"Anak sialan!" umpat Jonathan yang begitu kecewa terhadap Bella yang sudah kabur dari kamarnya."Bagaimana, Pa, Bella tidak ada di dalam kamarnya?" Juwita begitu sedih ketika tak mendapatkan putrinya berada di dalam kamar.Bella juga meninggalkan gaun pengantinnya di atas tempat tidur, Juwita juga tak melihat koper maupun baju-baju Bella yang ada di dalam lemarinya, sudah pasti anaknya itu sudah kabur.Melinda memasuki kamar Bella dengan membawa sebotol air mineral di tangannya."Kak, ada apa? Sepertinya kalian gelisah sekali?" tanya Melinda kepada Jonathan dan Juwita yang sedang gelisah."Bella kabur Melinda," jawab Juwita."Apa? Kabur? Lalu, bagaimana dengan pernikahannya? Keluarga Maduswara pasti akan kecewa kepada kita."Mereka memikirkan cara bagaimana caranya untuk mengatakan kepada keluarga Maduswara bila putrinya, Bella, telah kabur."Papa akan menghubungi keluarga Maduswara," ujar Jonathan, lalu merogoh ponselnya untuk menghubungi keluarga Maduswara."Halo, bagaimana Jonathan?
"Hentikan leluconmu Abbas!""Hai, kamu jangan marah-marah itu tidak baik bagi kesehatanmu. Hari ini adalah hari pernikahanmu, harusnya kau bahagia bukan? Bukannya marah-marah tak jelas seperti ini."Rey mengusap kasar wajahnya. Hari ini memang hari pernikahannya, tapi perasaannya sama sekali tidak bahagia. Bagaimana Rey bisa bahagia? Bila ia harus menikah dengan seseorang yang tidak ia cintai, menyapa saja tak pernah. Apalagi bertemu dan melihat wajahnya."Bagaimana aku bisa bahagia Abbas? Coba bayangkan bila kamu sedang berada di posisiku. Apakah kamu juga akan bahagia bila dikhianati oleh seseorang yang kamu cintai? Apalagi ini hari pernikahanku dan aku harus menikah dengan wanita yang sama sekali tak aku cintai, bahkan mengenalnya saja tidak.""Tenanglah Rey. Aku tahu kamu bisa melalui semua ini. Jangan bersedih, aku yakin kamu pasti akan menemukan bahagiamu nanti. Sekarang kamu bersiap-siaplah dulu, semua tamu undangan sudah hadir, mereka sudah menunggu kedatanganmu sedari tadi."A
Rey membulatkan sempurna kedua bola matanya ketika melihat wanita yang ada di hadapannya kini adalah Lisa, wanita yang pernah ia cintai dulu."Lisa," guma Rey begitu tak percaya akan hadirnya Lisa kembali.Begitu juga dengan Lisa yang begitu kaget ketika melihat Rey ada di hadapannya. "Rey, ka-kamu … ngapain ada di sini?"Rey mengusap kasar wajahnya, ia takut kalau dirinya itu sedang bermimpi atau salah lihat karena melihat Lisa yang ada di depan matanya kini."Aku gak salah lihat, kamu ada di depan mata aku, kamu adalah wanita yang kunikahi beberapa waktu yang lalu?""Hah?! Delisha terperangah mendengar pernyataan dari Rey, "a-apa? Jadi, lelaki yang menikah dengan aku itu kamu?!"Rey langsung meraih tubuh Delisha, membawanya ke dalam pelukannya. Dia begitu tak percaya akan semua hal ini. Apalagi, lelaki yang memiliki gaya rambut undercut itu melihat Lisa sekarang ada di hadapannya, dan ternyata wanita yang ia rindukan selama ini sudah ia nikahi.Delisha melepaskan pelukan Rey. "Lepasi
Rey langsung menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja nakas. "Halo!""Rey, ada masalah.""Masalah, masalah apa memangnya?""Erlin, dia sekarang ada berada di atas gedung, dia bilang, dia ingin mengakhiri hidupnya bila kamu tidak datang.""Apa?""Iya, dia sekarang sedang berada di atas gedung.""Bilang kepadanya, jangan terlalu membual. Aku sudah tidak peduli lagi. Mau dia hidup atau mati sekalipun""Ya ampun, Rey, yang benar saja. Nanti kalau Erlin benar-benar loncat dari atas gedung bagaimana?""Memangnya kamu tidak bisa untuk menghentikannya?""Tidak bisa, Rey. Dia tetap ingin kamu yang menghentikannya.""Dasar tidak becus! Mengurus satu wanita saja tidak bisa. Pantesan selama ini kamu masih sendiri!" Rey mengejek Abbas yang belum memiliki kekasih sampai sekarang."Sudahlah, Rey, kamu jangan menghina aku terus. Aku akan tunggu kamu 15 menit, kalau kamu tidak sampai juga, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.""Baiklah, aku ke sana sekarang."Rey memutuskan sambun
