Home / Romansa / Istri Super Jorok / Syarat Mertua

Share

Syarat Mertua

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2022-06-04 10:02:08

Pov Anto

Meninggalkan Marni untuk sesaat, mungkin adalah pilihan yang tepat bagiku. Kejengkelan yang kurasakan karena Marni tak bisa mengerti dengan apa yang kusampaikan, jangan sampai menjadi amarah yang akan semakin menyakitinya.

Aku tak tau, pernikahan apa yang tengah kami jalani, seharusnya di usia pernikahan kami, setidaknya kami telah mendapatkan kejutan, contoh punya anak misalnya. Bukankah kesempurnaan seorang laki-laki adalah melihat seorang anak yang mewarisi darahnya? Meneruskan nasabnya?

Aku memang tak mencintai Marni, tapi berhubungan badan tak butuh cinta, perasaan naluriah itu adalah sebuah kebutuhan. Akan tetapi, seorang Marni berhasil mematahkan selera dan semangatku dengan badannya yang bau.

Mobil sampai di pekarangan rumah ibu. Wanita yang berstatus ibuku itu, masih cantik bahkan di usianya yang hampir mendekati angka enam puluh lima. Dia tengah menggunting bunga, merapikan tanaman kesayangannya itu agar enak dipandang mata.

"Anto, ayo masuk! Ayah ada di dalam."

"Baik, Bu. Assalamualaikum," sapaku, Ayah tengah asyik dengan berita televisi, yang menyiarkan kondisi ekonomi di Indonesia makin memburuk. Ayah menoleh dan tersenyum ramah.

"Kapan sampai, Anto?"

"Beberapa jam yang lalu, Yah." Kusalami Ayah dengan takzim. "Ayah sehat?"

"Alhamdulilah, akan lebih sehat lagi kalau Ayah diberi cucu."

Aku terdiam, bagaimana menjelaskan pada Ayah, semua keinginannya belum bisa dikabulkan. Berbicara terang-terangan pada Ayah, pasti sangat malu sekali.

Ibu datang dengan segelas kopi dan meletakkannya di meja tempat ayah duduk.

"Bagaimana pekerjaanmu?"

"Lancar, Yah."

"Marni apa kabar?"

"Dia sehat."

"Jiwanya yang tak sehat," sahut ibuku, langsung mendapatkan tatapan tajam dari ayahku.

"Dia menantumu, bagaimana kau bisa berbicara seperti itu?"

"Sudah kuduga, semua akan begini. Dulu, aku sudah melarang Mas untuk menjodohkan Anto dengan Marni, tapi Mas bersikeras."

"Apa salahnya menikahinya demi menolong, dia anak yatim piatu dengan enam orang adik, ayah Marni orang yang sangat baik. Marni juga baik." Ayahku membela Marni.

"Iya, sangat baik, sampai tak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak pantas, mana yang layak dan tidak layak, apakah rambut dalam sop itu pantas? Apakah bra di sofa tamu layak?" Suara ibu meninggi, aku yakin sebentar lagi ayah dan ibu akan berdebat.

"Mas sayang pada keluarga Marni, tapi tak sayang dengan anak sendiri. Bayangkan, bagaimana bisa hidup dengan wanita yang bahkan tak mandi selama berhari-hari, jangankan untuk sholat, menyentuh air saja dia takut."

"Sudahlah, Bu!" Aku menengahi. Perdebatan ini takkan selesai. Ayah bangkit, meninggalkan kami berdua. Sepertinya dia belum menerima semua kenyataan yang dikatakan ibu.

"Lihat Ayahmu! Pasti merajuk."

"Sudahlah! Jangan dilawan Ayah, Bu. Kasihan, beliau sudah tua."

"Tapi dia tak bisa diberi masukan."

"Bersabar."

Ibu meminum kopi sisa ayah, sebuah kebiasaan yang selalu dilakukannya, ayah dan ibu walau sering berbeda pendapat, mereka mesra dengan hal-hal kecil, minum kopi segelas berdua, makan sepiring berdua sudah menjadi kebiasaan dari dulu.

"Apa Marni tadi mengadu padamu?"

"Tidak." Aku berbohong, tak ingin memperuncing masalah.

