Share

Istri Kontrak Sang Ahli Waris
Istri Kontrak Sang Ahli Waris
Penulis: Hernn Khrnsa

Kehancuran

Penulis: Hernn Khrnsa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-31 15:12:57

Hujan deras mengguyur kota San Francisco malam itu, seperti ikut meratapi nasib Sara Clementine yang duduk membeku di ruang tamu rumahnya. 

Telepon rumah terus berdering, silih berganti dengan suara ketukan pintu yang tak pernah berhenti sejak sore.

"Sara! Jangan dibuka!" seru Harold Clementine dengan suara serak.

Pria paruh baya itu tampak jauh lebih tua dari usianya. Rambutnya berantakan, kemeja lusuh masih menempel di tubuhnya sejak kemarin. Ia menutup tirai jendela dengan tangan gemetar, seolah berharap itu bisa mengusir kenyataan.

"Papa …." 

Sara hanya menunduk. Hatinya berdegup kencang, tapi bukan karena takut. Lebih kepada marah dan frustasi.

Sudah tiga minggu hidup mereka dihantui ancaman dari para penagih utang. Dan baru hari ini ia tahu bahwa jumlahnya mencapai 3 juta dollar. 

"Aku bisa cari pekerjaan lagi," ujar Sara pelan. 

Tatapannya sendu, tak tega melihat sang ayah terus-menerus terpuruk seperti itu. 

"Mungkin kita bisa cicil pelan-pelan."

"Sara," potong Harold cepat. Kepalanya menggeleng kuat. 

"Ini tidak sesederhana itu. Ini ... ini bisa masuk ranah hukum. Mereka membawa preman. Papa—" suara Harold patah, dan untuk pertama kalinya Sara melihat air mata jatuh di pipi lelaki yang biasanya tegar itu.

Sara menahan napas. Perutnya terasa mual. Hatinya terasa diremas kuat oleh sesuatu. 

"Jadi ... apa solusinya? Apa solusi untuk masalah kita, Pa?" tanyanya lirih.

Harold terdiam lama sebelum akhirnya mengeluarkan secarik kartu nama dari sakunya. Tangannya gemetar saat menyerahkannya kepada putri semata wayangnya.

"Dia bisa bantu melunasi semua utang kita. Tapi ... ada syaratnya." 

Sara membaca nama di kartu itu. Matthew Stanley. CEO Stanley Group. Nama yang sering ia dengar di berita-berita mengenai bisnis. 

Ahli waris tunggal keluarga konglomerat yang dikenal tertutup dan tak pernah muncul di publik tanpa alasan. 

Ia mengangkat wajahnya, bingung. "Apa syaratnya, Pa?" 

Harold menghindari tatapan putrinya sendiri, sejujurnya, ia tak tega untuk mengatakan hal ini kepada Sara. Tetapi, ia benar-benar tak memiliki pilihan lain selain itu. 

"Syaratnya adalah … kau harus menikah dengan pria itu, Sara."

Detik itu juga dunia Sara terasa berhenti berputar. Ia menatap Harold tak percaya. 

"Papa tidak berniat menjualku, kan?" Sara mengambil langkah mundur, kakinya terasa lemas sekarang. 

Memikirkan bahwa mungkin saja sang ayah akan melakukan hal nekat itu demi melunasi utang-utang keluarganya, membuat Sara takut sekaligus tak percaya. 

Harold menggeleng cepat, "Tidak, tentu saja tidak. Hanya kau yang Papa miliki di dunia ini, Sara. Tapi … hanya itu satu-satunya cara yang bisa Papa pikirkan." 

Pria itu tertunduk, pipinya kembali basah. Hanya Sara satu-satunya harapan yang ia miliki sekarang. 

"Maafkan, Papa." 

Sara menatap Harold tak percaya. Kepalanya terasa berputar-putar. Kenapa kehidupannya bisa jatuh terpuruk hingga sedemikian kelam? 

"Aku … aku akan memikirkannya lebih dulu," kata Sara pada akhirnya. Kemudian, ia melangkah naik ke atas. Kakinya menaiki undakan tangga dengan gontai. 

Apakah ia harus menyerahkan hidupnya pada pria asing yang bahkan tidak dikenalnya? 

Tapi, jika ia menolak. Bagaimana dengan keadaan ayahnya? 

Sara sangat menyayangi Harold, hanya pria paruh baya itu yang ia miliki sekarang.

•••

Malam kian larut, rintik-rintik hujan masih terdengar menampar jendela kamarnya. Petir menggelegar, kilatnya menyambar-nyambar langit. Udara San Fransisco kian dingin, sementara Sara masih termenung di kamarnya. 

