Beranda / Romansa / Istri Dadakan Sang Presdir / 6. Kontrak pernikahan

Share

6. Kontrak pernikahan

Penulis: Scorpio_Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 23:37:27

Keesokan harinya, Aruna tiba di kantor jauh lebih awal dari biasanya. Ada tumpukan pekerjaan yang menanti, tapi pikirannya melayang pada satu hal: pertemuan dengan Raynar. 'Bagaimana cara menyampaikan permintaan ini nanti?' batinnya bergejolak, keraguan dan kecemasan menari-nari di benaknya.

Saat jam kantor dimulai, Aruna sudah tenggelam dalam pekerjaannya, jemarinya lincah menari di atas keyboard laptop. Tak lama kemudian, Raynar muncul, diiringi asistennya, disambut sapaan serentak dari seluruh karyawan divisi.

"Pagi, Pak!" suara mereka menggema di ruangan luas itu.

Raynar hanya mengangguk singkat, tatapannya dingin dan acuh tak acuh. Pemandangan ini sudah menjadi rutinitas, menyaksikan ketampanan dan aura dominan Raynar. Namun, di balik kekaguman itu, terselip rasa takut. Mereka tahu, kemarahan Raynar bisa meledak kapan saja, menghancurkan ketenangan yang rapuh.

"Aruna, ikut ke ruangan saya!" perintah Raynar, suaranya sedingin es, tanpa menghentikan langkahnya yang mantap.

DEG.

Jantung Aruna berdebar kencang, seperti genderang perang yang dipukul bertalu-talu. Mengapa namanya disebut saja sudah membuatnya kehilangan kendali? Ia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum beranjak menuju ruang kerja Raynar.

"Una!" panggil Bella, matanya menatap sahabatnya dengan cemas. "Semangat!" serunya, berusaha memberikan dukungan. Ia tahu betul karakter Raynar yang tempramental, tegas, dan dingin. Ia khawatir Aruna akan menjadi sasaran amarah atasannya.

Aruna tersenyum lebar, berusaha menutupi kegugupannya, dan membalas sapaan Bella dengan gerakan tangan yang penuh semangat.

TOK TOK TOKKK.

Aruna mengetuk pintu ruang kerja Raynar, suara ketukan itu terdengar nyaring di tengah keheningan. Ia melangkah masuk, menyapa atasannya dengan sopan, "Selamat pagi, Pak!"

Napas Aruna tercekat. Pagi itu, Raynar tampil begitu mempesona, auranya begitu dominan hingga membuatnya terpesona. Raynar telah menanggalkan jasnya, hanya menyisakan kemeja putih yang memperlihatkan otot lengannya yang kuat. Kacamata bertengger di hidungnya, matanya yang tajam menatap serius dokumen di hadapannya. Ia duduk dengan gagah di kursi kebesarannya, seperti raja di singgasananya.

"Silakan duduk!" perintah Raynar, suaranya berat dan tegas, memecah keheningan ruangan.

Aruna mengangguk dan duduk di kursi yang dimaksud Raynar. Tak lama kemudian, Raynar menyodorkan sebuah dokumen berisi perjanjian kontrak pernikahan mereka.

"Silakan kamu baca, jika ada yang tidak cocok... kita bisa membicarakannya kembali, sebelum kamu menandatangani surat perjanjian ini!" ucap Raynar menjelaskan.

Aruna mengangguk. Perlahan, ia mulai membaca berkas itu dengan teliti. Aruna mengangguk dan tersenyum kecil setelah membaca keseluruhan surat perjanjian itu, seolah puas dengan apa yang tertulis di dalamnya. "Baiklah, tidak ada masalah dengan poin-poin di dalam surat perjanjian ini. Saya bersedia bekerja sama dengan Anda, Pak!" ucapnya seraya menandatangani surat itu.

Raynar tersenyum kecil melihat Aruna menandatangani surat itu. "Senang bekerja sama dengan Anda!" ucapnya seraya mengulurkan tangan ke arah Aruna.

