Home / Rumah Tangga / Istriku Ternyata Pewaris / Brosur sekolah Mahal

Share

Istriku Ternyata Pewaris
Istriku Ternyata Pewaris
Author: Galuh Arum

Brosur sekolah Mahal

Author: Galuh Arum
last update Huling Na-update: 2025-06-18 13:51:07

"Mas, ini brosur sekolah buat Adel. Ini sekolah bagus Mas, IT dan mungkin bagus buat perkembangan agamanya Adel. Coba di lihat."

Soraya istriku menyodorkan brosur harga sekolah SDIT yang tidak jauh dari rumah kami. Aku menghela napas, akhirnya mengambil brosur itu dari tangannya. Berat. Bukan kertasnya, tapi bayangan angka-angka yang pasti tertulis di dalamnya.

Aku hanya mendengus pelan, menatap brosur itu sekilas. Huruf-huruf besar berwarna biru mencolok: "Sekolah Dasar Islam Terpadu—Mencetak Generasi Berakhlak dan Berprestasi".

Aku membukanya perlahan. Mataku langsung tertuju ke bagian "Bi@ya Pendaftaran". Deretan angka berjajar rapi, dengan nominal yang cukup untuk memb3li motor bekas dalam kondisi lumayan. Aku bisa merasakan keningku berkerut, gegas aku kembali menaruh di meja.

Soraya menatapku, seakan bisa membaca pikiranku.

"Mas, memang m@hal, tapi coba pikir, ini buat Adel," suaranya pelan, tapi tegas.

Aku diam. Di satu sisi, aku ingin memberikan yang terbaik untuk Adel. Tapi di sisi lain, aku juga tahu ada banyak hal yang harus dipertimbangkan.

"Kita bisa cari sekolah lain dulu, atau bahkan seolah negri saja sama kok biayanya dan pastinya bagus," kataku akhirnya, mencoba tetap tenang.

Soraya menggigit bibirnya, lalu mengangguk pelan. Namun, aku bisa melihat dari matanya bahwa ini belum selesai.

"Hmm... "

"Mas, dilihat lagi yang jelas. Beberapa bulan lagikan Adel SD, Mas," ucap Soraya lagi.

Terpaksa aku mengambilnya lagi, padahal aku sudah tahu karena sekolah yang direkomendasikan istriku hampir sama dengan sekolah Adinda--keponakanku dan sudah jelas bulanan saja mahal apalagi u@ng pangkal.

"Lebih mvrah sih dari sekolah Adinda, Mas. Memang sekolah negri sama bagusnya, tapi aku mau lebih ada pendalaman agama lagi pula pengh@silan kamu pun cukup untuk memb@yar bulanan dan daftar ulang tiap tahun," ucap Aya lagi.

"Kalau mau sekolah IT kenapa kamu baru bilang sekarang, harusnya sejak awal. Kan bisa masuk gelombang pertama. Lebih murah, kalau sekarang kan sudah mahal," kataku mencoba mengalihkan.

Kulihat wajah Soraya berubah pias. Bahkan dia kembali mengambil brosur itu dan bangkit berdiri di hadapan aku.

"Mas, kamu bilang beberapa persen kamu tabungkan buat biaya sekolah Adel kan? Kenapa kamu seolah-olah tidak ada uang untuk sekolah Adel, penghasilan kamu itu besar loh sebagai General manager," ucap Soraya.

Aku menarik napas panjang, yah penghasilanku memang sangat cukup untuk membayar uang pangkal, tapi ... Ah sudahlah. Aku harus tegas pada Soraya. Lagi pula sama saja kan sekolah juga. Negri dan swasta.

"Ma, kamu jangan ikut campur urusan keuangan aku. Sudah aku katakan, aku memberimu segitu ya sudah. Jangan protes dan meminta lebih. Kamu pikir, aku gudang uang apa!"

Kutinggalkan istriku ke dalam, berdebat dengannya sangat membuang waktu. Gegas aku kembali merebahkan tubuh, harusnya saat libur seperti ini dia tidak membuat mood aku jelek.

Ting ...

Sebuah pesan dari Mbak Maya membuat aku beralih pada ponsel di nakas.

"Dan, besok malam Tante Inggit ngundang kita ke acaranya. Ulang tahun dia, kamu datang ya tapi jangan ngajak Soraya. Istri kamu itu nanti hanya bikin malu saja di sana."

