Home / Rumah Tangga / Istri Yang Kubenci / Bab 3. Tidak Mencintainya

Share

Bab 3. Tidak Mencintainya

Author: Yudhi Nita
last update Huling Na-update: 2023-12-11 02:18:18

"Aku punya istri."

Bagas menemukan gurat kecewa di wajah Delisa. Rasanya ada sedikit kerisauan untuk mengakui keadaan sebenarnya, tapi melihat raut wajah Delisa, dia berubah menjadi agak gembira. Seseorang bisa merasa senang ketika orang yang disukai dia kira menaruh rasa cemburu dan Bagas berharap itu.

"Oh, maaf. Jadi, aku sekarang duduk bersama dengan pria beristri."

Delisa tersenyum getir. Dia rasa, menemukan orang yang sama-sama single di usianya sekarang tidaklah mudah. Bahkan teman-teman prianya banyak yang sudah menikah. Delisa merasa sendirian lagi. Hal yang selalu disesalinya, kenapa dia pilih-pilih kekasih di masa lalu. Itu membuat para pria menjauh darinya dan makin merasa kecil hati di hadapan seorang Delisa yang pintar dan cantik.

"Nggak apa-apa. Kamu nggak usah ngerasa sungkan. Nggak usah kamu pikirkan statusku. Toh, di sini nggak ada yang kita kenal. Teman-teman kita banyak yang sudah pergi dari kota ini."

"Tapi, kan ada teman istrimu–"

Bagas tersenyum mendengar kegalauan Delisa. Sampai seorang pelayan datang menghentikan pembicaraan itu.

"Mendingan aku pindah tempat duduk, Gas. Di sana, baru saja orang yang menempatinya pergi."

Delisa menatap ke sudut. Mungkin tempat duduk di dekat jendela lebih baik dari pada duduk bersama dengan seorang pria yang sudah beristri. Dia mulai berdiri.

"Sa, serius. Jangan kekanakkan. Kita hanya makan di cafe, bukan nginep di hotel. Duduklah di sini."

Tangan Bagas memegang pergelangan tangan Delisa dan menahannya agar tidak pergi.

"Aku nggak enak–"

"Kita cuma ngobrol, bukan mau ciuman, Sa. Kamu santai dong. Teman istriku nggak banyak, kamu nggak perlu khawatir," ucap Bagas agaknya lega melihat Delisa kembali duduk. Dia melepas pegangan tangannya.

"Kakak, jadi pesan apa?" tanya pelayan pria. Sejenak dia mengagumi kecantikan Delisa. Namun, enggan juga berdiri terlalu lama di samping dua orang yang berdebat halus itu.

"Oh, iya. Saya mau pesan steak tenderloin, medium rare ya? Minumnya teh hangat aja."

Delisa melempar senyum ke arah pelayan. Bagas merasa tidak ikhlas melihat senyum itu harus dibagi dengan pria lain. Padahal, dia bukan siapa-siapa Delisa.

"Kamu masih suka steak?" tanya Bagas. Percakapan itu sebenarnya untuk menahan matanya menatap wajah cantik yang tersedia di hadapannya.

"Kadang," sahut Delisa menautkan kedua alisnya, menganggukkan kepala. Dia sebenarnya kikuk ditatap oleh Bagas seperti itu.

"Kalo kamu suka steak, ada tempat makan steak yang terbaik di perbatasan kota. Itu tempat langganan kantorku, jika teman-temanku merayakan apapun."

Delisa hanya mengangguk kecil dan tersenyum. Namun, di mata Bagas itu adalah sesuatu yang istimewa. Bagaimana tidak luar biasa rasanya ketika bertemu dengan sang idola setelah bertahun-tahun lamanya berpisah. Ditambah lagi idolanya masih single.

"Kamu kerja di mana, Delisa?" tanya Bagas.

"Aku ... cuma bikin konten masak."

Bagas terpana setiap apa yang dikerjakan oleh Delisa. Seolah secuil keburukan tidak pernah ada dalam gadis itu.

"Beda bener sama jurusan kamu dulu. Kamu IPA, kan?"

Delisa tergelak mendengarnya. Dia sendiri merasa Bagas benar.

"Iya, aku dulu senang sains, tapi entah kenapa aku malah sekarang lebih memilih membuat konten memasak dari pada kerja di rumah sakit, padahal aku sempat kuliah di akbid."

"Akbid? Bu bidan, dong."

Kembali, Delisa tergelak malu mendengar celetukan Bagas.

