Share

Jangan Bu

Author: WAZA PENA
last update Huling Na-update: 2025-06-10 12:42:59

Sekitar jam lima subuh, Leo terbangun dari tidurnya saat pintu kamar terbuka pelan. Dinda masuk dengan langkah lembut, membawakan secangkir kopi panas untuk Leo. Wajahnya tampak segar meski hari masih sangat pagi.

Leo duduk di atas ranjang, mengusap matanya yang masih sedikit berat. Begitu melihat Dinda, senyum terukir di wajahnya.

"Selamat pagi, sayang," sapa Dinda dengan suara lembut sambil duduk di tepi ranjang.

"Aku tahu hari ini kamu ada tugas penting di kantor. Kopi ini untuk membantu kamu segar kembali," imbuhnya.

Leo menerima cangkir kopi dari Dinda dengan senyum lebar.

"Terima kasih, Sayang. Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik," balas Leo dengan tulus. Hatinya terasa hangat oleh perhatian kekasihnya ini.

Dinda tersenyum, kemudian menyisir rambut Leo dengan jarinya.

"Aku juga harus segera berangkat ke rumah sakit. Ada beberapa pasien yang perlu aku tangani pagi ini," ujarnya dengan nada yang menunjukkan dedikasinya sebagai seorang dokter.

Leo menatap Dinda dengan penuh kekaguman. Dalam benaknya, dia merasa beruntung memiliki seseorang seperti Dinda di sisinya, wanita yang bukan hanya cantik, tetapi juga perhatian dan bertanggung jawab.

Saat Dinda mengeluarkan seragam dokternya dari lemari, Leo merasa perasaan sayangnya semakin dalam.

Setelah Dinda selesai bersiap-siap, dia kembali mendekati Leo.

"Kamu jangan terlalu memaksakan diri di kantor, ya. Ingat, kesehatan itu yang paling penting," ucap Dinda sambil menatap Leo dengan penuh perhatian.

Leo mengangguk, "Kamu juga, Din. Jangan terlalu lelah di rumah sakit. Aku sangat mencintaimu"

Dinda tersenyum lembut dan mendekat untuk mencium pipi Leo, "Aku juga mencintaimu. Aku akan selalu ada di sini untukmu"

Setelah beberapa saat berbicara dengan penuh kehangatan, Dinda akhirnya beranjak keluar kamar untuk berangkat ke rumah sakit. Leo menatap punggungnya yang perlahan menghilang di balik pintu kamar.

Pikiran Leo masih terbagi antara rasa sayangnya pada Dinda dan bayangan Bu Mela yang muncul di kepalanya. Namun, saat ini perhatian dan cinta Dinda membuatnya merasa lebih tenang.

Di tengah kesibukan dan tantangan yang ada, Leo merasa memiliki seseorang yang begitu mengerti dirinya, dan itu membuatnya merasa sangat bahagia dan beruntung.

Leo kemudian bergegas untuk bersiap-siap, mengingat hari ini akan menjadi hari yang panjang di kantor. Tapi dalam hatinya, dia merasa siap karena tahu bahwa dia memiliki dukungan dari Dinda, wanita yang akan segera menjadi istrinya.

Namun, begitu Leo keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar tamu itu, tiba-tiba pintu kamar terbuka lagi.

Bu Mela berdiri di ambang pintu, kali ini sudah rapi dengan kimono satin pendek warna merah marun yang pas di tubuh, panjangnya cuma sampai pertengahan paha. Rambutnya masih sedikit basah, seolah baru mandi. Aroma sabun mewah dan parfum yang sama seperti semalam langsung memenuhi ruangan.

“Pagi, Leo,” sapanya santai, suaranya masih agak serak khas bangun tidur, tapi matanya tajam, penuh maksud.

Leo langsung membeku di tempat, tangannya masih memegang gagang pintu kamar mandi. Hanya pakai celana boxer, badannya yang atletis terpampang jelas. Jantungnya langsung kembali berdegup kencang.

“Bu… Dinda baru aja keluar…” katanya pelan, suaranya hampir berbisik.

Bu Mela melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya dengan satu jari. Kunci dia putar pelan.

Klik.

“Ibu tahu. Makanya Ibu tunggu sampai dia pergi,” jawabnya sambil tersenyum tipis.

Dia melangkah mendekat, kimononya terbuka sedikit di bagian dada setiap kali dia bergerak menampakkan belahan yang dalam dan kulit putih yang masih berkilau bekas mandi.

Leo mundur satu langkah sampai punggungnya menempel dinding dekat pintu kamar mandi.

“B–Bu …”

“Sssst,” potong Bu Mela.

Bu Mela sudah berada sangat dekat sekarang. Jaraknya tinggal sejangkau tangan. Dia mengangkat jari telunjuknya lagi, kali ini langsung menyentuh bibir bawah Leo, lalu turun perlahan ke dada telanjang anak itu. “Semalam kamu belum kasih yang Ibu mau, Leo. Jadi belum selesai.”