Aku menarik napas panjang, Mba Maya ini lupa apa tidak sih, aku sudah berkeluarga tapi tidak pernah boleh mengajak Soraya ke acara penting.

Tapi, ada benarnya juga. Sehari-hari saja pakai daster bolong. Adanya nanti buat malu aku di sana. Sedangkan Tante Maya itu investor besar. Mungkin saja aku bisa mendapatkan investasi di perusahaan kecil yang baru aku bangun tanpa sepengetahuan Soraya.

Perutku terasa lapar, lebih baik aku makan dari pada kena Magh.

Kukira akan mendapatkan lauk enak, tapi kenapa hanya nasi goreng saja? Kemana uang yang aku berikan awal bulan, masa tanggal 15 sudah habis?

"Ma, kamu enggak masak?" Aku melangkah menghampiri Soraya.

"Itu kan ada di meja makan, nasi goreng. Makan aja yang ada, Pa. Seadanya saja," jawabnya santai.

"Seadanya bagaimana? Nasi goreng doang, aku kerja capek dari pagi pulang malam, hari libur kamu suguhi nasi goreng doang? Uang yang aku kasih ke kamu sebulan ke mana?" tanyaku berapi-api.

"Awal bulan kamu kasih aku satu juta, bilangnya pegang aja dulu, nanti tanggal 10 kamu transfer lagi. Tapi, aku Wa kemarin bilang uang masak abis karena ibu datang dan minjem buat beli makanan bekal buat Adinda, tapi kamu bilang iya aja." Soraya bangkit menghampiri aku lebih dekat.

"Sampai tanggal 15 kamu enggak transfer loh, Pa."

"Ya, aku lupa. Kenapa kamu enggak ingetin?" tanyaku.

"Bukannya sudah, tapi kamu bilang nanti pulang kerja. Tapi, pulang kerja kamu pulang malam karena mengantar Mba Maya ke rumah sakit berobat Adinda kan? Ehm,, jangan-jangan kamu juga yang bayar ke dokter anak."

"Jangan asal bicara!"

"Kalau enggak santai aja jangan emosi. Aku masih di depan kamu, ini rumah bukan hutan. Jadi, jangan berteriak seolah-olah aku tidak bisa mendengar. Kalau enggak ya sudah," ujarnya.

Aku menarik napas, kesabaran ini sangat tipis menghadapi Soraya yang sekarang mulai membantah. Apa karena sekolah Adel yang aku tolak?

Astaga perutku lapar, mau tidak mau aku makan nasi goreng itu.

***

"Aku sudah tr4nsfer uang yang kemarin di pinjam ibu. Sama aku tambah buat sampai akhir bulan. Aku enggak mau sampai kamu masak kaya tadi," ucapku. Aku melongok ke dapur, ternyata dia sedang mencuci baju kerjaku.

Dia sangat rapi, teliti. Bahkan, kerah baju kerjaku saja tidak pernah kotor. Selalu bersih, berbeda dengan beberapa rekan kerja yang kerah baju sudah hitam tidak hilang.

"Hmm ... Makasi."

Soraya hanya menjawab itu saja, dia kembali menyikat baju kerjaku dengan tangannya. Kenapa sedingin itu? Apa masih dengan alasan sekolah Adel dia marah atau aku telat transfer uang masak?

"Ma, aku nanti malam mau pergi sama Mbak Maya juga ibu ke rumah teman ibu. Ada acara."

"Ya, sudah."

Loh, kok dia hanya jawab seperti itu. "Ma, aku dari tadi bicara kok kamu malah sibuk mencuci? Kalau suami bicara, lihat dong aku." Emosi aku kali ini.

"Aku sibuk Mas, lagi pula apa yang harus aku jawab lagi, toh aku enggak pernah di ajak jadi sudah seperti biasa kan. Harus bicara apa lagi akunya?"

Loh kok Aya marah? Menyebalkan sekali. Harusnya dia berkaca sama Mbak Maya, dia janda loh dan masih dandan dan cantik. Berbeda sama Soraya, aku pulang kerja dia pakai daster. Masih bau bawang dan ah .... Malas juga aku mengingatnya.

"Aku malas mengajak kamu, aku malu karena kamu enggak pandai berdandan. Beda sama Mbak Maya yang bisa menempatkan diri."