"Ibu memang memarahinya, memaksanya membersihkan rumah, sampai dia menangis. Ibu tak habis pikir, bagaimana ibunya mendidiknya, dia sangat pemalas dan jorok."

Aku mengangguk saja, apa yang ibu katakan benar semua. Tak ada yang salah. Selain pemalas dan jorok, Marni juga cepat tersinggung dan agak keras kepala.

"Semua itu ibu lakukan, agar dia berubah, andaikan ibu tak datang, ibu yakin kau akan menemukan kandang binatang di rumahmu sendiri. Oh, Anto ...."

Tiba-tiba ibu menangis. Aku tau betul, jika ibu menangis, artinya dia sudah lelah dan putus asa.

"Ibu tak berharap banyak, tak berharap menantu yang kaya dan berpendidikan, terlihat seperti manusia normal saja sudah cukup. Marni menjadi gunjingan tetangga sekitar rumahmu, tak mau bergaul, jarang keluar rumah. Apa yang bisa diharapkan dari wanita seperti itu. Kalian terlalu berbeda dari segala hal."

Aku merenung, apa yang dikatakan ibu benar. Pernikahan ini ayahlah yang merancang. Kebiasaan ayahku, dia tak bisa ditentang, jika kemauannya tak dituruti, dia bisa sakit dan itu membuat ibuku pusing.

"Sejak menikah dengannya, ibu yakin kau tak bahagia, Anto."

Aku terdiam sekali lagi, bahagia? Entah apa itu bahagia, cita-citaku yang ingin menjadikan pasangan hidup sebagai teman, musnah sudah. Aku dan Marni selalu bertentangan.

"Ibu takkan memaksamu, Anto. Jika dia tak mau berubah, ceraikan dia! Perceraian memang tidak baik, tapi boleh. Ibu ingin kau bahagia, Nak."

Pandangan ibu tulus, perasaanku sampai terhujam dengan tatapan itu. Akan tetapi, menceraikan Marni secepat ini, rasanya terlalu jahat.

"Atau kita berikan dia waktu, jika dalam waktu tertentu dia tidak juga berubah, tak ada pilihan lain selain menceraikannya."

Ibu benar, Marni tak bisa mengurus dirinya sendiri, tak bisa mengurus rumah padahal dia tak dibebankan mencari nafkah. Bagaimana jika kami punya anak nanti? Apakah dia akan membiarkan anak kami tidak mandi-mandi, apakah dia akan membiarkan kotoran di dalam diapers? Atau dia akan meletakkan makanan bayi di dalam panci. Semua bayangan buruk itu membuat hatiku bimbang.

"Apa yang ibu katakan benar, kita beri dia kesempatan."

"Ya, sebenarnya bisa saja mencarikan pembantu untuknya, tapi dia takkan belajar, dia akan tetap bodoh mengurus rumah. Rezeki tak ada yang tahu, sekarang kau bergaji besar, besok belum tentu. Saat kau jatuh miskin tak mungkin menggaji pembantu, bukan? Tak ada cara lain selain mendidiknya. Jika dia diajari manja, dia akan tetap seperti itu selamanya."

Aku mencerna ucapan ibu, benar. Aku bekerja di perusahaan migas yang gajinya besar, perusahaan minyak dan gas milik luar negri yang berada di Provinsi Riau. Karena jatuhnya harga minyak dunia, perusahaan mulai mengurangi ratusan karyawan, atau memberikan pilihan pensiun dini dengan uang pesangon miliyaran rupiah.

Kami digaji berdasarkan harga dolar, semakin tinggi dolar semakin besar gaji kami. Sayangnya, perusahaan tempatku bekerja, mulai menutup salah satu cabangnya di salah satu kota kecil di Riau.

Tak menutup kemungkinan, PHK juga akan terjadi padaku, karena aku masih tergolong junior yang belum begitu diperhitungkan.

"Anto?" sapa Ibu menghentikan lamunanku.

"Ya, Bu."

"Di waktu yang kita tentukan ini, bersabarlah! Ibu juga akan membantu membuat Marni berubah, abaikan jika dia menangis, semua demi kebaikannya. Jika saja ibu adalah orang yang jahat, ibu akan memaksamu bercerai dan menikah lagi dengan wanita yang lebih baik. Akan tetapi, rasa kasihan masih ada di hati ibu, dengan harapan dia bisa berubah."