Aruna menerima uluran tangan Raynar, jabatan tangan mereka menandakan kerja sama itu resmi dimulai.

"Baiklah, kalau begitu... saya undur diri, ada beberapa pekerjaan yang belum saya selesaikan!" pamit Aruna, ia menutup bolpoin yang tadi ia gunakan dan meletakkannya di atas meja, sebelum beranjak dari kursi itu.

"Jangan lupa persiapkan semua berkas yang dibutuhkan untuk meeting nanti!" ucap Raynar mengingatkan.

"Baik, Pak!"

"Persiapkan diri kamu juga, hari ini... kamu yang akan menemani saya untuk perjalanan bisnis di luar negeri!" ucap Raynar tanpa ekspresi.

"Sa-saya, Pak?!" Aruna sedikit bingung. Karena selama ini, setiap ada perjalanan bisnis di luar negeri selalu ditemani oleh Arland, asisten sekaligus orang kepercayaannya.

"Hmmm," singkat Raynar, "Dan nanti sebelum kita berangkat, kita akan ke kantor catatan sipil dahulu untuk melegalkan hubungan kita!"

"HAH?" Aruna terbelalak mendengar kalimat terakhir Raynar.

Raynar menegakkan tubuhnya, melepas kacamata yang bertengger di hidungnya, membuat auranya semakin mengesankan hingga Aruna hampir lupa caranya bernapas.

"Ada apa?" tanya Raynar, matanya menyipit melihat reaksi Aruna.

"Bukannya ini terlalu buru-buru, Pak?!"

Raynar menggeleng, "Untuk apa lagi menunda hal baik?"

Hal baik? Tapi ini kan... "Ini kan sekadar hubungan palsu, Pak?!" ucap Aruna dengan polos.

Ekspresi Raynar seketika berubah mendengar kalimat Aruna. "Memangnya kenapa? Apa ada yang salah, hmmm?!"

Aruna menggeleng, tidak berani untuk menentang keputusan Raynar. Bagaimanapun, pria itu adalah pihak pertama yang memiliki kekuasaan lebih besar di dalam kontrak itu. "Baiklah, Pak. Saya undur diri agar bisa segera menyelesaikan pekerjaan sebelum mengikuti Anda untuk perjalanan bisnis!" pamit Aruna, suaranya terdengar datar, menyembunyikan rasa cemas yang menggerogoti hatinya. Ia nyelonong pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Raynar, langkahnya tergesa-gesa, seperti buronan yang melarikan diri dari kejaran. Ia sedikit was-was, takut tanpa sengaja membuat atasannya itu kesal dan akhirnya marah-marah, karena ia tahu, seluruh divisi yang berada satu lantai dengan kantor Raynar akan terkena imbasnya.

Kening Raynar berkerut, matanya menatap punggung Aruna yang menghilang di balik pintu. "Ada apa dengan dia?" gumamnya, suaranya terdengar dingin, seperti hembusan angin malam.

Sementara itu, Aruna menghela napas lega, seolah baru saja keluar dari ruangan penyiksaan. Ruang kerja Raynar, yang seharusnya menjadi simbol kekuasaan dan kesuksesan, terasa seperti ruang hampa yang mencekam baginya. Ya, ruangan itu memang tertata indah dan elegan, tapi penghuninya...

"Huhhhh, akhirnya..." Aruna memegangi dadanya, merasakan jantungnya yang berdebar kencang, seperti genderang perang yang ditabuh bertalu-talu. Sial, sebentar lagi... tidak hanya di kantor, ia akan terikat dengan Raynar di mana pun ia berada. Aruna teringat kembali pada surat perjanjian itu, kontrak yang mengikatnya dalam pernikahan palsu selama satu tahun.