Soraya menatapku, lalu dia berdiri di hadapanku.

"Kalau kamu modalin aku, aku juga bisa lebih cantik dari Mbak Maya. Kamu lupa, kenapa kamu bisa menikah sama aku? Kalau aku tidak cantik, buat apa kamu mengajak aku menikah?"

Sial! Kenapa dia bisa membalikan ucapanku?

"Enggak bisa jawab kan kamu?"

"Aku tidak mau bahas itu. Kalau aku salah ya sudah maaf."

"Maaf? Selalu itu kata keramat yang keluar dari mulut kamu dan besok begitu lagi. Oh, ya satu hal lagi yang harus kamu ingat ,Mas. Jangan pernah bandingkan aku dan Mbak Maya kakak kamu yang enggak jelas dapat uang dari mana bisa menyekolahkan anaknya di tempat mahal dan juga selalu tampil cantik sementara dia saja tidak bekerja."

Tangan ini lepas kontrol dan berakhir membuat pipi Soraya merah.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Istriku Ternyata Pewaris   keholangan sesuatu yang berharga

    Seno hanya tersenyum tipis, sorot matanya penuh arti. "Tunggu saja, Aya. Dani akan tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang berharga."*"Apa semua sengaja du atur Mas Seno supaya aku bertemu Dani lagi?" tanya Aya pada Satya. "Bisa jadi, Seno itu tidak akan berhenti membuat kejutan untuk calon mantan suami kamu. Walau, aku rasa kamu sudah muak bertemu dengan dia lagi. Tuh, lihat mukanya sudah asem. Bisa bayangin kan dia enggak akan fokus nanti," ucap Satya. Yang di katakan Satya benar, baru saja kemarin bertemu dengan Soraya bersama Bara saja Dani sudah kacau. Apalagi sekarang dirinya bersama dengan Satya yang di kenal adalah adik dari Seno. Gebrakan apa lagi ini, pikir Dani dengan menelan ludah. Kali ini dirinya tidak begitu sulit bergerak karena tidak ada Vira. Jadi, dia memutuskan untuk berbicara dengan Soraya sebelum masuk ke dalam ruangan meeting. "Masih ada waktu 30 menit."Dani menghampiri Aya yang sedang sendiri, Satya izin untuk ke WC. "Nomor aku kamu blokir, sekar

  • Istriku Ternyata Pewaris   Penyesalan

    Setelah mengirim pesan pada Aya, Dani pun merebahkan tubuh di kasur. Hatinya nya galau, kecemasan muncul saat itu apalagi mengingat Pandangan Soraya pada Bara. Tatapan mata itu yang selama ini hanya melirik dirinya, kini beralih menatap intes pria lain."Apa selama ini aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya mencari uang untuk menutup mulut Mba Maya juga ibu tentang kekhilafan aku malam itu sampai lupa dengan Soraya juga kewajiban aku? Apa benar aku Ayah yang tak bertanggung jawab?" Dani menjambak rambutnya sendiri. Lalu bangkit berjalan bolak balik dengan tangang yang gementar cemas. "Ini tidak bisa terjadi. Kenapa sebaliknya malah Aya yang menggugat perceraian?" Dani menghela napas berat. Dulu, dia pikir bisa mengendalikan segalanya. Dia pikir Soraya akan selalu ada, menunggunya, bertahan meski dia mengabaikannya. Tapi sekarang? Soraya bahkan tidak menoleh lagi ke arahnya. Tatapan yang dulu hanya miliknya kini beralih ke pria lain—Bara."Apa selama ini aku yang terlalu bodo

  • Istriku Ternyata Pewaris   Rencana

    Soraya tersenyum tipis, menuangkan teh ke cangkirnya. "Sudah kuduga Mas akan bertanya seperti itu. Dani memang memilih jalan yang lebih menguntungkan untuknya. Aku? Aku hanya kesalahan dalam perjalanan hidupnya."Satya mendecakkan lidah. "Brengsek juga laki-laki itu. Kalau saja aku tahu lebih awal, sudah kuhabisi dia dari dulu!"Seno mengangkat tangan, memberi isyarat agar Satya menenangkan diri. "Tenang. Tidak perlu pakai emosi. Kita bisa menghancurkannya dengan cara yang lebih cerdas."Soraya menatap kakaknya dengan penasaran. "Maksud Mas?"Seno tersenyum miring. "Kita lihat saja nanti. Aku sudah punya rencana."Soraya menghela napas, menatap kedua kakaknya dengan penuh kepercayaan. Apapun yang akan terjadi, dia tahu satu hal pasti—kali ini, dia tidak akan menghadapi semuanya sendirian."Apa rencana dari Mas Seno untuk membalas Dani?" tanya Soraya. Seno menyesap tehnya dengan tenang, tatapannya tajam ke arah Soraya dan Satya. "Aku tidak akan gegabah. Dani itu serakah, tapi bodoh. D