"Ibu benar, kita hanya bisa berusaha." Aku seolah meyakinkan diriku sendiri. Aku adalah imam, Marni tangung jawabku, sejak saudara laki-lakinya yang menjadi wali menikahkan kami, semua tentang Marni adalah tanggung jawabku. Mau tak mau aku harus memikulnya.

"Kita beri waktu dia tiga bulan. Jika tiga bulan dia tidak berubah, ibu akan serahkan keputusan padamu, Anto. Kau berhak mendapatkan wanita yang lebih baik."

Aku mengangguk. Bisakah dalam tiga bulan merubah Marni? aku sudah menghabiskan tiga bulan bersamanya dengan percuma. Dia masih Marni yang sama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Super Jorok   Akhir yang Indah

    POV MarniTepat setelah empat puluh hari, Ibu Mas Anto pamit ingin pulang. Dia tak bisa meninggalkan rumah terlalu lama. Padahal Mas Anto berharap, sang Ibu bisa tinggal bersama kami. Walaupun kami sering berseberangan pemikiran dengan Ibu, namun pada hakikatnya kami saling menyayangi."Ingat pesan-pesan Ibu, ya, Marni. Walaupun telah empat puluh hari, jangan sesekali meringan-ringankan badan. Jangan mengangkat beban berat.""Ya, Bu," sahutku. Travel yang akan mengantar Ibu ke bandara telah sampai di depan rumah kami.Ibu mencium Rayhan berkali-kali. Dia terlihat berat berpisah dengan Rayhan karena siang malam sering bersamanya."Ibu berangkat," kata Ibu setelah kami menyalami beliau."Hati-hati di jalan, Bu," sahut Mas Anto.Ibu mengangguk, mengusap kembali kepala botak Rayhan."Nenek ke kampung dulu, ya, Rayhan. Jadi anak yang baik ya, tidak boleh begadang malam."Rasanya ingin menangis melihat wajah Ibu yang tak rela berpisah dengan Rayhan.Kami menatap travel yang telah membawa I

  • Istri Super Jorok   Mertua Sempurna

    POV Anto "Dia menangis terus," kataku pada Marni yang juga kehilangan akal mendiamkan Rayhan. Seperti biasa, Rayhan akan menghabiskan waktunya di siang hari untuk tidur, dan malamnya untuk begadang."Dia tidak mau menyusu," sahut Marni tak kalah panik.Keributan di kamar kami, memancing Ibu untuk bangun. Ibu masuk ke kamar yang memang sedikit terbuka."Ada apa?""Dia menangis terus," keluh Marni.Ibu mengambilnya, Rayhan terus saja menendang-nendang sehingga bedongnya terlepas."Kenapa tak dipakai kaus kakinya? AC kalian terlalu dingin, dia terbiasa di tempat hangat, jangan samakan bayi yang baru lahir dengan kita. Ini saja kalian tak faham."Ibu menggendong Rayhan, berjalan menuju box bayi yang terletak di samping ranjang. Marni belum pulih betul, ASI tersumbat sudah mulai keluar walaupun saat ini payudaranya masih bengkak."Popoknya juga basa," keluh Ibu. Dengan cekatan Ibu mengganti popok, memakaikan kaus kaki dan bedong baru. Tak lama setelah itu,bRayhan mulai tenang."Matikan AC

  • Istri Super Jorok   Ibu Baru

    POV MarniTernyata, menjadi Ibu tidaklah mudah. Hamil yang melelahkan, melahirkan yang menyakitkan, ternyata tak hanya sampai di sana.Selain harus buang air dengan cara berdiri karena bekas jahitan yang masih basah, aku juga serasa mau menangis setiap menyusui Rayhan anak kami. Setiap dia menghisap, aku merasakan sakit yang luar biasa pada perutku, sakit yang hampir mirip dengan kontraksi melahirkan. Setelah itu, darah berbingkah akan keluar setiap kali sakit itu mereda. "Itu biasa, semakin sakit, semakin cepat rahimmu menyusut," kata Ibu dengan petuah seperti biasa. Aku hanya meringis, selain perut yang amat sakit, aku juga merasakan nyeri luar biasa di puting payudaraku. Belum lagi perih di bagian jalan lahir, setiap aku bergerak sedikit, rasanya luar biasa."Berarti kau pemalas membersihkannya saat hamil, harusnya saat hamil, puting itu dibersihkan setiap habis mandi dengan minyak zaitun, dipencet agar yang menyumbat pintu ASI-nya keluar."Aku diam saja, mungkin maksud ibu baik,