"Iya, bidan ngadat karena malah banting haluan ke masak-masak," tukas Delisa, merendahkan diri.

Bagas tertawa renyah. Gadis di depannya itu, selain good looking juga bisa joking. Kadar terpananya bertambah ratusan kali lipat.

"Sayang banget, ya?" celetuk Bagas.

Kedua mata Delisa membulat sempurna mendengar celetukan singkat yang tidak nyambung dengan pembicaraan sebelumnya.

"Sayang ... maksudnya?" tanya Delisa, memasang wajah tidak paham.

"Nggak apa-apa," sahut Bagas, menyisakan teka-teki. Namun, Delisa hanya menyunggingkan senyum tanpa tahu maksud Bagas.

Sayang sekali para pria tidak ada yang bisa memikat hatinya.

Pelayan tadi datang lagi, mengantarkan steak dan teh hangat sesuai dengan keinginan Delisa.

"Makasih," ucap Delisa.

Pelayan itu membungkuk dan kelihatan langsung pergi karena bergidik dengan lirikan sebal Bagas padanya.

"Kamu nggak nambah?" tanya Delisa melihat piring Bagas hanya tersisa remahan kentang goreng.

"Nggak, takut gemuk. Pria dengan perut buncit, susah ngempesinnya. Eh, tapi ada bu bidan yang nanti bisa kasih tips kalo suatu saat nanti perutku bisa buncit," kekeh Bagas, agak mencondongkan badan ke arah Delisa.

Delisa kembali tertawa mendengarnya. Suara tawa Delisa bagai alunan merdu di telinga Bagas. Puas rasanya bisa membuat Delisa tertawa seperti itu, seperti ketika dia memboncengkannya di jaman sekolah dulu.

"Bisa aja," sahut Delisa, lalu sepotong steak mulai masuk ke mulutnya.

Bagas menatap lekat wajah Delisa. Bahkan saat makan pun, gadis itu tampak cantik. Segalanya tentang Delisa tampak cantik di mata Bagas.

Obrolan mereka berlanjut, mengenang masa-masa sekolah dulu. Sementara itu, Roni memperhatikan Bagas dan menggelengkan kepala karena pria itu berubah total begitu kedatangan seorang gadis cantik yang dia sendiri juga tidak mengenalnya. Namun, karena mood Bagas sudah membaik, Roni tidak lagi mengusiknya. Dia fokus pada pekerjaannya saja.

***

Anita terbangun pada pukul sebelas malam. Dia bangun untuk menyusui sang bayi. Bidan mengatakan bahwa bayi harus menyusu setiap dua jam sekali. Jadi, Anita selalu terbiasa bangun setiap dua jam agar bayinya tidak dehidrasi. Bayinya tergolong lahir kecil. Anita adalah wanita yang lemah terbalut dengan wajah sok tegarnya.

Sebenarnya hatinya rapuh karena sikap Bagas, tapi dia kuat-kuatkan saja. Alhasil, semua itu berdampak ke bayinya. Awalnya, bidan bilang bayinya kurang gizi atau stunting meski penambahan berat badannya sudah mulai lumayan. ASI Anita juga lumayan karena ibu mertuanya selalu mengirimkan jamu dan daun katuk untuk memperlancar ASI-nya.

Kebaikan ibu mertuanya juga termasuk salah satu hal yang membuatnya bersyukur karena bukan seperti ibu mertua lain yang dibilang julid atau mau menguasai anak lelakinya. Justru ketika Anita tidak diperhatikan oleh Bagas, wanita paruh baya itu acapkali memarahi putranya. Itulah yang membuat Anita patuh terhadap mertuanya. Ibunya jauh dari kota itu, jadi mertuanya menjadi pengganti ibu Anita.

Anita menyusui bayinya. Bayi itu mulai lahap menyusu. Tidak pernah Anita membiarkannya kelaparan, terlebih di malam hari. Malahan, Bagas tidak pernah bangun untuk menemaninya. Tidur pun terpisah, tidak pernah menyentuh bayinya, mana mau menemani istrinya menyusui?

Setelah bayinya puas menyusu dan kembali terlelap, Anita beranjak dari tempat tidur. Dia keluar untuk minum. Dahinya berkerut melihat ruangan masih dalam keadaan terang. Anita mencoba memberanikan diri untuk membuka kamar tamu di mana biasanya Bagas tidur.. Namun, ruangan itu juga masih terang dan tidak dia dapati sang suami di sana.

"Udah jam sebelas, kenapa belum pulang?" gumam Anita.

Wanita itu meraih ponsel, lalu berjalan ke dapur sambil memencet nomor Bagas. Dia menempelkan ponselnya di telinga, sambil menuang air putih hangat ke dalam gelas. Mengambil susu ibu menyusui dan menaruhnya ke gelas tadi dan diaduknya. Sampai dia teguk habis, Bagas tidak juga mengangkat panggilannya.

***

"Kenapa nggak kamu angkat, Gas?" tanya Delisa, ketika mereka masih mengobrol.

Delisa melihat sinar dari layar ponsel Bagas. Sekali meredup, sinar itu kembali lagi menyala-nyala. Dia yakin, itu panggilan dari seseorang.

"Nggak penting," sahut Bagas.

"Istrimu?" tanya Delisa.

"Iya, udah aku bilang sama kamu tadi. Dia cuma menjebakku sampai hamil dan membuatku menikah dengannya. Aku tidak mencintainya, Delisa."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istri Yang Kubenci   Bab 41. Customer Pertama

    "Lancar, Om. Syukurlah tidak ada hal yang menghambat jalannya sidang tadi." Raut lega tampak dari wajah Laksono. Anita menyapu sekitar dengan pandangannya. Tadi, Anarita ada di depan, tapi sekarang wanita itu tidak ikut serta, padahal jelas-jelas dia menyambut kedatangan Anita tadi. Anita hanya pasrah, mengikuti pembicaraan Kendra dan Laksono dengan berpura-pura ikut tersenyum. Meski dalam hatinya ada yang mengganjal. Lega sekali saat Anita bisa keluar dari rumah itu. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nantinya kalau menikah sementara waktu dengan Kendra. *** Waktu berlalu. Anita semakin fokus pada perceraian dan usahanya. Hubungannya dengan Rahma sang ibu juga semakin dekat. Dia banyak mendesign baju-baju selama tiga bulan itu. Hingga surat resmi perceraiannya pun tiba. Anita merasa sangat lega, sekaligus merasa cemas akan kehidupan selanjutnya. Masa iddah Anita dihabiskan di rumah dengan mendesign baju. Suatu ketika, seorang perempuan muda mendatangi ruko di mana Rahma sedan

  • Istri Yang Kubenci   Bab 40. Hanya Membayar Administrasi

    Bagas terhenyak melihat layar ponselnya. Setelah sidang yang cukup menegangkan karena pertama kali Bagas melakoni sidang perceraian, dia sekarang melihat daftar panggilan yang banyak. "Delisa, kenapa ya?" gumamnya, melangkah ke parkiran. Bagas memencet nomor Delisa dengan wajah cemas. Tak lama, panggilan itu diangkat oleh seseorang. "Halo," ucap Bagas mengawali karena di ujung sana memang mengangkat teleponnya, tapi tidak mengucap sepatah kata pun. "Delisa, kamu kenapa? Tadi nelepon aku–" "Bagas! Kamu itu lagi ngapain? Nggak becus jadi suami anak saya? Delisa lagi sakit gara-gara hamil. Dia butuh kamu antar ke dokter, kamu malah lelet angkat teleponnya!" Gerutuan itu, Bagas yakin bukan Delisa, melainkan ibunya. "M-ma, maaf saya nggak tau. Lalu, Delisa ada di mana sekarang, Ma?" tanya Bagas. "Huh, pake nanya. Lagian kalo kamu tau dia ada di mana sekarang, kamu bisa ke sini dalam waktu berapa detik, hah? Untung kamu cuma pegawai. Kalo kamu dokter, apa nggak keburu mati itu pasie

  • Istri Yang Kubenci   Bab 39. Tidak Diangkat

    "Kamu nggak kerja, Ken?" tanya Anita. Sejujurnya dia tidak enak hati dengan lelaki itu. Karena dirinya, maka Kendra harus meninggalkan pekerjaannya. "Kerjaanku bisa kutinggalin sebentar. Ada asisten yang menggantikan. Soal perceraian kamu, itu pun penting karena itu akan mempengaruhi masa depanku. Papa juga nyuruh aku mengawal kamu sampai selesai proses perceraian." Anita mengangguk. Dalam hati dia merasa campur aduk karena hari ini dia akan menjalani proses perpisahannya dengan Bagas, lelaki yang sangat dia cintai. "Bulatkan tekad kamu, Anita. Dia bukan lelaki yang pantas buat kamu."Anita menoleh pada Kendra. Dia meringis, kenapa Kendra bisa menebak pikirannya? "Iya," sahut Anita. Kendra mengemudikan mobilnya menuju ke pangadilan agama. Anita terdiam mengikuti alur perjalanan dengan diam, karena banyak pikirannya kala itu. Seorang istri, menggugat cerai suaminya. Antara sedih, kecewa dan kasihan pada anaknya yang nantinya tidak memiliki ayah. Anita melirik ke arah Kendra. Dia

