"Aku sangat membencinya, wanita yang dulu nggak sengaja tidur denganku dan dia sekarang makin buruk rupa. Badannya penuh lemak menggelambir di bagian tubuhnya. Nggak enak dipandang." Arsenio Bagas, pria berusia tiga puluh tahun itu menatap wanita yang sedang menggendong anak dan mencuci piring di dapur dengan pandangan benci. Dia sangat menyesali kenapa dulu dia mau menikah dengan wanita yang telah dihamilinya itu saat malam, sewaktu dia mabuk saat reuni akbar. Bagas, ingin sekali menceraikan wanita bernama Anita yang dia nikahi satu tahun yang lalu. Selama ini, dia telah bertahan, tetapi rasa muak menyesak di dada ketika pulang kerja dan selalu mendapati Anita tidak seperti wanita yang dia inginkan. Akankah pernikahan itu kandas atau Anita mempertahankan pernikahannya karena dia mencintai Bagas?
View MoreBagas memarkir mobilnya di garasi rumah. Anita, sang istri menyambutnya dengan senyuman cerah. Namun, seberapapun cerah senyuman yang diupayakan, tidak juga membuat Bagas membalas senyumannya.
Pria itu menyodorkan tasnya ke tangan Anita, lalu melewati sang istri begitu saja. Anita menatap nanar pada punggung suami yang selalu saja tidak bersikap hangat padanya. Senyumnya pudar, begitu melihat sikap yang biasa dilakukan oleh suaminya. Namun, kesalahan satu tahun yang lalu membuatnya bertahan, karena keyakinannya akan cinta suami yang masih dia harapkan."Mas, ini taruh sini?" tanya Anita, meletakkan tas Bagas di meja."Biasanya juga di situ, kan!" balas Bagas. Suara yang terasa agak lebih keras. Namun, bagi Anita sudah biasa diperlakukan seperti itu.Mungkin dia lelah seharian bekerja."Baik," sahut Anita tanpa menyaingi volume suara suaminya."Minum kopi apa teh, Mas?" tanyanya lagi saat Bagas melepaskan kemejanya."Terserah," sahut Bagas masih terasa ketus."Baik," sahut Anita lagi, berjalan ke dapur dan mengambil sebuah cangkir untuk dia isi dengan kopi sesuai dengan selera Bagas seperti biasanya. Dua sendok teh kopi dan satu sendok teh gula.Anita meletakkannya di meja, lalu berjalan menyiapkan makan malam. Sebelum itu, dia mendengar suara bayinya menangis. Tergopoh, Anita mendatangi kamar dan menggendong untuk memberi ASI pada anaknya. Dalam gendongan, Anita menyusui sambil melanjutkan untuk menyiapkan makan malam suaminya."Gulai kambing, tadi aku beli daging kambing di pasar, Mas. Lalu kubuat gulai. Enak," celoteh Anita, tapi kembali tidak digubris oleh Bagas yang langsung menyantap makan malam yang disiapkan sang istri.Seperti malam-malam sebelumnya, Bagas tidak berbincang dengan Anita. Anita sebenarnya rindu, ingin sekali mengobrol tentang segalanya bersama suami seperti yang dia lihat di drama-drama romantis atau seperti yang dia dengar dari teman-temannya. Namun, kenyataan lain bahwa dia harus menerima keadaan rumah tangganya yang berawal dari sebuah kesalahan. Ya, satu tahun yang lalu tidak sengaja dia tidur dengan Bagas yang mabuk. Rasa cintanya yang dipendam lama, membuat Anita nekat masuk ke kamar hotel yang ditempati oleh Bagas karena didorong oleh teman-temannya. Mereka tahu selama sekolah dulu, Anita cinta mati pada Bagas, senior mereka. Baru lima tahun setelah itu, ada reuni akbar dan teman-temannya menaruh obat perangsang ke dalam gelasnya.Ya, setelah memasuki kamar hotel tempat Bagas tidur, Anita menikmati malamnya, memberikan kehormatannya pada pria itu dengan sepenuh hati karena Bagas tidak kuat lagi menahan rangsangan dari obat yang sudah terlanjur menjalar di sekujur tubuhnya. Itu butuh pelampiasan dan hanya