Terangnya lampu kamar tak lantas membuat pikiran Sara jernih. Ia kesulitan untuk memutuskan, terlebih lagi dengan waktu yang semakin sedikit. 

"Kalau bisa, cepatlah ambil keputusan, Sara. Waktu kita tidak banyak. Jika kau setuju, Papa akan langsung menghubungi Tuan Matthew." 

Perkataan Harold kembali menghantui dirinya. Kepalanya sudah berdenyut sejak tadi, mencari pinjaman dan melunasi utang tiga juta dollar atau menikahi ahli waris itu. 

Sara tak pernah berpikir bahwa ia harus dihadapkan dengan pilihan sulit seperti ini. Sebelumnya, bisnis Harold meningkat pesat, ia dan ibunya hidup dengan layak dan serba berkecukupan. 

Tapi semuanya langsung kandas kala Harold tertipu oleh rekan bisnisnya sendiri. Penipuan itu membuat perusahaan Harold merugi dan harus membayar penalty yang besar. 

"Satu-satunya yang kami miliki hanya rumah ini. Tapi, walaupun rumah ini dilelang, uangnya tetap tidak akan cukup untuk melunasi utang tiga juta dollar itu," monolog Sara. 

"Apakah benar-benar tidak ada cara lain lagi? Oh, Tuhan. Tolonglah aku!" katanya lagi frustasi. 

Sara meraih ponselnya, mencoba menghubungi teman atau kerabat mereka untuk meminta bantuan. 

Tetapi, berulang kali mencoba pun, tak ada satu dari mereka yang mengangkat telepon darinya. Sara makin frustasi dan tertekan. 

"Sepertinya aku memang tidak memiliki pilihan lain," lirih Sara. Pikirannya menerawang jauh. 

Dengan tekad yang sudah bulat, ia meganyunkan kakinya turun, mencari keberadaan Harold untuk membicarakan keputusannya.

Ia berdiri di ambang pintu, tangannya siap mengetuk saat seseorang di dalam langsung membuka pintu.

Harold muncul dengan wajahnya bersimbah keringat.

"Papa! Papa kenapa?" tanyanya panik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Cemburu?

    "Kau baik-baik saja?" tanya Matthew di tengah perjalanan mereka untuk menemui seorang klien. Sara mengangguk singkat, "Tidak apa-apa, hanya sedikit terasa perih," terangnya. Beruntung Matthew berbaik hati untuk pergi sebentar ke sebuah butik untuk mengganti pakaiannya yang terkena tumpahan kopi. Jika tidak, Sara pasti tidak bisa melewati sisa harinya. "Jangan lupa pakai obat jika lukamu terasa makin parah. Bekasnya pasti meninggalkan ruam kemerahan," kata Matthew perhatian. Namun, nada suaranya tetap datar. Matthew selalu menganggap bahwa ada batas-batas tertentu yang tidak boleh ia langgar sampai— Ia juga tak tahu pasti sampai kapan. Mobil mereka akhirnya berhenti di depan sebuah hotel. Matthew langsung turun dan diikuti oleh Sara. Keduanya masuk ke sana dengan langkah menghentak lantai. Orang-orang yang sudah mengenal Matthew, akan menunduk sopan dan penuh hormat ketika pria itu melintas di d

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Kedatangan Celine

    Suasana kantor Stanley Group siang itu terasa lebih tegang dari biasanya. Meskipun tidak ada rapat besar atau tenggat proyek mendesak, langkah kaki para karyawan terdengar lebih cepat, bisikan antar meja terasa lebih ramai dari biasanya. Sara yang tengah menyusun laporan pun ikut merasakannya. Ia menatap layar laptop, mencoba fokus pada angka-angka yang berbaris rapi, namun telinganya menangkap percakapan di dekat meja resepsionis."Dia datang pagi ini dari Los Angeles. Kabarnya akan tinggal lebih lama di sini.""Serius? Yang sepupunya Tuan Stanley itu?""Iya, dialah Celine Stanley."Sara mencoba tak peduli. Tapi nama itu jelas mengusik pikirannya. Ia tak pernah tahu soal keluarga Stanley dan tak pernah berniat untuk mencari tahu juga. Beberapa menit kemudian, pintu lift utama terbuka dan sosok perempuan tinggi semampai melangkah keluar. Perempuan itu mengenakan setelan putih gading yang elegan dengan rambut coklat yang tertata sempurna. Di tangannya tergantung tas kulit mahal, dan

