“Aku pulang.”
Valerie membuka pintu rumah dan seperti biasa dia disambut oleh pemandangan yang setiap hari dilihatnya sejak dia kecil. Barang-barang berserak di lantai, pakaian tercampak ke mana-mana. Setiap sudut rumah itu penuh dengan benda-benda yang seharusnya tidak berada di sana. Valerie menarik nafasnya, kelelahan.Dia baru saja keluar dari masalah pelik yang hampir saja membuat nyawanya melayang. Seharusnya dia bisa istirahat di kamarnya dan meminum teh camomile untuk menenangkan pikirannya. Namun bukannya ketenangan yang didapatnya setiba di rumah, melainkan pekerjaan yang menumpuk.“Minta uang!”Momnya, Lissa Stuart berdiri di depannya dengan penampilan urakan. Rambut sebahunya berantakan karena nyaris tak pernah disisir atau dibersihkan. Sebatang rokok yang masih menyala terselip di antara kedua sudut bibirnya. Dia mengenakan atasan tank top dan celana pendek di atas lutut yang membuat Valerie sedikit tidak nyaman.“Aku baru saja kembali dari pemakaman Granny. Aku tidak punya uang Mom.” sahut Valerie, kembali membereskan sampah yang berserak. "Tolong ganti pakaianmu Mom. Pakaian itu tidak layak pakai lagi."“Aku tidak bertanya kamu punya uang atau tidak. Aku minta uang, itu saja. Dan jangan mengomentari pakaianku."Valerie menunduk mengambil serok sampah dari teras rumah dan dia masih bisa mendengar kalimat yang diucapkan Lissa dengan jelas. Dia menahan nafasnya, lalu kembali masuk ke rumah untuk menyapu sisa sampah yang sudah dikumpulkannya di satu titik.“Jika aku tidak punya uang, apa yang akan kuberikan pada Mom?”“Pasti ada banyak orang yang memberi uang saat Grannymu meninggal. Berikan semuanya padaku.”“Sudah ku pakai untuk biaya pemakaman Granny.” Sahut Valerie singkat.“Apa katamu?” Lissa berdiri di depan Valerie, menghalanginya untuk membersihkan bagian debu yang melekat di lantai.Valerie menegakkan tubuhnya, namun saat dia berhadap-hadapan dengan Lissa, sebuah tamparan mendarat di wajah Valerie. Rasanya panas dan perih, dan Valerie tidak sempat menghindar. Dia sedikit shock walau sudah biasa diperlakukan seperti itu setiap harinya.Namun ada perasaan menyesakkan dalam dadanya karena dia baru saja melalui kejadian berbahaya di kereta api yang mungkin bisa mengambil nyawanya jika dia tak hati-hati. Terlebih lagi dia baru saja kehilangan Granny yang sangat dicintainya. Itu sebabnya, tamparan kali ini membuat hatinya teramat sakit.“Siapa yang memintamu menggunakan uang yang didapat untuk pemakamannya, hah?” Mata Lissa melotot pada Valerie.Valerie hanya diam. Tanpa mengucapkan apa pun dia kembali melanjutkan membersihkan rumah yang sudah seperti tak berpenghuni itu, padahal dia hanya meninggalkannya selama seminggu.“Jawab pertanyaanku.” Lissa berteriak. “Kenapa kamu menggunakan uang itu?”Suaranya memenuhi seluruh ruangan. Valerie mengangkat wajahnya. Dia tidak mengerti kenapa Lissa mengatakan hal seperti itu padahal jelas sekali yang meninggal adalah Ibu kandungnya sendiri, terlepas dari masa lalu mereka. Bukannya berduka, dia malah mempersoalkan tentang uang duka yang didapat dari pemakaman Granny. Dia juga pasti tahu, di desa, tidak banyak uang duka yang didapat. Bahkan untuk mengurus pemakaman pun Valerie masih merogoh dari kantong pribadinya.