Share

Mulai. Berani

Author: Galuh Arum
last update Last Updated: 2025-06-18 13:55:04

"Aku salah ngomong Mas sampai kamu men@mpar aku?"

"Maaf, aku tidak sengaja. Aku enggak suka kamu membahas Mbak Maya." Aku mencoba menenangkan Aya.

Tatapan Soraya berubah, aku baru sekali melihat istriku yang penurut itu begitu tajam menatap aku.

"Kalau kamu enggak mau membahas Mbak Maya, jangan kamu bandingkan aku sama dia. Aku bisa saja cantik, bahkan lebih segala-galanya. Tapi, aku pastikan selera aku bukan kamu lagi Mas!"

"Aya kamu ngomong apa sih?"

"Pikir aja sendiri, mau istri cantik tapi enggak mau mo-dalin."

Aku mengusap wajah kasar, melihat dan mendengar apa yang terlontar dari mulut Aya. Dia melangkah masuk kamar dengan pintu tertutup keras.

Apa salah aku membandingkan dia dengan Mba Maya? Aku berbicara seperti itu biar dia sadar dan mempercantik diri. Mana pula aku yang di salahkan, cantik mah ya cantik, tidak perlu m0-dal.

Mba Maya saja walau sudah tak bersuami, dia tetap menjaga penampilan. Jika aku pulang ke rumah ibu, walau di rumah pun Kakakku itu terlihat modis. Mana pernah aku melihat dia menggunakan daster. Aneh saja istriku, tapi benar juga kata-kata dia. Kalau dia tidak cantik, aku mana mau menikah sama Soraya. Tapi, itu kan dulu sebelum menikah dia bisa cantik, kenapa sekarang malas berdandan.

Soraya keluar dari kamar, lagi-lagi baju kebangsaan dia. Daster dan hijab yang menutup sampai panjang. Lalu, menggunakan celana panjang. Bisa di bayangkan warna, baju dan celana itu tabrakan.

"Mau ke mana?" tanyaku. Walau masih kesal, tapi aku masih perduli.

"Cari suami baru."

"Aya! Aku tanya baik-baik. Kamu pikir ada pria yang mau sama perempuan punya suami, mana pakai baju asal. Kaya badut sirkus tahu enggak kamu," ucapku sambil tertawa.

"CK, tertawa dan hina aku saja sepuas kamu Mas sebelum kamu diam suatu saat saat aku menemukan suami pengganti kamu."

"Soraya!"

Soraya melewati aku begitu saja, sungguh tidak sopan dan tidak punya etika. Kurang ajar sama suami, apa benar yang ibu katakan jka aku salah pilih istri?

***

"Istri kamu ke mana sih? Ibu sudah satu jam di sini kok dia enggak ada? Kemana si Soraya itu?" tanya Ibu.

Aku celingukan melihat ke daun pintu, kemana dia? Apa dia kabur, memang benar saat Soraya pergi, ibu dan Mbak Maya datang.

"Loh, ini brosur sekolah buat Adel?" Mba Maya mengambil brosur sekolah yang tadi di berikan Aya.

"Iya, tdi Soraya memberikannya. Sudah aku bilang sekolah negri saja, dia malah ngambek."

Aku kembali mencoba menghubungi Soraya, kenapa dia tak menjawab? Pesan pun tidak di bacanya.

"Yah, Adel mah sekolah Negeri aja. Kalau kamu masukin Adel di sekolah swasta, takutnya kamu keteter. Kan kamu juga bayar uang Spp Adinda belum juga tahunan," ujar Ibu.

Yah, sudah satu tahun aku membiayai sekolah keponakanku. Mba Maya memasukkan Adinda kesekolahan swasta dengan alasan agar Adinda bisa menjadi orang sukses. Jasa Mbak Maya pun masih teringat di otak ini. Jadi, aku pun membalas Budi dengan menyekolahkan Adinda. Sialan sekali mantan suami Mba Maya. Tanggung jawab hanya sedikit mana cukup Sekolah dan makan.

"Iya, Bu. Sudah Dani bilang sama Aya. Untung dia ngerti," ucapku bangga karena Aya kembali menjadi istri penurut.

"Aduh, lama sekali si istri kamu. Apa dia tahu kamu mau pergi dan sengaja enggak pulang?" Mba Maya menuding keras.

"Enggak kok."

Pintu terbuka, aku menoleh cepat. Soraya pulang dengan beberapa tas jinjingan di tangan. Dari mana dia?

"Kamu dari mana saja, Soraya?" tanya ibu.

"Belanja, Bu. Mas Dani tadi ngasih uang buat beli baju dan make up. Baju buat hari-hari katanya Mas Dani bosan lihat aku pakai Daster , tapi sayang enggak bisa beli banyak." Tangan ini terasa dingin, lalu Soraya menatapku dengan senyum kemenangan.

Soraya benar-benar membuat aku murka. Bicara apa dia, aku hanya transfer uang buat masak, mengapa dia menggunakan semua itu untuk belanja baju dan make up. Aku tidak pernah menyuruh dia belanja baju dan make up.

"Kamu dapat bonus lagi Dan? Ibu bagi dong," ucap Ibu.

"Mbak Juga ya ya, transfer kaya biasa."

Aku menoleh ke arah Soraya, semua karena dia. Awas saja kamu, Ya. Menghadapi ibu dan kakakku saja sudah membuat aku pusing, apalagi tingkah Soraya yang aneh seperti ini.

"Raya kamu buatkan ibu teh hangat," pinta ibu.

"Mbak Maya juga buatkan dong, coffe dingin." Mba Maya tak mau kalah.

"Bu, Mbak, hari ini aku enggak bisa. Nih, baru perawatan kuku juga," ujar Aya sembari memperlihatkan kukunya yang bening.

"Kamu ke salon juga?" Mba Maya kini menjadi kepo.

"Iya dong, Mba. Aku kan mau terlihat cantik seperti Mba Maya. Enggak salah kan?"

Mba Maya menoleh ke arahku, sepertinya aku akan kena masalah besar setelah ini. Gegas aku mengambil alih membuatkan ibu dan Mba Maya minuman dari pada terjadi hal di luar BMKG.

***

"Kamu puas buat aku malu di depan ibu dan Mbak Maya kan?"

"Aku buat kamu malu Mas? Loh bukannya bagus ya, nama kamu jadi lebih harum semerbak karena memanjakan istri kamu. Hmm ... Jangan ibu dan Mbak Maya saja yang kamu manjakan, aku juga mau lah."

Tangan ini sudah hampir menempel di pipi Soraya, tapi Soraya malah menantang dengan sengaja mendekat ke arahku. Apa maunya sekarang?

"Kalau kamu belikan baju dan make up, bagaimana kamu membeli bahan makanan?" tanyaku emosi.

"Tenang saja, masih sisa kok. Lagi pula kalau habis kan aku tinggal minta transfer kamu. Suamiku yang ganteng ini kan banyak uang simpanan nya, asal bukan simpanan wanita loh," ucap Soraya.

Sontak aku membulatkan mata, apa yang dikatakannya sungguh membuat aku murka. Sampai saat ini aku sama sekali tidak berpikir untuk berganti istri.

Soraya melangkah ke dapur, sepertinya dia akan masak. Untung deh dia tidak lupa, aku lapar dan butuh tenaga.

"Papa, nanti Adel daftar di sekolah ini ya." Adel memelukku dan langsung duduk di pangkuanku.

"Kata Adinda, sekolah dia bagus dan keren. Adel juga mau sekolah di tempat sama kaya Adinda juga dong Pa. Bagus dan keren, iya kan Pa?"

"Eeh, iya." Aku melihat punggung Soraya yang sibuk menggoreng, apa jangan-jangan dia yang mengajarkan Adel bicara seperti itu?

"Adel, sekolah di mana saja bagus kok. Keren juga, enggak harus sekolah di tempat Adinda. Sekolah dekat rumah juga bagus," ucapku mencoba membujuk Adel.

"Enggak mau, Adel malu kalau Adinda lebih bagus sekolahnya TPI Adel jelek. Adinda saja bajunya bagus-bagus, sedangkan Adel baju lama yang sudah lusuh atau baju Adinda yang sudah tidak terpakai yang di kasih Nenen. Adel enggak mau tahu, mau sekolah di tempat Adinda."

Aku menggendong Adel mencoba menghentikan tangisnya. Lalu, sengaja aku menghampiri Soraya.

"Ay, kamu yang menghasut Adel bukan?"