  • Istri Yang Kubenci   Bab 38. Memenuhi Panggilan

    "Kenapa tertawa, Bu? Bukannya normal orang hamil jauh-jauh dari suaminya?" tanya Bagas, mengulang ucapan Rosmini waktu itu."Iya, ada. Tapi, nggak lama seperti ini juga. Ya ... kita lihat aja bulan selanjutnya. Biasanya wanita ngidam di awal bulan. Bisa juga dia menjadi aneh dari awal bulan sampe bulan ke sembilan, sampe pas lahiran. Kamu dikuat-kuatin aja." Bagas terbelalak mendengar ucapan Tantri. Masa dia harus menahan diri sampai sembilan bulan? Bisa gondrong nganggur. "Bu, yang bener aja?" sungutnya, tiba-tiba hilang nafsu makannya. "Udah dibilangin, dilihat aja. Bukan ibu mau bilang pasti, tapi bisa jadi. Ibu cuma mau kamu bersiap untuk menyediakan sabar yang gede menghadapi ibu hamil," terang Tantri. Sebenarnya Tantri malah merasa aneh dengan kepergian Delisa saat ini. Tambah, dia juga merasa jauh dengan keluarga Delisa sejak awal mereka bertemu dalam acara lamaran. Rasanya ada yang tidak rela juga dengan pernikahan Bagas dan Delisa. Waktu itu, Tantri menepis perasaannya. D

  • Istri Yang Kubenci   Bab 37. Apa Benar Dia Mencintaimu

    Anita dan Kendra pulang ke rumah. Kendra masih saja menggendong Cia yang terlihat nyaman dalam pelukannya sedari di taman tadi. "Yuk, Cia ikut mama," ajak Anita mengulurkan kedua tangan ke arah bayi tiga bulan itu. Namun, Cia bergeming. Dia tetap ingin berada dalam gendongan Kendra. "Ayo, Cia. Om Kendra mau pulang. Dia ada banyak kerjaan," bujuk Anita. Anita mengambil Cia dari gendongan Kendra. Tidak disangka, Cia menunjukkan ekspresi sedih. Hendak mewek dengan bibir melebar dan kedua matanya tampak berkaca. "Udah, sana pulang dulu. Aku bisa atasi," desis Anita pada Kendra. "Beneran nggak apa-apa?" tanya Kendra dengan wajah khawatir karena sedikit lagi dipastikan Cia akan meledakkan tangis. "Iya, nggak apa-apa. Kamu kan banyak kerjaan pastinya. Iya, kan?" tanya Anita mendorong Kendra agar segera masuk ke mobilnya. "O-oke," sahut Kendra yang masih melekatkan pandangan ke Cia yang berharap digendong lagi olehnya. "Udah, buruan," desak Anita. Kendra mengangguk. Sebelum Kendra p

  • Istri Yang Kubenci   Bab 36. Aku Membencinya

    "Oh, jadi kayak gitu. Menuntut cerai, lalu dengan cepat gandeng dengan pria lain. Kamu, lelaki yang waktu itu, kan?" Kendra dan Anita menoleh ke sumber suara. Di sana, berdirilah Bagas yang sedang memakai baju kerjanya. Bagas hendak bertemu dengan klien di sebuah hotel dekat dengan taman, tapi saat berjalan dia melihat sepasang pria dan wanita sedang asyik di dalam taman. Semula, dia mendapat tempat parkir jauh dari hotel hingga harus membuatnya berjalan melintasi taman. Malahan, dia melihat pemandangan di dalam taman. Hati Anita masih bergetar saat melihat Bagas. Dia ingin menggelengkan kepala, tapi Kendra sudah berjalan menjauh, untuk mendekati Bagas. Anita menjadi gelisah melihat itu. "Kalo iya, kenapa?" tanya Kendra. Dua lelaki itu sekarang berdiri berhadapan. Bagas meletakkan kedua tangan di pinggang, tapi Kendra memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dengan santai. "Kamu tau etika, nggak? Dia itu belum cerai. Kenapa kalian berduaan di sini?" tanya Bagas, menunjuk d

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status