Share

Chapter 07

Author: Bang z05
last update Last Updated: 2021-05-01 14:26:42

Sedetik setelahnya, Kelvin kembali menyapu pandang lantaran tak percaya gadis yang selama ini ia cari, kini malah berdiri dihadapannya tiada perlu ia sadari. Tampak wajahnya masih saja begitu lugu persis seperti awal Kelvin bertemu. Tertuang sebercak cahaya pada matanya begitu sendu lalu ikut menurunkan pandangannya seketika lantaran malu.

"Siapa nama mu?" tanya Kelvin setelah kembali mengangkat pandangannya, namun kali ini matanya kian berkaca-kaca, lantaran baginya ia bagaikan obat penenang sehingga tiada mampu Kelvin biarkan gadis itu kembali menghilang.

"Adelia khansa..." katanya begitu halus, namun setiap kata yang terucap dari mulut basah Adelia seakan membuat hati Kelvin berdebar. Maka lengang tanpa terdengar lagi sebuah perkataan diantara keduanya, hanya deru angin yang berbisik pelan mengiri keheningan, satu dua dari sekian banyaknya burung burung itupun ikut tampak berterbangan di atasnya hingga menggoyangkan puluhan ilalang yang tumbuh berjejer disetiap jalan pematang, sedangkan langit sudah memancarkan pelupuk cahaya jingganya, betapa keindahan ini jarang sekali Kelvin temui, terlebih saat Kelvin mulai mengulurkan tangannya hanya untuk Adelia saja, sambil menampakan sebuah senyuman yang membuat hati gadis berkerudung hitam itupun agak merasa senang kala menerimanya, matanya yang bening kini kian bercampu dengan sorot keindahan cahaya merah senja hingga menambah kesan magis pada kecantikannya. sejujurnya baru kali ini Kelvin bersikap manis kepada seorang gadis dan tidak tahu pula apa saja yang harus dilakukan seorang lelaki agar bisa membuat hatinya merasa bahagia. 'Ah entahlah aku bukan seorang budak cinta.'

Kakinya berjalan menaiki setiap permukaan anak-anak tangga menuju sebuah gerbang gapura tiada seorang penjaga, disusul oleh puluhan dedaunan kering yang kian jatuh saling berguguran lantaran tersibak oleh hembusan angin kencang, maka tampak pula pada jelaga gadis itu persis seperti pemandangan yang ada pada lukisan China, seolah ada sumber cahaya disana, "Tempat apa ini?" tanya nya. Namun Kelvin hanya menjawabnya dengan isyarat gelengan kepala. Lalu, Adelia kembali melanjutkan setiap dekapan langkahnya sambil menggenggam erat sebuah uluran tangan dari seorang pria yang terlihat gagah dan muda, kini Kelvin kian membawanya menelusuri setiap rumah-rumah pemukiman warga, melewati setiap para pedagang yang berjejer tengah menjajakan barang barang dagangannya mulai dari barang antik, makanan khas negeri perbukitan, manisan, serta melihat-lihat aksi dari seorang pesulap.

Hari itu Kelvin sukses membuat Adelia tertawa lepas, mukanya tampak berseri. Namun tetap saja ada satu hal yang mengganjal dalam hati. 'Akankah gadis itu akan selamanya bersama? Benarkah pertemuannya itu hanya berlangsung sementara?' keluh Kelvin dalam hati.

"Ada apa?" tanya Adelia menurunkan senyumannya.

"Tolong, kau jangan dulu pulang ya!" pinta Kelvin penuh harap, lantaran rasa takut akan kesepiannya terulang kembali seperti apa yang sudah-sudah ia rasakan selama 20 tahun silam dalam kesendiriannya yang tidak terlalu dipedulikan orang.

"Kau tenang saja tuan, mari bantu aku mencari penginapan!" ajaknya, tersenyum dengan tulus, sementara matanya tampak begitu antusias lalu berbalik kembali pada sebuah rumah yang terpajang ukiran kata-kata, maka sontak saja jari telunjuk Adelia tampak ia arahkan dengan manja, tatkala seperti seorang anak kecil yang meronta ingin dibelikan sebuah mainan kepada orang tuanya.

'Penginapan'. Lihatlah tempatnya begitu amat ramah lingkungan, hampir seluruhnya terbuat dari kayu sementara halamannya terdapat sebuah sungai yang mengalir langsung dari atas puncak perbukitan, ditambah dengan sebuah taman yang hampir seluruhnya dibawah lindungan pohon pinus yang tumbuh tinggi menjulang. Lantas seorang gadis muda menyambut kehadiran Kelvin serta langsung saja diberikannya sebuah kunci penginapan.

"Terimakasih..." kata Adelia terdengar begitu manis dan polos. Maka langsung diantarkan pula ke sebuah ruangan diantara sekian banyaknya 90 pintu yang terpahat dari ukiran kayu.

"Jaga dirimu disini ya, nanti aku akan kembali!" kata Kelvin agak sedikit tergugup lantaran ia sendiri pun tidak memiliki tempat tinggal untuk dijadikan sebuah penginapan.

"Kenapa tidak tinggal bersama ku saja?" tanya Adelia hingga membuat Kelvin agak sedikit gelagapan. "Kenapa?" lanjutnya lagi.

"Ah tidak, aku sudah disuruh oleh seseorang untuk menjaga keamanan mushola agar tetap aman." Kelvin menjawab sambil menyapu pandang. Lalu berjalan meninggalkan Adelia sambil melambaikan tangan.

Padahal banyak kata-kata yang kerapkali ingin gadis itu sampaikan. Namun entah mengapa setelah berjumpa maka hilang pula kata-kata itu, satu hal yang ia ingat bahwa Kelvin adalah seorang putra yang terlahir dari keluarga pimpinan wali kota di negeri hujan, dan seorang pemuda berjas hitam, wajahnya hampir seperti Kelvin yang sengaja datang padanya saat tengah duduk-duduk saja diantara tataan kursi-kursi taman itu yang tak lain ialah adik Kelvin sendiri, tampak dahulu ia hendak meminang Adelia sambil membawakan sekantum bunga, akan tetapi sayang gadis itu malah menolaknya, lantaran cintanya yang hanya untuk seorang preman yang kesepian. Ya cinta lantaran kasihan, bukan alasan sukar tiada bisa Adelia lupakan (rindu). Ah sudahlah mungkin suatu saat nanti Adelia bisa mengatakannya lagi, dikala ada kesempatan berjumpa dengannya dilain hari.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 24

    Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 23

    Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 22

    Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 21

    Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. “Ayo!” kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 20

    Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang

  • JIWA-JIWA YANG MALANG   Chapter 19

    “Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status