  • Istriku Ternyata Pewaris   Teka Teki

    Sepanjang pertemuan Dani tidak bisa fokus. Pandangannya terus tertuju pada Soraya. Bagaimana bisa, wanita itu yang belum resmi menjadi mantan istrinya sudah datang bersama dengan pria lain. Dan sejak kapan Soraya pintar berbicara juga tentang per bisnisan? Selama ini Dani hanya tahu Soraya hanya bisa di dapur dan sama sekali buta tentang pekerjaan yang digelutinya. Soraya tersenyum tipis, dia mentertawakan Dani dalam hati. Baru permulaan saja dia sudah masuk dalam permainan. Apalagi jika dia tahu dirinya adalah salah satu dari anggota keluarga Seno. Bisa mati berdiri bukan?Soraya melirik sekilas ke arah Dani, senyum kecil tersungging di sudut bibirnya. Dia bisa melihat bagaimana ekspresi pria itu berubah-ubah—antara kesal, bingung, dan mungkin sedikit terkejut.Bara yang duduk di sebelahnya ikut memperhatikan Dani yang tampak gelisah. Dia mendekat sedikit dan berbisik, "Sepertinya ada yang tidak bisa menerima kenyataan kalau istrinya bukan ibu rumah tangga biasa."Soraya tertawa pe

  • Istriku Ternyata Pewaris   Rencana Maya

    Dani menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia harus profesional. Ini adalah kesempatan besar baginya.Seno bangkit dari tempat duduknya, menyambut Pak Darmawan dengan jabatan tangan hangat. "Pak Darmawan, silakan duduk."Pak Darmawan tersenyum. "Terima kasih, Pak Seno. Saya sudah mendengar banyak tentang perusahaan Anda."Seno melirik sekilas ke arah Dani, lalu kembali tersenyum tipis. "Semoga semuanya berjalan lancar."Dani mengambil tempat duduk di samping Vira, tetapi pikirannya masih saja terganggu. Matanya sesekali melirik ke arah Soraya dan Bara, yang terlihat begitu akrab. Bara bersandar santai, berbicara dengan tenang, sementara Soraya tertawa kecil menanggapi.Dani mengepalkan tangan di bawah meja. Bara… siapa pria itu baginya? Sejak kapan mereka dekat?Soraya menyadari tatapan Dani, tetapi dia pura-pura tak peduli. Dia justru semakin menampilkan sikap santainya, berbicara dengan Bara tanpa beban."Apa kita mulai?" suara Seno menarik perhatian semua orang di rua

  • Istriku Ternyata Pewaris   Bertemu Mantan

    Dani yang sedang berbincang dengan Pak Darmawan tiba-tiba menghentikan ucapannya begitu matanya menangkap sosok Soraya di lobi kantor Seno. Langkahnya refleks melambat, napasnya terasa sedikit lebih berat.Soraya, dengan senyum tipis dan wajah tenang, berjalan berdampingan dengan Bara. Tidak ada raut kesedihan atau kemarahan seperti terakhir kali mereka bertemu. Dia tampak anggun, lebih berkelas, dan lebih… bebas.Vira yang berdiri di samping Dani ikut menoleh, mengikuti arah pandangan Dani. Begitu melihat Soraya, rahangnya langsung mengatup."Kenapa dia ada di sini?" gumam Vira pelan, cukup untuk didengar Dani.Pak Darmawan, yang menyadari perubahan suasana, mengernyit. "Kalian kenal wanita itu?" tanyanya.Dani mengalihkan tatapannya dengan cepat. "Bukan urusan penting, Pak."Sementara itu, Bara menoleh ke arah Soraya yang masih berdiri tegak. "Kamu mau lanjut atau ingin pergi?" tanyanya dengan nada tenang, meskipun dia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara.Soraya meng

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status