"Loh, kok aku? Tanya dong sama Adel, tadi main sama Adinda ngobrol apa. Bukannya jika Adinda datang setelah itu Adel selalu saja nangis karena apa yang keponakan tersayang kamu katakan membuat Adel iri?"

"Ya kamu belikan dong yang Adel mau."

"Loh, aku lagi? Adel itu anaknya penurut, mana mungkin dia ngambek berlebihan karena kalau Adinda enggak terus memanasi anak kamu. Tanya saja Adel, Adinda bilang apa ke dia?"

Aku langsung menoleh ke Adel. "Del, Adinda bilang apa sama kamu?"

"Adinda bilang, kalau enggak sekolah di sekolah dia berarti enggak keren. Terus katanya, sekolah dia kan Papa yang bayarin. Masa Adinda di bayarin, aku enggak."

Apa yang dikatakan Adel membuat aku syok, dan terlebih lagi senyum Soraya yang sempurna tapi membuat aku takut.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istriku Ternyata Pewaris   keholangan sesuatu yang berharga

    Seno hanya tersenyum tipis, sorot matanya penuh arti. "Tunggu saja, Aya. Dani akan tahu bagaimana rasanya kehilangan sesuatu yang berharga."*"Apa semua sengaja du atur Mas Seno supaya aku bertemu Dani lagi?" tanya Aya pada Satya. "Bisa jadi, Seno itu tidak akan berhenti membuat kejutan untuk calon mantan suami kamu. Walau, aku rasa kamu sudah muak bertemu dengan dia lagi. Tuh, lihat mukanya sudah asem. Bisa bayangin kan dia enggak akan fokus nanti," ucap Satya. Yang di katakan Satya benar, baru saja kemarin bertemu dengan Soraya bersama Bara saja Dani sudah kacau. Apalagi sekarang dirinya bersama dengan Satya yang di kenal adalah adik dari Seno. Gebrakan apa lagi ini, pikir Dani dengan menelan ludah. Kali ini dirinya tidak begitu sulit bergerak karena tidak ada Vira. Jadi, dia memutuskan untuk berbicara dengan Soraya sebelum masuk ke dalam ruangan meeting. "Masih ada waktu 30 menit."Dani menghampiri Aya yang sedang sendiri, Satya izin untuk ke WC. "Nomor aku kamu blokir, sekar

  • Istriku Ternyata Pewaris   Penyesalan

    Setelah mengirim pesan pada Aya, Dani pun merebahkan tubuh di kasur. Hatinya nya galau, kecemasan muncul saat itu apalagi mengingat Pandangan Soraya pada Bara. Tatapan mata itu yang selama ini hanya melirik dirinya, kini beralih menatap intes pria lain."Apa selama ini aku terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya mencari uang untuk menutup mulut Mba Maya juga ibu tentang kekhilafan aku malam itu sampai lupa dengan Soraya juga kewajiban aku? Apa benar aku Ayah yang tak bertanggung jawab?" Dani menjambak rambutnya sendiri. Lalu bangkit berjalan bolak balik dengan tangang yang gementar cemas. "Ini tidak bisa terjadi. Kenapa sebaliknya malah Aya yang menggugat perceraian?" Dani menghela napas berat. Dulu, dia pikir bisa mengendalikan segalanya. Dia pikir Soraya akan selalu ada, menunggunya, bertahan meski dia mengabaikannya. Tapi sekarang? Soraya bahkan tidak menoleh lagi ke arahnya. Tatapan yang dulu hanya miliknya kini beralih ke pria lain—Bara."Apa selama ini aku yang terlalu bodo

  • Istriku Ternyata Pewaris   Rencana

    Soraya tersenyum tipis, menuangkan teh ke cangkirnya. "Sudah kuduga Mas akan bertanya seperti itu. Dani memang memilih jalan yang lebih menguntungkan untuknya. Aku? Aku hanya kesalahan dalam perjalanan hidupnya."Satya mendecakkan lidah. "Brengsek juga laki-laki itu. Kalau saja aku tahu lebih awal, sudah kuhabisi dia dari dulu!"Seno mengangkat tangan, memberi isyarat agar Satya menenangkan diri. "Tenang. Tidak perlu pakai emosi. Kita bisa menghancurkannya dengan cara yang lebih cerdas."Soraya menatap kakaknya dengan penasaran. "Maksud Mas?"Seno tersenyum miring. "Kita lihat saja nanti. Aku sudah punya rencana."Soraya menghela napas, menatap kedua kakaknya dengan penuh kepercayaan. Apapun yang akan terjadi, dia tahu satu hal pasti—kali ini, dia tidak akan menghadapi semuanya sendirian."Apa rencana dari Mas Seno untuk membalas Dani?" tanya Soraya. Seno menyesap tehnya dengan tenang, tatapannya tajam ke arah Soraya dan Satya. "Aku tidak akan gegabah. Dani itu serakah, tapi bodoh. D