ada Anita di dalam kamar itu. Namun, ketika fajar tiba, Bagas menyesali seluruh perbuatan yang mereka lakukan. Walau demikian dia tetap bertanggung jawab menikahi Anita meski dia tidak pernah mencintai Anita, sampai saat ini. Bahkan, meski Anita telah hamil dan melahirkan anak kandungnya."Enak?" tanya Anita yang tidak lelah mendahului berbicara setiap waktu.Bagas hanya diam. Anita menyunggingkan senyum paksa, merasa denyut yang menyakitkan, tapi tetap dia pasang wajah sebaik mungkin. Demi ridho sang suami. Bagas masih memakan makan malamnya dengan lahap. Apa yang dilihat oleh Anita sekarang sudah menjadi jawaban dari pertanyaannya. Itu sudah cukup memuaskan Anita."Sudah, Mas?" tanya Anita yang menemani Bagas dengan setia sambil menggendong anak dalam pelukannya.Baginya, itu adalah hal yang membahagiakan bisa menemani sang suami makan di ruang makan. Meski hanya diam dan diam, tapi dia merasa bisa hidup bersama dengan Bagas adalah sesuatu yang membahagiakan."Udah."Begitu saja lalu Bagas beranjak dan berlalu ke kamar mandi. Anita memberesi peralatan makan di ruang makan, masih sambil menggendong anaknya. Dalam waktu sepuluh menit Bagas telah selesai mandi dan duduk di sofa ruang tengah.Dari ruang itu, dia bisa melihat Anita yang mencuci piring dan peralatan masak yang belum dia bersihkan."Aku sangat membencinya, wanita yang dulu pasti sengaja tidur denganku dan dia sekarang makin buruk rupa. Badannya penuh lemak menggelambir di bagian tubuhnya. Nggak enak dipandang," gumam Bagas saat menatap tubuh Anita dari belakang.Baru dua bulan Anita melahirkan dan badannya memang tidak sebagus dulu. Di mata Bagas, Anita bukanlah sosok yang sesuai dengan keinginannya. Tidak cantik, tidak seksi, tidak memiliki kepandaian dalam hal apapun menurutnya. Jika masakan enak hanyalah kewajiban dan kewajaran seorang istri dalam pandangan mata Bagas."Seharusnya aku nggak datang ke reuni itu. Kenapa bisa aku tidur satu kamar dengannya," gerutu Bagas.Kedua matanya bergulir ke layar televisi dan memilih untuk menikmati tontonan di layar, melihat wanita-wanita berpenampilan lebih baik dari istrinya."Mas, bajunya masih dipake besok?" tanya Anita membuyarkan konsentrasi Bagas ke televisi."Nggak!" sahutnya, melirik ke bayi yang masih digendong Anita.Bagas belum pernah memegang bayinya sejak dilahirkan, tapi dia memang tidak berminat untuk menyentuhnya sedikitpun. Bagas mengeluarkan ponsel ketika Anita memasukkan baju kotornya ke dalam mesin cuci. Saat itu, bayi mereka juga rewel, tapi Bagas tidak perduli. Dia membiarkan Anita menenangkan bayi mereka sambil menunggui mesin cuci.Anita belum berhasil menenangkan sang bayi, malah membuatnya makin menangis keras. Bayi perempuan itu, entah kenapa rewel sekali. Tiba-tiba, padahal tadi dia sangat tenang di gendongan ibunya."Sudah jelek, nggak becus urus anak," gumam Bagas.Anita meringis, mencoba menenangkan sang bayi dengan menepuk-nepuk pantatnya. Namun, bayi itu seolah merasakan hati Anita yang galau. Ya, jika diminta jujur dia ingin sekali diperhatikan oleh suaminya. Benar kata sang mertua dan ibunya sendiri jika seorang bayi itu bisa merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya.Anita memberi nama anaknya Alicia Arsenio. Diambil dari nama depan suaminya, Arsenio Bagas. Dia memanggil anaknya Cia."Cia sayang, mau apa ya? Ayolah, Nak. Mama bingung kalo kamu rewel? Perutnya kembung?" tanya Anita.Begitu terus sampai lima belas menit berlalu. Bagas tidak bisa menahan emosinya ketika matanya ingin