Takdir mempertemukan mereka dengan cara yang tidak sempurna. Walau telah jadi artis idola, Erick Hayes atau dikenal sebagai Erick Ardian tidak begitu saja puas dengan hidupnya. Ketika sang pacar, Tarra Lalita, Go Internasional, ia juga ingin mengganti image-nya yang seorang playboy dan artis film dewasa menjadi artis film religi. Namun sejak itulah masalah dimulai. Erick dipertemukan dengan seorang author online berjilbab bernama pena Dara Jamila. Namun wanita itu menolak tokoh utama novelnya diperankan oleh Erick. Pertemuan demi pertemuan membuat keduanya saling benci, tapi sebuah kecelakaan membuat Erick harus bertanggung jawab menikahi Dara yang bernama asli Kaemila Andjani karena lumpuh dan hilang ingatan. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Mampukah Kae sembuh, dan maukah ia menerima Erick sebagai suaminya?
View More"Hasilnya nanti akan keluar 10 hari lagi ya, Pak," sahut suster yang tersipu-sipu melihat ketampanan aktor yang sudah lama tidak terdengar kabarnya ini. "Oh, iya. Terima kasih, Sus.""Sama-sama." Suster itu melirik Kae yang tengah diambil sampel darahnya. Ia juga melirik Lily. "Eh, itu istrinya ya, Pak?""Iya, itu istri Saya.""Oh, Bapak sudah nikah ya?"Tiba-tiba ayah Kae mendekat. Ia terganggu melihat Erick beramah tamah dengan suster itu. Ia berdehem sedikit keras membuat suster itu ketakutan. Apalagi melihat wajah sangar Mukid. Setelah itu Erick mengajak makan di kantin. Namun Mukid terlihat tidak senang karena melihat pria bule itu santai saja bersamanya, seakan-akan ia telah menerima bule itu sebagai menantunya. "Hei, kenapa kamu seakan tidak merasa ada masalah di antara kita!" ucapnya kesal. "Oh, jadi aku harus bagaimana?" tanya Erick bingung. "Aku lapar.""Huh, benar-benar tamu tak tahu malu! Lain kali, kau tanyakan dulu padaku karena aku adalah tuan rumahnya!" "Oh, begitu
Erick menoleh ke dalam rumah. Ia melihat Kae berada di lantai atas bersama dua pria yang menculiknya tadi. "Kae ...." Pria itu memutar kepalanya kembali ke arah ayah Kae. "Pak, sebenarnya kami mau ke sini setelah berkunjung ke rumah ibu Mila tapi Bapak langsung membawa lari Kae ... eh, Mila ke sini, jadi terpaksa kami menyusul.""Kenapa kalian menikah tanpa restuku? Apa yang kalian sembunyikan?" Pandangan ayah Kae terlihat sinis. "Itulah kenapa kami mendatangi kalian berdua. Ibu dan Bapak.""Maksudmu?" Mukid mengerutkan keningnya. "Mantan istriku juga tidak tahu?""Bisakah kita masuk ke dalam dan bicara baik-baik?"Pria paruh baya itu kini mengerut alias, tanda tidak senang. 'Berani-beraninya dia menyuruhku masuk ke dalam rumah. Apa dia tidak takut pada wajahku yang galak ini? Mmh, hebat juga Mila memilih laki-laki. Dia punya jiwa kepemimpinan, tapi sayang ... dia hanya setan! Iblis yang menggoda keimanan keluargaku!'Walau begitu Mukid masuk ke dalam bersama dengan Erick dan babysit
