Share

Bab 4: Sah

Seperti ucapan Kyai Hasby tadi malam, hari ini pernikahan Akram dan Rayyana akan berlangsung di masjid pesantren.

Senyuman memancar dari wajah tampan seorang pria yang biasanya hanya menampilkan ekspresi wajah datar dan dingin itu. Siapa lagi jika bukan Akram. Ia sedang bersiap-siap untuk memantaskan diri menikahi seorang gadis yang baru saja ia temui dua hari lalu. 'Takdir Allah memang unik' gumam Akram tersenyum tipis.

Padahal baru sebulan yang lalu, ia mengkhitbah seorang Ning. Tapi, hari ini justru dirinya menikahi seorang gadis yang notebene-nya adalah santriwatinya sendiri.

Aulia yang melihat adiknya sedang bercermin sambil senyum-senyum sendiri, langsung menggodanya. Kapan lagi bisa menggoda adiknya yang dingin dan datar, seperti Akram.

"Masya Allah, calon pengantin bahagia banget, senyumannya gak pernah pudar sedikitpun." goda Aulia menghampiri Akram.

Mendengar sang Mbak meledeknya, Akram menoleh ke belakang. "Bukan gitu mbak. Akram hanya deg-degan karena ini pertama kalinya akad.“ timpal Akram masih menatap dirinya di cermin. Ia memastikan bahwa penampilannya sudan rapi.

Aulia terkekeh pelan. "Loh emangnya kamu mau menikah berapa kali? Mau sampai empat kali heum? Mbak jewer nanti kamu ya!“ ancam Aulia menatap tajam ke arah Akram.

Merasa ditatap demikian, membuat Akram bergidik ngeri. Bisa-bisa telinganya akan lepas dari tempat yang semestinya. "Gak gitu mbak, Akram hanya bercanda.“ ujar Akram memakai pecinya. Setelah itu, ia berjalan menuju masjid pesantren untuk melaksanakan ijab qabul.

Bagi Akram semua ini terjadi dengan begitu cepat. Tapi, walaupun begitu, dengan tata niat lillahita'ala, in syaa Allah dirinya menerima pernikahan ini dengan ikhlas. Tidak tau dengan Rayyana, karena sampai tadi malam, gadis itu masih merengek untuk tidak dinikahkan. Mengingat usianya yang masih sangat belia.

Dengan langkah tegas serta tubuh atletis nya, Akram berjalan menuju masjid untuk melaksanakan ijab qabul ditemani oleh keluarganya. Bahkan abang sulungnya yang baru kemarin berangkat ke Mesir harus rela putar balik demi menghadiri acara pernikahan Akram.

Suara rebana terdengar diseluruh penjuru pesantren. Senyuman terpancar dari wajah semua orang terkecuali Rayyana. Padahal gadis itu yang akan menikah hari ini.

"Ana sayang, jangan cemberut gitu nanti cantiknya hilang loh.“ ucap Mia mengusap kepala putrinya.

Rayyana hanya tersenyum tipis saja. Ia melihat seorang pria tampan dengan balutan jas putih senada dengannya dari layar televisi yang menyiarkan langsung prosesi ijab qabul dari masjid pesantren. Siapa lagi jika bukan Akram.

Acara pun dimulai. Akram menjabat tangan Saka, selaku papa dari Rayyana. Ijab qabul kali ini dilaksanakan dalam bahasa Arab.

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan!" Dengan satu tarikan napas, Akram mampu mengucapkan kalimat sakral itu dan dibalas kata 'halal' oleh para saksi.

Tak terasa air mata Rayyana luruh seketika. Saat dirinya melihat air mata turun dari pelupuk mata Akram. Entah mengapa kali ini ia merasa desiran aneh di sekujur tubuhnya. Padahal biasanya ia bukanlah wanita yang mudah menangis.

"Alhamdulillah selamat ya sayang, kamu sudah sah menjadi seorang istri.“ ucap Mia memeluk haru putri semata wayangnya. Disusul oleh Ummi Laila yang memang ada disana untuk menemani Rayyana.

"Rayyana, mulai sekarang kamu bukan hanya santriwati Umi, tapi juga putri Umi sama seperti Mbak Aulia.“ ucap Laila lembut sembari mengecup dahi gadis cantik yang sudah sah menjadi menantunya itu.

Rayyana mengangguk pelan. Hari ini ia sangat pendiam.

Lalu, Umi Laila dan Ibunda Rayyana pun saling berpelukan dan mengucapkan selamat.

Selang beberapa menit, Akram datang bersama dengan Aulia yang menemaninya. Sorot mata Akram langsung tertuju pada gadis yang baru saja ia nikahi. Walaupun pernikahan ini atas dasar keterpaksaan, tapi Akram tidak pernah merasa dipaksa untuk menikah. Ia senang dan bahagia atas pernikahan ini.

Kesan pertama yang Akram tangkap dari gadis yang baru saja ia nikahi adalah 'cantik'. Tanpa sadar Akram pun mengulas senyum malu sembari menggelengkan kepalanya.

Aulia yang melihat hal itu tidak akan mau kehilangan kesempatan untuk menggoda adiknya. "Ekhem... ternyata gunung es Al-Hasby sudah berubah menjadi gurun pasir.“ ledek Aulia menyenggol lengan Akram.