beristirahat, tapi tangisan bayi merusak suasana."Bisa kamu diamkan anak itu nggak!" bentaknya mendekati Anita.Kedua mata Anita terkaget melihat kemarahan sang suami. Dia juga lelah, tapi berusaha tetap waras agar anaknya bisa tenang. Namun, dia paham kenapa sang anak rewel, pasti merasakan kegundahan hati yang tidak bisa dia tutupi pada insting sang anak terhadap ibunya."Dia mungkin nggak nyaman, Mas.""Kamu kan ibunya! Harusnya kamu bisa membuatnya diam! Aku pusing mendengar suara bayi itu!""Anak kita, Mas."Bagas mengeratkan rahang. Dia tidak rela memiliki anak dengan Anita. Dia bergerak meraih jaketnya, menyambar kunci mobil dan keluar dari rumah sambil menutup pintu dengan sangat kasar.Dua bulir hangat mengaliri kedua pipi Anita. Semula, dia kira apa yang dia tahan bisa dia topengi dengan wajah bahagia, tapi ternyata runtuh juga pertahanannya. Hatinya luka. Dia menangis bersamaan dengan tangis sang bayi yang makin menjadi-jadi."Lancar, Om. Syukurlah tidak ada hal yang menghambat jalannya sidang tadi." Raut lega tampak dari wajah Laksono. Anita menyapu sekitar dengan pandangannya. Tadi, Anarita ada di depan, tapi sekarang wanita itu tidak ikut serta, padahal jelas-jelas dia menyambut kedatangan Anita tadi. Anita hanya pasrah, mengikuti pembicaraan Kendra dan Laksono dengan berpura-pura ikut tersenyum. Meski dalam hatinya ada yang mengganjal. Lega sekali saat Anita bisa keluar dari rumah itu. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nantinya kalau menikah sementara waktu dengan Kendra. *** Waktu berlalu. Anita semakin fokus pada perceraian dan usahanya. Hubungannya dengan Rahma sang ibu juga semakin dekat. Dia banyak mendesign baju-baju selama tiga bulan itu. Hingga surat resmi perceraiannya pun tiba. Anita merasa sangat lega, sekaligus merasa cemas akan kehidupan selanjutnya. Masa iddah Anita dihabiskan di rumah dengan mendesign baju. Suatu ketika, seorang perempuan muda mendatangi ruko di mana Rahma sedan
Bagas terhenyak melihat layar ponselnya. Setelah sidang yang cukup menegangkan karena pertama kali Bagas melakoni sidang perceraian, dia sekarang melihat daftar panggilan yang banyak. "Delisa, kenapa ya?" gumamnya, melangkah ke parkiran. Bagas memencet nomor Delisa dengan wajah cemas. Tak lama, panggilan itu diangkat oleh seseorang. "Halo," ucap Bagas mengawali karena di ujung sana memang mengangkat teleponnya, tapi tidak mengucap sepatah kata pun. "Delisa, kamu kenapa? Tadi nelepon aku–" "Bagas! Kamu itu lagi ngapain? Nggak becus jadi suami anak saya? Delisa lagi sakit gara-gara hamil. Dia butuh kamu antar ke dokter, kamu malah lelet angkat teleponnya!" Gerutuan itu, Bagas yakin bukan Delisa, melainkan ibunya. "M-ma, maaf saya nggak tau. Lalu, Delisa ada di mana sekarang, Ma?" tanya Bagas. "Huh, pake nanya. Lagian kalo kamu tau dia ada di mana sekarang, kamu bisa ke sini dalam waktu berapa detik, hah? Untung kamu cuma pegawai. Kalo kamu dokter, apa nggak keburu mati itu pasie
"Kamu nggak kerja, Ken?" tanya Anita. Sejujurnya dia tidak enak hati dengan lelaki itu. Karena dirinya, maka Kendra harus meninggalkan pekerjaannya. "Kerjaanku bisa kutinggalin sebentar. Ada asisten yang menggantikan. Soal perceraian kamu, itu pun penting karena itu akan mempengaruhi masa depanku. Papa juga nyuruh aku mengawal kamu sampai selesai proses perceraian." Anita mengangguk. Dalam hati dia merasa campur aduk karena hari ini dia akan menjalani proses perpisahannya dengan Bagas, lelaki yang sangat dia cintai. "Bulatkan tekad kamu, Anita. Dia bukan lelaki yang pantas buat kamu."Anita menoleh pada Kendra. Dia meringis, kenapa Kendra bisa menebak pikirannya? "Iya," sahut Anita. Kendra mengemudikan mobilnya menuju ke pangadilan agama. Anita terdiam mengikuti alur perjalanan dengan diam, karena banyak pikirannya kala itu. Seorang istri, menggugat cerai suaminya. Antara sedih, kecewa dan kasihan pada anaknya yang nantinya tidak memiliki ayah. Anita melirik ke arah Kendra. Dia