"Amin."Sebentar kemudian mereka ramai melihat bayi Lily minum sussu botol. Erick pun juga mulai mengobrol dengan ayah tiri Kae. Mereka bahkan melanjutkannya hingga makan siang. "Kenapa ibu memanggil Kae 'Mila'? Kenapa Imam tidak?" tanya Erick pada istrinya. "Karena itu hanya panggilan dari orang tuaku saja." Terang Kae sambil mengunyah. "Oh, Imam tetangga kita di Lampung?" Ibu ikut bicara."Iya. Aku ketemu Imam di rumah sakit. Dia ikut dosennya dan ketemu Abang juga di sana.""Oh, dia belum lulus kuliah?""Belum, Bu. 'Kan ambil kedokteran.""Oh, begitu." Ibu melihat Kae lekat. "Kapan kamu akan bilang pada ayahmu?"Kae terlihat bingung. Ia memutar kepalanya menatap sang suami yang duduk di sampingnya. Ia tak bisa memutuskan. "Secepatnya," sahut Erick mantap. Setelah beberapa saat, Kae pamit. Ibu dan keluarga kecilnya mengantarkan tamunya keluar. Erick sempat bersalaman dengan Yudhi yang masih malu-malu padanya. Pria itu mengusap kepala adik istrinya itu dengan lembut. "Cepat besa
Wanita itu belum juga bicara. Erick pun tak bisa berkonsentrasi karena Lily menarik-narik bajunya. "Aduh anak papa. Coba dengerin dulu, Mama mau bicara."Entah kenapa, bayi Lily berhenti menarik baju sang ayah. Ia kini menatap ke arah ibu angkatnya. Erick dibuat heran. "Tuh, lihat! Anakmu sedang mendengarkan.""Eh ...." Dari wajah sang istri, terlihat ia berat untuk menceritakan. "Katakan saja, Sayang. Kalau pun ini sulit, kita hadapi ini sama-sama."Kae akhirnya mulai bercerita. "Dua tahun lalu, seharusnya aku menikah. Ayah sudah menjodohkan aku dengan anak teman bisnisnya. Saat itu aku bilang aku ingin menikah dengan pilihanku, tapi waktu itu aku tidak punya calon sama sekali. Ayah meledek, kalau aku takkan sanggup mencari sendiri bahkan sampai dua tahun ke depan karena ia tahu, aku introvert. Aku sangat jarang ke luar rumah atau bahkan bergaul dengan teman-temanku. Bukan berarti aku tidak bisa bergaul tapi aku lebih nyaman di rumah. Mendengar tantangan itu, aku menyambutnya. Aku
"Memangnya kita tidak boleh melakukannya lagi? Lily 'kan tidur sama kita. Sudah beberapa hari aku tidak bisa tidur nyenyak tiap malam. Kenapa memangnya kalau dia tidak bisa tidur juga di siang hari?" Erick merengut kesal. "Memangnya kamu tega?" Kae memutar tubuhnya melirik sang suami di belakang sambil memegangi tangannya yang melingkar di pinggang rampingnya."Ya, enggak ... tapi kapan?" Pria itu menunduk. "Bagaimana kalau Abang buat kamar bayi? Mungkin Abang harus merelakan ruang kamar yang di sebelah untuk dipasang interkom.""Mmh, benar juga ya? Jadi kita bisa punya privasi lagi. Kamu juga butuh babysitter, Sayang. Aku gak mau kamu kecapean ngurusin Lily dan tetap bisa terus penulis."Kae mengangguk. Sang pria mengeratkan pelukan. "Kae, terima kasih. Kau mau mengurus Lily." Pria itu menempelkan wajahnya di samping wajah sang istri sambil memeluk bahunya mesra. Kae bersandar dengan nyaman di da da bidang sang suami. Begitu hangat. Ia kini tak mau terlalu meributkan bagaimana hid
Wanita itu pergi dengan gaya anggun dan menawan bak seorang model terkenal. Ia bahkan tak memedulikan Erick yang memanggil namanya. Pria itu terpaksa mendekati kereta bayi karena tak tega mendengar tangisan Lily. Ia menggendongnya tapi bayi itu terlihat seperti ketakutan melihat wajah Erick. Kembali bayi itu menangis keras. "Kae, tolong aku Kae." Saat menoleh, Kae malah kembali ke kamar dan membanting pintu. Tinggal Erick sendirian harus mengurus bayi itu. "Oh, Kae ... aku harus bagaimana ini?" Ia menatap bayi itu kebingungan. "Oh, Sayang, jangan menangis ya."Pria bule itu mencoba mendiamkan bayi itu dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi tangisnya tak kunjung berhenti. Erick semakin stres. Ia mencari mainan dari dalam kereta bayi tapi tak kunjung ditemukan. Tepat saat itu Bik Inah datang. Pembantu itu memang telah memperhatikan apa yang terjadi dari kejauhan. "Sini, Tuan, Saya coba gendong." Ia mencoba mendiamkan bayi itu tapi sia-sia. Sang bayi masih saja terus menangis. "Cob