“Mom, aku tidak punya cukup uang untuk biaya pemakaman Granny. Itu sebabnya aku menggunakan uang duka yang ku terima. Lagipula Granny adalah Ibu kandungmu Mom. Seharusnya .... ”“Tutup mulutmu.” bentak Lissa. “Jangan mengguruiku. Kamu toh bukan bagian dari keluargaku.”Lissa melempar rokoknya yang masih tersisa setengah ke wajah Valerie hingga membuat gadis itu melompat untuk menghindarinya. Valerie menahan air mata yang nyaris keluar melewati wajahnya. Ini bukan yang pertama kali dan seharusnya Valerie sudah tak perlu sakit hati. Namun setiap kali menerima perlakuan tidak menyenangkan dari Lissa, dia tetap saja merasa sedih.Valerie memang bukan anak kandung dari keluarga Riven. Dulu, Lissa memiliki anak perempuan. Namun karena sebuah kelalaian yang tidak disengaja yang dilakukan oleh Granny, anak kandung perempuan Lissa terpeleset dan jatuh ke dalam sebuah lubang sumur saat rumah mereka sedang direnovasi. Nyawa puteri Lissa tidak tertolong dan sejak hari itulah hubungan antara Ibu dan anak itu renggang hingga tak ada komunikasi sama sekali.Sejak kejadian itu, Granny juga sakit-sakitan karena merasa bersalah. Karena rasa bersalahnya, Granny pergi ke sebuah panti asuhan untuk mencari seorang anak perempuan yang seumuran dengan puteri Lissa yang meninggal. Setelah mengurus semua surat-suratnya, Granny mengantarkan anak perempuan yang diberi nama Valerie ke rumah Lissa dan meninggalkannya di sana tanpa sepengetahuan Lissa.Valerie hanya dibiarkan duduk di depan pintu sembari memegang map berisi surat-surat adopsinya dan sepucuk surat dari Granny.Valerie ditolak, tentu saja. Lissa mengusir Valerie saat pertama kali melihatnya, namun karena tidak punya tujuan lain, Valerie tidak mau meninggalkan rumah Lissa. Hingga akhirnya suami Lissa mengizinkan Valerie tinggal bersama mereka. Hanya Dad yang memperlakukan Valerie layaknya manusia. Namun saat usia Valerie sepuluh tahun, Dad meninggal karena kecelakaan kerja.Hal itulah yang membuat Lissa berubah total menjadi seorang pemabuk, perokok, dan penjudi ulung. Dia tidak pernah mengurus rumah atau kebutuhan Valerie. Dia menghabiskan hari-harinya di sebuah cafe tak jauh dari rumah mereka hingga pagi menjelang. Hampir setiap pagi Lissa pulang dalam keadaan mabuk dan Valerie lah yang mengurusnya.Namun tetap saja Valerie tidak pernah dianggap. Semua makian dan tamparan, sudah menjadi makanan Valerie setiap hari. Belum lagi beberapa kali telapak tangannya disulut oleh rokok yang menyala, atau perutnya ditendang hingga Valerie ambruk.Tak jarang Valerie harus berakhir di rumah sakit karena siksaan Lissa. Namun dia tidak mau meninggalkan Lissa karena dia tahu Lissa membutuhkannya.Valerie kembali melanjutkan membersihkan rumahnya. Dia mengumpulkan sampah-sampah ke dalam sebuah kantong dan mengantarnya langsung ke tempat sampah yang terletak di halaman depan rumahnya. Setelah itu dia kembali masuk ke dalam rumah untuk segera istirahat.Tanpa disadarinya, sepasang bola mata diam-diam tengah memperhatikan semua gerak geriknya. Laki-laki dengan jaket hitam senada dengan warna masker penutup wajah dan topinya itu memperhatikan Valerie dari kejauhan. Saat Valerie masuk ke dalam rumah, dia mengeluarkan ponselnya.“Bos, aku sudah menemukan gadis itu.”Setelah selesai mengerjakan seluruh pekerjaan rumahnya dan juga membersihkan dirinya sendiri, jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam saat Valerie merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Dia menatap langit-langit kamarnya, merenung dengan kehidupan yang seolah tidak berpihak padanya. Saat masuk ke dalam keluarga Riven, usianya hanya enam tahun. Dan sekarang dia sudah berusia sembilan belas tahun. Itu artinya dia sudah kurang lebih tiga belas tahun menjalani hidup yang tak manusiawi seperti ini.Valerie memejamkan matanya saat tiba-tiba wajah Emrys membayang di otaknya. Valerie segera membuka mata, duduk sembari menggelengkan kepalanya.Astaga, kenapa aku bisa membayangkan wajahnya begitu aku memejamkan mata? Aku hanya sekilas menatapnya, bagaimana bisa dia langsung diam dalam memoriku?Saat ponsel yang diletakkannya di atas nakas berbunyi, Valerie hampir saja melompat karena kaget. Dia sedang terhanyut dalam angannya sendiri tentang Emrys saat benda pintar itu berdengung.