Membuat Akram tersadar dari lamunannya. "Mbak bisa aja,“ ucapnya tertunduk malu.

Umi Laila yang melihat anak-anaknya saling meledek menggelengkan kepalanya saja. "Sudah, sudah. Akram jemput istrimu di dalam, nak.“ titah Umi Laila dibalas anggukan kecil oleh Akram.

"Nggih Umi,“ Akram pun berjalan dengan ditemani Umi Laila yang menggandeng lengannya. Sementara, Aulia sibuk dengan lensa kameranya untuk memotret momen sekali seumur hidup adiknya itu. Apalagi Akram menikah dengan gadis yang sangat ia sayangi layaknya adiknya sendiri.

Sesampainya di depan Rayyana, gadis cantik itu masih menatap semua orang dengan tatapan bingung.

"Rayyana sayang, cium tangan suamimu, nduk.“ titah Umi Laila lembut.

Akram mengulurkan tangannya kepada Rayyana. Namun, gadis cantik itu tampaknya masih canggung atau mungkin malu.

"Ayo nduk, dicium tangan suaminya.“ titah Umi Laila untuk yang kedua kalinya.

Dengan ragu, Rayyana meraih tangan kekar Akram dan menciumnya. Saat kulit Akram dan kulit Rayyana bersentuhan, darah Akram berdesir dan degup jantungnya berdetak lebih kencang.

Akram mengarahkan tangan satunya untuk meraih puncak kepala Rayyana dan membacakan do'a. "Allahumma inni as’aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa ‘alaih. Wa a’udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha ‘alaih."

Artinya: ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikan dirinya dan kebaikan yang Engkau tentukan atas dirinya. Dan Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan yang Engkau tetapkan atas dirinya.

Setelah membacakan do'a, Akram tersenyum simpul pada Rayyana. Sebuah senyuman yang belum pernah dilihat oleh siapapun dan baru kali ini ia tunjukkan pada gadis cantik yang sudah sah menjadi istrinya itu.

Tak ingin kehilangan momen itu, Aulia langsung memotret senyuman manis Akram pada Rayyana. Setelah itu, mereka semua turun ke bawah untuk makan siang. Acara pernikahan Akram dan Rayyana memang diadakan secara sederhana, mengingat Rayyana yang belum lulus sekolah. Jadi, mereka tidak mengadakan acara syukuran dalam skala besar. Hal itu akan dilakukan setelah Rayyana lulus sekolah.

Pernikahan Akram dan Rayyana juga hanya dihadiri oleh kerabat dekat kedua belah pihak dan para santri. Karena memang akad nikah dilakukan di pesantren.

••

Pada malam hari, ba'da Isya Akram masuk ke dalam kamarnya yang sudah dihias menggunakan bunga mawar layaknya kamar pengantin pada umumnya. Pandangan pertama yang Akram tangkap adalah seorang gadis cantik yang duduk di tepi ranjang dengan tubuh yang bergetar.

Akram bisa menebak bahwa gadis yang sudah menjadi istrinya itu sedang ketakutan akan sesuatu. Ia pun menghampiri Rayyana dan duduk di sebelahnya.

"Assalamu'alaikum, ada apa?" sapa Akram sembari bertanya membuat Rayyana terhentak kaget.

Rayyana menoleh sekilas ke arah Akram. Sebelum akhirnya, ia kembali memalingkan wajahnya dari Akram dan memilih menatap lurus ke depan. "Wa-wa'alaikumussalam wa-warahmatullah, a-apa bo-boleh ma-malam ini a-aku ti-tidur ber-bersama Ka-kak Aulia, U-ustadz?“ tanya Rayyana terbata-bata. Jujur, ia sangat takut jika Akram akan meminta haknya malam ini.

Lengkungan tipis terukir diwajah tampan Akram. "Kenapa begitu? Bukankah kita sudah sah menjadi suami istri?“ tanya Akram menatap intens ke arah Rayyana.

Rayyana diam dan tidak menjawab pertanyaan apapun dari Akram. Ia sangat takut.

"Tenanglah, saya tidak akan meminta hak saya sebelum kamu siap. Lagipula kamu masih sekolah, jadi tidak mungkin bagi saya untuk melakukan hal itu.“ lanjut Akram yang kini paham mengapa istrinya begitu ketakutan. Walaupun Rayyana tidak memberitahukannya, tapi Akram paham dari gerak-gerik istrinya itu.

"Sekarang bersih-bersihlah terlebih dahulu, lalu tidur. Ini sudah malam, Rayya.“ titah Akram dengan sangat manis saat menyebutkan kata 'Rayya'.

Selama ini, tidak ada yang memanggil Rayyana dengan panggilan 'Rayya' dan Akram lah orang pertama yang memanggilnya dengan panggilan itu.

Rayyana menoleh ke arah Akram. "Ustadz janji?" tanya Rayyana memastikan.

"In syaa Allah,“ jawab Akram menganggukkan kepalanya. "Tapi...“ Ia sengaja tidak melanjutkan kalimatnya agar gadis cantik itu merasa penasaran.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status