Kae menoleh pada Bik Inah, yang ternyata tahu akan hal ini. Ia pun tahu pacar suaminya yang terakhir karena pernah melihatnya di internet, tapi untuk apa ia ke sini, dan kenapa mengaku sebagai pacar suaminya? Apa mereka belum putus? Dadda Kae terasa panas. Tangannya mengepal geram. Kebohongan apa lagi yang berusaha suaminya tutupi hingga pacarnya datang ke rumah ini? "Bik Inah ...."Wanita paruh baya itu terlihat gugup. Ia mengangkat kedua tangannya. "Eh, Bibik tidak tahu soal ini, Nyonya," terangnya. "Sebaiknya Nyonya tanyakan langsung pada Tuan."Kae yang sedikit kecewa beralih pada penjaga itu. "Di mana dia?""Sudah di depan pintu, Nyonya." Penjaga itu memberi jalan ketika Nyonya Erick berjalan ke luar. Sebuah mobil mewah berwarna biru tua terparkir di depan rumah. Seorang wanita cantik berambut panjang terurai nampak keluar dari mobil membawa sesuatu. Ya, ia menggendong seorang bayi! Wanita itu bertubuh sedikit gemuk walaupun tinggi tegap. Ia menurunkan kacamata hitamnya sediki
"Ayahku pernah bilang padaku bahwa salah bila seorang wanita atau pria meninggalkan pasangan hanya karena tak punya keturunan karena sejatinya saat mereka tua nanti, pasangan merekalah yang diharapkan akan menemaninya sampai akhir hayat, bukan anak-anaknya. Anak-anak ketika dewasa mereka akan menikah dan walaupun mereka hidup bersama tetapi tetap saja ia akan merindukan pasangan mereka yang telah pergi lebih dulu. Aku bisa lihat bagaimana Ayah kesepian bila mengingat ibu.""Bang, Kae merasa Abang tak punya masa depan bila bersama Kae." Wanita itu tertunduk. "Justru aku yang ingin bertanya padamu. Masihkah kau mau menerima diriku yang telah merusak seluruh hidupmu? Yang telah membohongimu hingga akhirnya kau terpaksa menikahiku? Yang masa lalunya pernah tersesat dari jalan Tuhan? Tapi aku berjanji, cintaku ini tulus takkan tergoyahkan sampai matti.""Sampai jannah." Kae meralat. "Sampai jannah."Wanita itu terharu. Ia memeluk pinggang suaminya sambil bersandar pada dadda bidang pria
"Aku sedang berbicara dengan pembantu dan dia berlari ke arah pintu depan. Sepertinya sudah ada yang menunggunya di depan." Bik Inah tengah mengintip lewat jendela dan melihat sebuah motor dengan pengendara yang menggunakan jaket ojol tertentu. "Sepertinya Nyonya pesan ojol, Tuan."Erick menghela napas. "Baiklah. Aku akan lacak ponselnya." Ia menutup telepon. Pria jangkung itu membuka layar dan melihat pada sistem yang bisa melacak telepon istrinya. 'Dia bergerak ke mana?'Karena masih berjalan, Erick memutuskan untuk langsung mendatangi mobilnya. Di sanalah ia mulai mengecek lagi, di mana Kae berada. 'Ini 'kan ....' Pria itu mengerut kening. Kae sudah sampai di rumah sakit dan sedang duduk di depan sebuah poli menunggu namanya dipanggil. Ia kembali bersedih. Walau hari itu tak banyak pasien yang datang tapi melihat ibu-ibu yang bahagia datang bersama suaminya atau tengah hamil, pelan-pelan membuatnya merasa terkucilkan. Ia merasa hanya dirinyalah pasien gagal yang datang ke tempat i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.