"Tenang-tenang, sabar... ini hanya satu tahun, Aruna," gumamnya, berusaha menguatkan diri. Jika bukan karena gaji yang ditawarkan Raynar sangat menggiurkan, ia tidak akan sudi berada di posisi ini. Ia membayangkan dirinya terkurung dalam sangkar emas, dikelilingi kemewahan, tapi jiwanya merana.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Dadakan Sang Presdir   8. Ketakutan yang berbeda

    "Huftttt," desis Aruna, lega. Setibanya di area lobi hotel yang mewah dan ramai, ia segera melarikan diri dari Raynar dengan alasan klise yang terdengar masuk akal: kamar mandi. Itu adalah satu-satunya tempat yang terlintas di benaknya untuk menenangkan diri dan memproses apa yang baru saja terjadi.Di dalam kamar mandi, ia berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang tampak memerah. "Sadar, Aruna," gumamnya lirih, mencaci dirinya sendiri. "Ini hanya sebatas hubungan kerja sama." Kata-kata itu ia ucapkan berulang kali, berharap bisa menenangkan debaran jantungnya yang masih belum normal. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap rona di wajahnya segera mereda. Kecupan yang tak disengaja itu terasa seperti jejak panas yang tak bisa dihapus, membuatnya merasa malu dan canggung.Setelah yakin penampilannya telah kembali seperti biasa dan debaran jantungnya normal, Aruna memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Sudah cukup lama ia bersembunyi. Ia berharap Raynar sudah terlebih d

  • Istri Dadakan Sang Presdir   7. Amsterdam, Antara tugas dan status palsu

    Cekrikkkk.Suara jepretan kamera, diikuti kilatan cahaya flash, memecah keheningan kantor catatan sipil. Aruna tersentak, jantungnya berdegup kencang. Di tangannya, tergenggam buku nikah berwarna merah, simbol pernikahan kontraknya dengan Raynar, sang atasan. Semua ini terasa seperti mimpi yang terlalu nyata, terlalu cepat, mengubah hidupnya dalam sekejap.Aruna dan Raynar berjalan berdampingan keluar dari gedung, buku nikah itu menjadi saksi bisu perubahan status mereka. Raynar tersenyum tipis, matanya melirik sekilas foto mereka di dalam buku itu. 'Ahhh... sepertinya aku sudah gila,' batinnya, suara hatinya berbisik di tengah kekacauan yang ia ciptakan sendiri.Berbeda dengan Raynar yang tampak tenang, Aruna dilanda badai emosi. Ia mencubit lengannya sendiri, berusaha meyakinkan diri bahwa ini bukan ilusi. "Shhhh," desisnya lirih, rasa sakit di lengannya membuktikan bahwa ini nyata."Ada apa denganmu?" tanya Raynar, suaranya memecah lamunan Aruna.Aruna menoleh, matanya menatap Rayn

  • Istri Dadakan Sang Presdir   6. Kontrak pernikahan

    Keesokan harinya, Aruna tiba di kantor jauh lebih awal dari biasanya. Ada tumpukan pekerjaan yang menanti, tapi pikirannya melayang pada satu hal: pertemuan dengan Raynar. 'Bagaimana cara menyampaikan permintaan ini nanti?' batinnya bergejolak, keraguan dan kecemasan menari-nari di benaknya.Saat jam kantor dimulai, Aruna sudah tenggelam dalam pekerjaannya, jemarinya lincah menari di atas keyboard laptop. Tak lama kemudian, Raynar muncul, diiringi asistennya, disambut sapaan serentak dari seluruh karyawan divisi."Pagi, Pak!" suara mereka menggema di ruangan luas itu.Raynar hanya mengangguk singkat, tatapannya dingin dan acuh tak acuh. Pemandangan ini sudah menjadi rutinitas, menyaksikan ketampanan dan aura dominan Raynar. Namun, di balik kekaguman itu, terselip rasa takut. Mereka tahu, kemarahan Raynar bisa meledak kapan saja, menghancurkan ketenangan yang rapuh."Aruna, ikut ke ruangan saya!" perintah Raynar, suaranya sedingin es, tanpa menghentikan langkahnya yang mantap.DEG.Jan