  • Istri Super Jorok   Melawan Rasa Jijik

    Pov AntoTak mudah ternyata menjadi Ayah. Di tengah rasa yang membuncah Karena kedatangan anggota baru, aku harus menguji nyaliku melawan rasa jijik.Setelah anak kami di mandikan dan diazankan, perawat berpesan padaku untuk membawa kain kotor bergelimang darah milik Marni. Belum lagi ari-ari yang harus dibersihkan sebelum di kubur. Aku berulang kali menelepon teman kantorku, menanyakan bagaimana cara memperlakukan benda yang sebelumnya ada di rahim Marni itu.Berulang kali juga aku menahan mual. Ya Tuhan, aku tak terbiasa dengan sesuatu yang aneh dan menjijikkan. Anggap saja aku norak, akan tetapi semua ini harus dilakukan, bukan? Hanya ada kami berdua di sini, siapa yang akan kuharapkan. Akhirnya, benda kenyal yang selebar piring dan berbentuk aneh itu, selesai kubersihkan.Bunyi HP-ku terdengar dari dalam kamar. Ari-ari itu sudah bersih dan sudah kubungkus dengan kain dan di masukkan ke dalam periuk yang terbuat dari tanah liat. Ya, perjuangan melelahkan itu berakhir juga, tinggal

  • Istri Super Jorok   Mbak Lastri

    Alangkah lucunya baju-baju kecil ini, aku tersenyum, membayangkan akan punya bayi sendiri itu, sangat membahagiakan.Sesaat kurasakan perutku agak mulas, hanya sebentar. Tak sampai dua menit. Setelah kurasa agak reda, aku kembali mengusap baju bayi yang dipilihkan Mas Anto. Kata Dokter, anak kami laki-laki, hal itu membuat Mas Anto amat senang. Kebanyakan warna pakaian yang dibelikan Mas Anto bewarna biru.Bagiku, laki-laki dan perempuan sama saja. Yang penting sehat jasmani dan rohani.Setelah puas memperhatikan baju-baju lucu itu, aku berencana ingin merapikan kembali rak-rak yang berisi pot bunga, menata mereka dengan cantik.Satu jam setelah itu, aku kembali merasakan perutku mulas, lebih lama dan lebih sakit dari sebelumnya. Kupegang tiang rumah untuk mencari kekuatan, apakah ini tanda akan melahirkan? Tapi kata dokter masih tiga Minggu lagi.Mungkin karena terlalu banyak bergerak, seperti pesan Mas Anto, aku tak boleh melakukan hal berat. Baiklah, mungkin dengan tidur siang akan

  • Istri Super Jorok   Ciuman Kecil

    POV MarniSeiring berjalannya waktu, kandunganku sudah genap memasuki usia sembilan bulan. Tak ada kendala berarti selama kehamilan, bahkan Mas Anto memujiku cantik. Ah, sejak kami mengungkapkan perasaan saling mencintai, aku dan Mas Anto lebih terbuka dari sebelumnya. Kami tak lagi canggung untuk menunjukkan kemesraan kami. Seperti pujian Mas Anto yang membuat hatiku berbunga-bunga.Kami baru saja selesai jalan pagi. Sebuah kegiatan rutin yang kami lakukan setiap hari. Dimulai setelah salat subuh, kami mengitari area kompleks lalu kembali ke rumah."Kakiku pegal," kataku sambil menaikkan kedua kakiku berselonjor di atas sofa. Tanpa diminta, Mas Anto dengan cekatan memijitnya. Rasanya nyaman sekali. Kebiasaan memijit ini juga dilakukannya tiap hari setiap kami selesai jalan pagi."Semalam, aku mendengar suara gaduh di sebelah. Padahal sudah tengah malam. Lama-lama, terganggu juga punya tetangga yang selalu ribut dengan suaminya.""Iya, mereka dari dulu memang begitu. Tapi, orang di se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status