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Sarapan Bersama

    Sara membuka mata ketika langit di luar jendela kamar masih berwarna kelabu lembut. Jam di nakas menunjukkan pukul 5.30 pagi. Biasanya ia masih terlelap di waktu seperti ini, apalagi setelah hari-hari yang panjang. Tapi pagi ini, ada sesuatu yang membangunkannya lebih awal. Entah dorongan hati atau hanya sekadar ingin merasa berarti.Ia turun dari ranjang, berjalan pelan ke dapur rumah Matthew yang sunyi. Desain dapurnya modern dan teratur, tapi terlalu rapi dan terkesan dingin, padahal Sara sudah tinggal di sana selama beberapa hari. Matanya menyapu meja dapur. Ia tersenyum kecil. Belum ada pelayan yang bekerja. Mungkin pagi ini, ia bisa memasak sesuatu untuk dirinya sendiri. Tanpa banyak pikir, ia mulai menyiapkan bahan: telur, roti, keju, beberapa potong sayur segar. Tidak ada resep rumit, hanya omelet sederhana dan roti panggang. Tapi setiap gerakannya terasa berbeda. Lebih pelan, lebih penuh makna. Ketika di rumah, Sara seringkali memasak sarapan untuknya dan juga Harold. Han

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Perhatian Kecil

    "Akhirnya," kata Sara lega. Ia menghela napas panjang begitu pintu kamarnya tertutup. Ia bersandar sejenak, membiarkan tubuhnya jatuh perlahan ke sandaran. Tumit tinggi yang ia kenakan seharian terasa seperti siksaan. Bahunya pegal, punggungnya tegang. Tapi yang paling melelahkan adalah mencoba tetap tersenyum sepanjang malam dan berdiri di tengah perhatian yang tak pernah ia cari.Sara melepas heels-nya dan berjalan pelan ke balkon. Angin malam menyentuh wajahnya, membawa aroma khas kota San Francisco.Malam ini begitu panjang baginya. Harus berinteraksi dengan rekan kerja bisnis Matthew, harus bersikap ramah, harus senantiasa tersenyum. Sara masuk kembali ke kamar, berniat membersihkan riasan dan langsung tidur. Tapi baru beberapa langkah ia ambil, terdengar ketukan pelan di pintu.Alisnya bertaut. "Siapa yang datang, sih?!" cebiknya kesal. Dengan malas, ia membuka pintu. Dan di sana berdiri Matthew Stanley. Masih mengenakan kemeja putih yang lengan panjangnya telah dilipat rapi

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Menghadiri Pesta

    "Mewah sekali," gumam Sara merasa takjub dari dalam mobil. Malam ini ia berdiri di ballroom hotel Stanley Pacific yang megah dengan pencahayaan lembut dan langit-langit kristal yang berkilau. Sara turun dari mobil, ia mengenakan gaun satin biru tua yang membentuk lekuk tubuhnya dengan anggun. Rambutnya digelung rapi, makeup-nya tipis namun elegan.Saat ia memasuki ruangan, Sara langsung merasa menjadi pusat perhatian—bukan karena tampil mencolok, tapi karena sebagian besar tamu mengenalnya sebagai asisten pribadi Matthew Stanley. Dan mereka tidak menyangka, malam ini, Sara tampak begitu memikat. Satu tatapan seseorang terhadapnya terasa menusuk daripada yang lain."Aku gugup sekali," cicit Sara pada dirinya sendiri seraya berjalan pelan. Gaun yang dikenakannya membuat langkahnya sedikit sulit. Matthew berdiri di ujung ruangan, mengenakan tuksedo hitam yang rapi. Ia tampak seperti biasa—berdiri tenang, berbicara singkat dengan para investor dan tamu penting. Tetapi, ketika matanya

  • Istri Kontrak Sang Ahli Waris   Bekerja Ekstra

    "Benar sekali, ikuti aku!" Matthew berjalan lebih dulu. Bergerak ke ruang kerja yang sebelumnya tersembunyi bagi Sara. Perempuan itu, meski sudah merasa lelah. Tetap mengikuti langkah Matthew. Karena ia tahu, Matthew tak akan melepaskannya begitu saja sebelum keinginannya dipenuhi. Matthew mengambil satu berkas yang mulai berdebu, meletakkannya ke atas meja. "Salin dokumen ini, harus selesai malam ini juga," katanya lugas dengan tangan yang terlipat di depan dada. Sara terkejut, "Kau sungguh-sungguh memintaku menyalin berkas sebesar itu? Malam-malam begini?" tanyanya heran. Matthew mengangguk mantap. "Aku ingin salinan berkas itu besok pagi." Sara hendak protes, namun, melihat tatapan tajam Matthew yang siap menghunusnya. Ia pun hanya bisa mengangguk pasrah. "Baik," katanya lemah. "Bagus." "Tapi, boleh kan aku membersihkan diri dulu?" Matthew mengangkat sebelah alisnya, lalu menelisik penampilan Sara yang tampak lusuh. "Terserah kau saja." "Terserah aku? Bagaimana jika aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status