"Kenapa tertawa, Bu? Bukannya normal orang hamil jauh-jauh dari suaminya?" tanya Bagas, mengulang ucapan Rosmini waktu itu."Iya, ada. Tapi, nggak lama seperti ini juga. Ya ... kita lihat aja bulan selanjutnya. Biasanya wanita ngidam di awal bulan. Bisa juga dia menjadi aneh dari awal bulan sampe bulan ke sembilan, sampe pas lahiran. Kamu dikuat-kuatin aja." Bagas terbelalak mendengar ucapan Tantri. Masa dia harus menahan diri sampai sembilan bulan? Bisa gondrong nganggur. "Bu, yang bener aja?" sungutnya, tiba-tiba hilang nafsu makannya. "Udah dibilangin, dilihat aja. Bukan ibu mau bilang pasti, tapi bisa jadi. Ibu cuma mau kamu bersiap untuk menyediakan sabar yang gede menghadapi ibu hamil," terang Tantri. Sebenarnya Tantri malah merasa aneh dengan kepergian Delisa saat ini. Tambah, dia juga merasa jauh dengan keluarga Delisa sejak awal mereka bertemu dalam acara lamaran. Rasanya ada yang tidak rela juga dengan pernikahan Bagas dan Delisa. Waktu itu, Tantri menepis perasaannya. D
Anita dan Kendra pulang ke rumah. Kendra masih saja menggendong Cia yang terlihat nyaman dalam pelukannya sedari di taman tadi. "Yuk, Cia ikut mama," ajak Anita mengulurkan kedua tangan ke arah bayi tiga bulan itu. Namun, Cia bergeming. Dia tetap ingin berada dalam gendongan Kendra. "Ayo, Cia. Om Kendra mau pulang. Dia ada banyak kerjaan," bujuk Anita. Anita mengambil Cia dari gendongan Kendra. Tidak disangka, Cia menunjukkan ekspresi sedih. Hendak mewek dengan bibir melebar dan kedua matanya tampak berkaca. "Udah, sana pulang dulu. Aku bisa atasi," desis Anita pada Kendra. "Beneran nggak apa-apa?" tanya Kendra dengan wajah khawatir karena sedikit lagi dipastikan Cia akan meledakkan tangis. "Iya, nggak apa-apa. Kamu kan banyak kerjaan pastinya. Iya, kan?" tanya Anita mendorong Kendra agar segera masuk ke mobilnya. "O-oke," sahut Kendra yang masih melekatkan pandangan ke Cia yang berharap digendong lagi olehnya. "Udah, buruan," desak Anita. Kendra mengangguk. Sebelum Kendra p
"Oh, jadi kayak gitu. Menuntut cerai, lalu dengan cepat gandeng dengan pria lain. Kamu, lelaki yang waktu itu, kan?" Kendra dan Anita menoleh ke sumber suara. Di sana, berdirilah Bagas yang sedang memakai baju kerjanya. Bagas hendak bertemu dengan klien di sebuah hotel dekat dengan taman, tapi saat berjalan dia melihat sepasang pria dan wanita sedang asyik di dalam taman. Semula, dia mendapat tempat parkir jauh dari hotel hingga harus membuatnya berjalan melintasi taman. Malahan, dia melihat pemandangan di dalam taman. Hati Anita masih bergetar saat melihat Bagas. Dia ingin menggelengkan kepala, tapi Kendra sudah berjalan menjauh, untuk mendekati Bagas. Anita menjadi gelisah melihat itu. "Kalo iya, kenapa?" tanya Kendra. Dua lelaki itu sekarang berdiri berhadapan. Bagas meletakkan kedua tangan di pinggang, tapi Kendra memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dengan santai. "Kamu tau etika, nggak? Dia itu belum cerai. Kenapa kalian berduaan di sini?" tanya Bagas, menunjuk d
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments