia lagi, Bu?" 

"Harus! Ibu harus membicarakan dia. Ini sebagai wanti-wanti agar nanti setelah kamu menikah, wanita itu tidak ada lagi dalam kehidupan kamu." 

Darren sangat kesal. Ibunya malah membicarakan tentang seseorang yang sudah menorehkan luka di hatinya.

"Memangnya apa yang Ibu ingin bicarakan?" Dengan malas pria itu pun mengajukan pertanyaan.

Danita tidak akan berhenti jika belum mendapat jawaban dari Darren. Jadi, terpaksa pria itu menimpali setiap ucapan ibunya. 

"Apa kamu sudah memblokir semua kontak tentangnya?" tanya Danita dengan serius. 

"Kenapa Ibu malah membicarakan masalah itu? Aku tidak suka!" seru Darren.

Pria itu pun berdiri. Dia memilih untuk pergi. Takut terpancing emosi kalau terus-terusan membicarakan wanita itu. Tetapi, belum juga melangkah, Danita sudah menarik lengan anaknya. Memerintah sang pria untuk kembali duduk.

"Diam di sini! Dengar, kamu harus menghilangkan semua jejak tentang Monica. Kamu tahu? Gara-gara wanita itu, kamu tidak mau menjalin kasih lagi dengan wanita lain. Bahkan teman Ibu kira kalau kamu itu penyuka sesama jenis. Apa itu tidak memalukan?"

Danita mengeluarkan keluh kesahnya. Dia sudah malu mendengar teman-temannya mengatai Darren. Danita pun jadi ikutan khawatir dan harus memastikannya sendiri.

Danita memang tahu jika Darren tidak mau menikah sebab Monica. Seorang wanita cantik yang berhasil menjadikan Darren ATM berjalan, tapi juga menduakan pria itu.

Darren sangat mencintai Monica saat itu. Dia bahkan berencana melamar sang wanita. Apa pun permintaan Monica adalah keharusan dan selalu dikabulkan oleh Darren.

Namun, setelah dia memberikan hatinya dan banyak pengorbanan, yang didapat hanyalah pengkhianatan. Darren mendapati Monica tengah bergumul dengan pria lain.

Hati sang pria hancur. Sialnya, Darren masih menyimpan perasaan untuk Monica. Akan tetapi saat itu juga, dia tetap memutuskan hubungan dengan Monica. Darren jadi pria yang dingin, arogan dan tidak percaya lagi terhadap cinta juga jalinan asmara. Apalagi pernikahan. Pria itu tidak pernah mau menjalin komitmen.

Dia tidak mau disakiti untuk kedua kalinya. Oleh sebab itulah, hingga detik ini Darren masih melajang.

Namun, itu semua membuat Danita sedih. Dia sudah berusaha menyadarkan Darren dan mengubah pemikiran anaknya tentang sebuah hubungan. Tetapi, tidak berhasil. Hingga akhirnya, hanya cara ini yang bisa Danita lakukan demi perubahan Darren.

"Tapi aku tidak seperti itu, Bu! Aku masih normal," sergah Darren membela diri.

Danita terkesiap mendengar suara anaknya, menghempaskan dirinya dari lamunan masa silam.

Darren juga kaget mendengar keterangan ibunya. Pantas saja Danita terus memaksanya menikah, ternyata termakan oleh omongan orang. 

"Kalau begitu buktikan! Cepat menikah dan lupakan Monica."

Darren memejamkan mata sejenak, berusaha mengontrol emosi.

"Aku tahu. Lagian, dia juga tidak ada di kota ini."

"Sekarang memang dia tidak ada di kota ini, tapi kalau satu hari nanti dia kembali bagaimana? Apalagi setelah kamu menikah."

Darren terdiam. Pertanyaan ibunya berhasil membuat dia bingung. Bahkan, sang pria tidak pernah memikirkan itu. Membayangkan Monica kembali saja sudah membuat Darren bingung dan marah, apalagi kalau wanita itu benar-benar kembali. Darren pasti akan kacau. 

"Kenapa diam saja? Cepat katakan kepada Ibu. Kamu masih menyukai Monica?" tanya Danita, mendesak. 

"Bu, sudahlah. Aku tidak mau bahas dia. Aku mohon."

Jika membicarakan Monica, sama saja mengorek luka yang sudah kering. Pasti akan sakit dan tetap meninggalkan jejak. 

"Harus. Ibu bilang harus! Ibu harus tahu tentang perasaanmu kepada Monica seperti apa. Ingat, Darren. Kamu disakiti olehnya." 

"Bu, sekali lagi aku mohon!" Wajah Darren sudah memelas. Ini terlalu menyakitkan untuknya.

Namun, Danita harus melakukannya. Dia tidak bisa membiarkan anaknya menyimpan luka, apalagi masih mencintai wanita itu. Darren harus move on. 

"Dengarkan Ibu! Dia sudah mengkhianatimu, mengeruk hartamu juga. Tapi kamu masih saja mencintai dia? Kamu itu benar-benar bodoh! Cinta itu membuat kamu bodoh. Ibu tidak habis pikir, apa sih bagusnya si Monica? Hanya menang cantiknya saja. Lagian Ibu yakin, pasti ada yang lebih cantik dari Monica."

Darren mengusap kasar wajahnya. Ibunya tidak bisa berhenti juga. Dia harus mencari cara untuk lari dari pembicaraan ini.  

"Baiklah, Bu. Aku mengalah. Memang ada yang lebih cantik dari Monica." 

"Lalu, kenapa kamu masih memikirkannya?" 

Danita masih tidak habis pikir. Sudah tahu disakiti, masih saja menyimpan rasa. Masih banyak wanita yang lebih cantik dari Monica. Tetapi, anaknya itu seolah menutup mata. Dia jadi kesal sendiri. 

"Tidak semudah itu, Bu. Monica itu cinta pertamaku."

Darren akhirnya jujur tentang alasannya masih menyimpan rasa untuk Monica. Kata orang, cinta pertama itu sulit dilupakan. Pada nyatanya memang seperti itu. Darren merasakannya sendiri. 

"Omong kosong dengan cinta pertama! Kalau menyakitkan, untuk apa dikenang? Ingat, ya! Setelah kamu menikah, Ibu tidak mau tahu. Jangan pernah menyinggung apa pun tentang Monica kepada istrimu. Kamu akan menyakitinya, ingat itu! Kamu mendengarkan Ibu tidak?!" 

"Iya, Bu. Aku mendengarkan. kalau begitu aku istirahat dulu, ya."

Darren memilih untuk mengikuti alur pembicaraan ibunya. Ini lebih baik dibandingkan terus menyergah dan membuat suasana hatinya semakin buruk.

"Baiklah kalau begitu. Ingat! Besok Ibu ingin ada kabar baik, kamu harus menepati janji untuk mempertemukan Ibu dengan gadis itu."

Baru juga melangkah, Darren malah mendengar permintaan ibunya lagi. Sang pria pun memilih untuk menganggukkan kepala saja. Bisa lebih panjang urusannya kalau Darren kembali menimpali Danita.

"Tapi ngomong-ngomong, siapa nama gadis itu dan dari mana asal usulnya? Apakah Ibu mengenalnya?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
ya ampun itu ibunya Daren bicaranya tanpa jeda, kalau pake batre kira2 sehari abis berapa ya..?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status