  • Istri Dadakan Sang Presdir   5. Memulai drama lebih awal

    "Siapa yang kau anggap pria liar, hmm?!" Mata elang Raynar menyipit, menatap Meida dengan tatapan tajam yang menusuk. Rahangnya mengeras, otot-ototnya menegang, menahan amarah yang bergejolak di dalam dirinya. Hinaan Meida terhadap Aruna, wanita yang kini berdiri di sampingnya, membuatnya murka.Aruna, yang merasakan aura kemarahan Raynar, mencengkeram lengan pria itu dengan cemas. Ia takut, sangat takut, jika amarah Raynar akan meledak, menghancurkan ketenangan malam itu.Meida, seolah tak gentar sedikit pun, menatap Raynar dengan tatapan tak kalah tajam. Ada campuran antara intimidasi dan penghinaan di matanya, merendahkan Raynar yang dianggapnya sebagai pria rendahan yang memelihara Aruna. 'Memang tampan,' batin Meida, matanya menelisik Raynar dari ujung kepala hingga ujung kaki, 'tapi sayang, hanya pria liar.'"Kenapa melihatku seperti itu?" ketus Meida, suaranya sinis, memecah keheningan malam. "Memang pasangan yang serasi, sama-sama rendahan," gumamnya, bibirnya melengkung sinis

  • Istri Dadakan Sang Presdir   4. Pria Liar?!

    Aruna yang lelah setelah seharian bekerja, sesampainya di rumah ia sudah di sambut dengan makian oleh Meida, nenek tirinya."Lihat, sudah jam berapa ini?!" Teriak Meida melihat Aruna baru saja masuk membuka pintu, bahkan gadis itu belum sempat melangkahkan kaki dan masih berdiri di ambang pintu, "Perusahaan mana yang mempekerjakan karyawannya hingga hampir tengah malam seperti ini? Atau jangan-jangan ... Selama ini uang yang kmu berikan kepada kami berasal dari pekerjaan yang tidak benar?!" Ucap Meida memojokkan Aruna."IBU?!" Dengan suara yang sedikit meninggi, Dario berusaha untuk menghentikan kalimat Meida yang pedas."Kamu berani membentak ibu demi membela anak ini?" Tanya Meida kesal."Dia juga anak ku, bu!" Sahut Dario, ia menatap sekilas ke arah Aruna. Melihat perlakuan Meida terhadap Aruna, ia merasa sangat bersalah. Merasa tidak bisa melindungi putri dan juga istrinya, karena istrinya juga pasti sakit hati mendengar bagaimana ibunya mencaci Aruna."Anak? Anak dari mana? Dia t

  • Istri Dadakan Sang Presdir   3. Syarat?!

    "Jangan berjalan sambil melamun!"Suara bariton itu memecah keheningan jalanan yang sepi. Aruna tersentak, jantungnya berdebar kencang. Ia menoleh, mendapati Raynar berdiri di sampingnya, tatapannya tajam namun penuh misteri. 'Kenapa Pak Raynar bisa ada di sini?' batin Aruna, matanya menelisik sekeliling, mencari jawaban yang tak terlihat."Astaga?!" serunya, terkejut dengan kehadiran Raynar yang tiba-tiba."Ada apa?" tanya Raynar, melihat kebingungan di wajah Aruna."Ti-tidak," jawab Aruna gugup. "Emmm, bagaimana Anda bisa sampai di sini, Pak?" tanyanya hati-hati, berusaha menyembunyikan rasa penasarannya. Daerah ini dekat dengan rumah keluarganya, sementara kediaman Raynar berada di kawasan elit yang jauh dari sini.Raynar memasukkan sebelah tangannya ke saku celana, tatapannya dingin namun penuh pesona. "Tentu saja, saya datang untuk menagih janji Anda," jawabnya datar, suaranya mengalun seperti beludru.DEG.Jantung Aruna berdebar semakin kencang. Ia ingat perjanjian itu, tawaran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status