Setelah Rey mendengar bila Erlin loncat dari atas gedung, lelaki itu langsung menghampiri tempat Erlin berada kini. Erlin langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk segera diberikan pertolongan, karena darah segar yang keluar dari tubuhnya begitu banyak."Bagaimana Erlin bisa loncat? Aku sudah bilang padamu untuk mengurusnya!" Rey mengomel kepada Abbas karena sekretarisnya itu tidak becus dalam menggagalkan rencana Erlin."Kenapa kamu jadi marah sama aku? Dari tadi aku sudah berusaha keras agar Erlin tak loncat dari atas gedung. Namun tetap saja, wanita itu tetap saja loncat.""Terus, di mana dia sekarang?""Lagi di ruangan operasi, Dokter sedang mengurusnya. Bagaimana kalau Erlin meninggal, Rey?""Ya sudah, kalau dia meninggal mau bagaimana lagi," kata Rey, dia sudah masa bodoh dengan keadaan Erlin. Entahlah, Rey merasa sakit hatinya kini begitu besar kepada Erlin dibanding dengan perasaan cintanya."Enteng sekali kamu bilang seperti itu."Abbas menatap heran ke arah Rey, dia tidak
"Ayo, Sayang, kita pergi dari sini. Papa tidak akan membiarkan kamu hidup bersama orang-orang seperti mereka."Delisha tertunduk lesu mendengar perkataan kedua orangtua Rey yang menyuruhnya untuk pergi dari kehidupan Rey kembali. Dunia seakan runtuh ketika semuanya seperti dejavu bagi Delisha. Wanita itu merasa seakan kembali ke dalam masa lalu yang kelam, hatinya harus kembali terluka ke dalam jurang yang dalam lagi. "Baik, Pa."Delisa mengangguk pelan, gadis yang memiliki rambut lurus yang panjangnya sampai bahu itu hanya bisa menuruti perkataan papanya. Ia tahu bila dirinya tinggal bersama Rey, dan tinggal dengan anggota keluarga Rey hidupnya pasti akan tersiksa. Apalagi kedua orang tua Rey yang tak pernah suka kepadanya karena cap anak haram selalu melekat pada dirinya. 15 menit telah berlalu, Delisha dan Jonathan sudah sampai di Mansion Wijaya. Jonathan membawa putri kesayangannya untuk masuk ke dalam mansion, meskipun Delisha adalah anak di luar nikah Jonathan bersama kekasihn
"Delisha!" Jonathan membulatkan kedua bola matanya sempurna, ketika melihat putrinya yang terbentur tembok sampai darah segar yang keluar dari hidung Delisha mengalir deras."Nak, kamu tidak apa-apa?" Jonathan langsung berjalan menghampiri Delisha.Delisha mengusap darah segar yang sudah menetes pada hidungnya. "Delisha gak apa-apa kok, Pa."Setelah membantu Delisha berdiri, Jonathan kembali melihat ke arah Juwita. Semburat api amarah sudah menyala di kedua bola matanya. "Berani sekali kamu mendorong putriku!""Memangnya, kenapa, Pa?""Kenapa? Kamu bilang kenapa? Kamu tidak melihat hidung Delisha mengeluarkan darah? Apa kamu tidak memiliki hati nurani sedikit pun?!" geram Jonathan melihat tingkah istrinya yang semena-mena. "Sudah, Pa, stop!" Juwita menyela perkataan Jonathan. "Mama tidak ingin Papa terus membela gadis itu terus menerus. Sekarang lebih baik Papa cari keberadaan Bella!"Ketika Jonathan hendak bersuara kembali, Delisha menahan tangan papanya. Dia tak ingin orang tuanya r
"Iya, Jonathan sudah membawanya pergi. Lebih baik kamu segera urus perceraian kamu dengan dia. Papa tidak ingin kamu meneruskan pernikahan kamu dengan wanita haram itu."Rey tak tahu mengapa Emran bisa berkata seperti itu, papanya ingin sekali bila dirinya segera melepaskan Delisha. Namun, Rey tak mungkin melepaskan begitu saja. Rey tidak ingin kehilangan Delisha untuk yang kedua kalinya."Maaf, Pa, Rey tidak bisa. Rey tidak mungkin menceraikan Delisha sampai kapan pun."Braakkk!Emran memukul meja begitu keras. Rey dan Arumi terkesiap tatkala melihat gebrakan meja yang sudah dilakukan oleh Emran. "Anak tidak berguna! Bagaimana bisa kamu akan hidup bersama wanita haram itu?! Sampai kapan pun Papa tidak akan setuju kamu hidup bersama dia!"Emran begitu emosi mendengar perkataan dari Rey. Anak yang sudah ia besarkan selama ini, berharap akan menjadi anak yang penurut, dan mau melakukan apa pun yang Emran perintah, tetapi ternyata dia sudah salah, Rey sama sekali tak mau mendengar perkata