"Aku juga merasa ada yang mengikutiku sore itu saat aku kembali naik ke kereta api.”Lewat sambungan telepon, Valerie dan Zach bertukar kabar dan Valerie segera memberitahu Zach soal apa yang dialaminya tadi malam. Valerie menuang susu segar yang diambilnya dari dalam kulkas ke dalam sebuah gelas. Dia kembali mengintip dari celah jendela ruang tengah dan orang-orang suruhan Emrys masih di sana. Sambil menumpukan pinggulnya ke sisi meja, dia meminum susu di gelasnya beberapa teguk.“Lalu, bagaimana caramu menghindar?” tanya Valerie penasaran.“Apa lagi? Aku berhenti di pemberhentian yang bukan tujuanku. Aku buru-buru keluar secepat mungkin, berusaha berbaur dengan kepadatan penumpang lalu kembali naik ke kereta api di arah yang berlawanan.”“Berarti kamu harus naik turun sebanyak empat kali?”“Benar sekali.”Valerie tersenyum. Ide yang sangat bagus. Dibandingkan dirinya yang langsung melengos pulang, Zach jauh lebih mempersiapkan semuanya. Selama hidup Valerie memang tidak pernah berhu
“Aku sudah meminta seseorang menjemputmu.” ucap Isabelle lewat sambungan telepon pada Valerie. “Zach juga sudah ku hubungi. Karena dia sekalian ada urusan di luar, dia menolak untuk dijemput. Dia akan datang sendiri dan aku sudah memberi alamatku.”Valerie tidak menyahut saat mendengar suara Isabelle lewat speaker yang dinyalakannya. Dia menatap isi lemarinya, memilah-milah mana pakaian yang tepat yang bisa digunakannya ke jamuan khusus keluarga Lysander. Namun kapan dia membeli gaun terakhir kalinya? Mungkin sekitar tiga atau empat tahun yang lalu, dan semua isi lemarinya hanyalah pakaian kasual yang jelas tidak pantas digunakannya.Kehabisan ide, Valerie membawa ponselnya ke kamar Lissa. Senja seperti ini, Lissa sudah keluar menuju cafe. Itu sebabnya Valerie bisa masuk ke kamarnya dan mengecek isi lemari Lissa, siapa tahu dia menemukan pakaian yang bisa digunakannya.“Hei, apa kamu mendengarku?” Valerie mendengar suara teriakan Isabelle. Dia tersenyum, lalu menggumam pelan.“Aku se
“Aku tidak bisa menghubunginya.” Isabelle menaiki anak tangga dan nyaris menangis di hadapan Emrys. Dia, Emrys dan Ky berdiri di teras kediaman Lysander saat supir yang diperintahkan oleh Ky memberitahunya jika rumah Valerie kosong. Isabelle menunjukkan isi pesan yang dikirim Valerie padanya yang memberitahu dia jika Valerie sudah di jalan.“Ke mana dia sekarang? Siapa yang membawanya?” Isabelle terlihat sangat panik. “Emrys ...” Dia memegang lengan Emrys yang berdiri diam layaknya patung.“Belle, tenanglah,” ujar Emrys pendek. “Kita akan menemukannya.”“Belle.”Zach yang baru saja tiba berlari menaiki anak tangga dan bergabung dengan Isabelle, Emrys dan Ky di teras. Dia menundukkan kepalanya menyapa Emrys dengan nafas tersengal. Saat Isabelle mengabarinya jika Valerie dijemput oleh orang yang bukan suruhan keluarganya, perasaan Zach langsung tidak enak. “Bagaimana? Apa sudah ada kabar dari Valerie?” ujarnya lagi.Isabelle menggeleng. “Tidak ada. Tapi orang-orang Emrys sudah bergerak