  • Istriku Ternyata Pewaris   Teka Teki

    Sepanjang pertemuan Dani tidak bisa fokus. Pandangannya terus tertuju pada Soraya. Bagaimana bisa, wanita itu yang belum resmi menjadi mantan istrinya sudah datang bersama dengan pria lain. Dan sejak kapan Soraya pintar berbicara juga tentang per bisnisan? Selama ini Dani hanya tahu Soraya hanya bisa di dapur dan sama sekali buta tentang pekerjaan yang digelutinya. Soraya tersenyum tipis, dia mentertawakan Dani dalam hati. Baru permulaan saja dia sudah masuk dalam permainan. Apalagi jika dia tahu dirinya adalah salah satu dari anggota keluarga Seno. Bisa mati berdiri bukan?Soraya melirik sekilas ke arah Dani, senyum kecil tersungging di sudut bibirnya. Dia bisa melihat bagaimana ekspresi pria itu berubah-ubah—antara kesal, bingung, dan mungkin sedikit terkejut.Bara yang duduk di sebelahnya ikut memperhatikan Dani yang tampak gelisah. Dia mendekat sedikit dan berbisik, "Sepertinya ada yang tidak bisa menerima kenyataan kalau istrinya bukan ibu rumah tangga biasa."Soraya tertawa pe

  • Istriku Ternyata Pewaris   Rencana Maya

    Dani menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Dia harus profesional. Ini adalah kesempatan besar baginya.Seno bangkit dari tempat duduknya, menyambut Pak Darmawan dengan jabatan tangan hangat. "Pak Darmawan, silakan duduk."Pak Darmawan tersenyum. "Terima kasih, Pak Seno. Saya sudah mendengar banyak tentang perusahaan Anda."Seno melirik sekilas ke arah Dani, lalu kembali tersenyum tipis. "Semoga semuanya berjalan lancar."Dani mengambil tempat duduk di samping Vira, tetapi pikirannya masih saja terganggu. Matanya sesekali melirik ke arah Soraya dan Bara, yang terlihat begitu akrab. Bara bersandar santai, berbicara dengan tenang, sementara Soraya tertawa kecil menanggapi.Dani mengepalkan tangan di bawah meja. Bara… siapa pria itu baginya? Sejak kapan mereka dekat?Soraya menyadari tatapan Dani, tetapi dia pura-pura tak peduli. Dia justru semakin menampilkan sikap santainya, berbicara dengan Bara tanpa beban."Apa kita mulai?" suara Seno menarik perhatian semua orang di rua

  • Istriku Ternyata Pewaris   Bertemu Mantan

    Dani yang sedang berbincang dengan Pak Darmawan tiba-tiba menghentikan ucapannya begitu matanya menangkap sosok Soraya di lobi kantor Seno. Langkahnya refleks melambat, napasnya terasa sedikit lebih berat.Soraya, dengan senyum tipis dan wajah tenang, berjalan berdampingan dengan Bara. Tidak ada raut kesedihan atau kemarahan seperti terakhir kali mereka bertemu. Dia tampak anggun, lebih berkelas, dan lebih… bebas.Vira yang berdiri di samping Dani ikut menoleh, mengikuti arah pandangan Dani. Begitu melihat Soraya, rahangnya langsung mengatup."Kenapa dia ada di sini?" gumam Vira pelan, cukup untuk didengar Dani.Pak Darmawan, yang menyadari perubahan suasana, mengernyit. "Kalian kenal wanita itu?" tanyanya.Dani mengalihkan tatapannya dengan cepat. "Bukan urusan penting, Pak."Sementara itu, Bara menoleh ke arah Soraya yang masih berdiri tegak. "Kamu mau lanjut atau ingin pergi?" tanyanya dengan nada tenang, meskipun dia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara.Soraya meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status