Valerie menatap tajam mata Cassiel dengan berani saat laki-laki itu duduk di depannya. Seolah ingin memberitahu Valerie jika hidupnya berada di tangannya, Cassiel terlihat menyibak jasnya, menampakkan senjata api di pinggangnya dengan sengaja. “Untuk ukuran seseorang yang baru mengenal Isabelle, kamu cukup ikut campur terlalu banyak.” serunya lagi.“Aku hanya berniat menolongnya.” sahut Valerie.Cassiel tersenyum mengejek. “Memangnya kamu siapa? Kenapa kamu menolongnya?” Dia berbisik tepat di wajah Valerie.“Walau dia bukan Isabelle, jika seseorang meminta tolong padaku, aku akan menolongnya.” balas Valerie lagi.Cassiel tertawa terbahak-bahak, menoleh ke belakang hingga dua orang dibelakangnya juga ikut tertawa “Benarkah?” serunya. Saat tawanya selesai, maka tawa dua orang di belakangnya juga selesai. “Kamu merusak semua hal yang sudah ku susun dengan rapi.”“Berapa usiamu?” tanya Valerie kemudian. “Isabelle hanya gadis berusia sembilan belas tahun. Tidakkah kamu merasa kamu terlalu
Seperti binatang, Valerie dijorokkan begitu saja ke atas tumpukan daun-daun kering. Valerie berusaha bangkit, namun rambutnya ditarik dan dijambak dengan kuat hingga dia merasa jika kulitnya akan terkelupas. Setelah itu dia kembali dilempar dan wajahnya mengenai batang kayu kering yang melintang tepat di dekatnya.Tetesan darah mulai mengalir dari luka goresan akibat wajahnya terkena batang kayu. Valerie nyaris tidak bisa merasakan apa pun di area wajahnya. Semua rasa sakit itu seperti menyatu dengan harapan Valerie yang mulai pupus dan membuatnya mati rasa.Valerie kembali berusaha bangkit ditengah-tengah tawa menghina yang berkumandang. Air mata Valerie tumpah, seluruh tubuhnya bergetar hebat. Dia merangkak menjauhi mereka namun rambutnya kembali ditarik kencang.“Ikat dia!” Perintah Cassiel.Dua orang yang selalu berada di dekat Cassiel menyeret Valerie dengan menjambak rambutnya menuju sebuah batang pohon yang terletak di tengah lokasi tersebut. Valerie hanya bisa memegangi rambut
Mata Valerie menatap nyalang langit malam di atasnya. Sepi, gelap. Tidak ada bulan, tidak ada bintang di atas sana. Malam benar-benar menunjukkan identitas aslinya saat ini sebagai penguasa kegelapan.Gerimis mulai turun, semakin lama semakin deras. Saat tetesan demi tetesan air hujan itu mengenai kulit tubuh Valerie, dia tidak merasakan apa pun. Seharusnya dia mengigil kedinginan, namun sepertinya tubuhnya sudah tidak bisa merasakan apa pun.Dia sudah mati rasa.Air mata mengalir dari sudut mata Valerie, mengalir terus menyusuri wajahnya hingga ke lehernya. Dia tidak bisa melakukan apa-apa lagi saat dua orang brengsek itu mencium dan menjilati tubuh Valerie dengan liar.Tubuh John menjulang di atas Valerie bagaikan raksasa jahat yang liar dan penuh hasrat. Tangan Valerie mengepal kuat. Matanya terus menatap lurus ke atas langit malam tanpa mengatakan apa pun. Hingga...Dor...Tiba-tiba Valerie mendengar dua buah bunyi tembakan yang memekakkan telinganya. Untuk beberapa detik Valerie
“Dokter Frans.” Emrys mendekati Dokter Frans. “Tolong lakukan yang terbaik. Aku akan pergi sebentar. Ingat, tidak ada satu orang pun yang boleh masuk ke ruangan ini sebelum gadis ini dibersihkan luka-lukanya dan berpakaian dengan layak. Akan ku minta seseorang mengantarkan pakaian bersih ke sini. Ingat. Siapa pun tidak boleh masuk, sekalipun dia Isabelle.” Tegas Emrys.“Baik Tuan Emrys.”Ketika Emrys membuka pintu, Isabelle langsung berusaha merangsek masuk namun dengan lembut Emrys menahannya. Dia menutup pintu dan segera terdengar bunyi klik dari dalam pertanda pintunya kembali dikunci.“Apakah sangat parah?” Isabelle menatap Emrys dengan air mata yang menggenang.Emrys mendesah lalu perlahan mengangguk. Isabelle menangis tersedu-sedu, tubuhnya semakin lama semakin menunduk hingga dia terkulai di lantai. Tangisannya terdengar hingga ke kamar pribadi grandpa yang menyebabkannya keluar dari kamar.“Ada apa, Emrys?”Grandpa berseru dari lantai bawah. Emrys segera membantu Isabelle berd