Dia menatap lurus ke mata Leo, lalu pandangannya turun perlahan ke perut rata Leo, lalu lebih ke bawah. Matanya menyipit, tersenyum kecil saat melihat ada sedikit tonjolan pagi yang mulai terbentuk di balik boxer tipis itu.

“Wah… pagi-pagi udah semangat ya?” goda Bu Mela, suaranya manja tapi berbahaya.

Jari telunjuknya terus turun, berhenti tepat di atas pinggang boxer Leo. “Ibu cuma mau pastikan… kamu beneran mau buang kesempatan langka ini? Dinda nggak akan tahu, Leo. Cuma kita berdua. Lima belas menit aja. Ibu janji cepet.”

Leo menelan ludah keras. Napasnya sudah mulai berat. Aroma Bu Mela yang baru mandi, campuran sabun mawar dan parfum manis membuat kepalanya pening lagi, persis seperti semalam.

“Bu… tolong… aku janji bakal nurut apa pun asal jangan sekarang… aku mohon…”

Bu Mela malah tertawa kecil. Dia melangkah lebih dekat lagi sampai dada mereka hampir bersentuhan. Kimononya terbuka lebih lebar karena gerakan itu, dadanya yang penuh kini benar-benar terlihat separuh, tampak sedikit berkilau.

“Janji lagi?” bisiknya sambil mendongak menatap Leo dari bawah. “Kamu janji apa aja mudah banget, tapi yang satu ini kok susah sekali ditepati?”

Tangan kirinya tiba-tiba menyelinap ke bawah, langsung menyentuh tonjolan di boxer Leo hanya sekali, pelan, tapi cukup membuat Leo tersentak dan memejamkan mata.

“Bu… jangan…”

“Kalau kamu beneran nggak mau,” Bu Mela berbisik tepat di telinga Leo, napasnya panas, “kenapa ini malah tambah keras tiap Ibu sentuh? Hmm?”

Dia menjauh sedikit, cukup untuk Leo bisa melihat senyumnya yang penuh kemenangan kecil.

Hingga tiba-tiba—

Kring!!

Ponsel Leo berdering keras, membuat keduanya menoleh ke arah kasur.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jatah Malam Untuk Mertua    AIR MATA KEBAHAGIAAN

    Pagi itu udara terasa berbeda. Matahari baru saja muncul dari ufuk timur, sinarnya masuk melalui sela-sela tirai kamar. Dinda terbangun dengan napas terengah, tangannya refleks memegang perut yang terasa menegang. "Mas…," suaranya lirih, namun terdengar panik.Leo yang sedang bersiap di meja rias langsung berbalik. "Kenapa, Sayang? Sakit?" tanyanya cemas sambil menghampiri."Kayaknya… ini sudah waktunya," jawab Dinda dengan wajah menahan sakit. Matanya berkaca-kaca.Leo langsung memanggil kedua orang tuanya, Pak Arman dan Bu Ratna, yang langsung sigap membantu. Dalam waktu singkat mereka sudah bersiap menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Leo menggenggam tangan Dinda erat, seakan tidak ingin melepaskannya sedetik pun."Sayang, tarik napas dalam… buang pelan-pelan, ya. Kita sudah dekat," ucap Leo berulang kali, mencoba menenangkan walau hatinya sendiri berdegup tak karuan.Setibanya di rumah sakit, perawat segera membawa Dinda ke ruang bersalin. Leo sempat ingin ikut masuk, tapi do

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Kebahagiaan Baru

    Satu bulan kemudian, kehidupan Leo dan Dinda terasa semakin membaik. Hari-hari mereka kini dipenuhi senyum dan ketenangan. Perut Dinda semakin membuncit, menandakan usia kandungannya telah memasuki tahap akhir. Setiap gerakan kecil dari janin di dalam rahimnya membuat Dinda tersenyum bahagia.Suatu sore, Leo duduk di sampingnya sambil menatap penuh sayang. “Aku nggak sabar, Sayang… sebentar lagi kita bisa lihat anak kita lahir,” ucapnya lirih, suaranya dipenuhi harapan dan kegembiraan.Dinda membalas tatapan itu dengan senyum hangat. "Aku juga, Mas. Rasanya campur aduk… senang, deg-degan, takut juga. Tapi aku bersyukur, anak kita lahir di keluarga yang penuh kasih."Kebahagiaan mereka semakin lengkap karena hubungan dengan mertua berjalan harmonis. Ibu Leo selalu memperhatikan Dinda, memastikan ia makan cukup, istirahat, dan tidak terlalu lelah. Setiap pagi, aroma masakan hangat buatan sang mertua menyambut mereka di meja makan, menambah suasana rumah yang begitu nyaman.Di tengah keb

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Pak Bram dijebloskan

    Pagi itu, suasana di halaman depan rumah Pak Bram terasa tegang. Udara pagi yang biasanya segar kini terasa berat, seolah ikut merasakan amarah yang membara di dada Leo. Lelaki itu melangkah cepat, langkah kakinya menghentak lantai teras kayu. Wajahnya kaku, rahang mengeras, matanya menyala dengan tatapan penuh kemarahan.Pak Bram, ayah angkatnya, sedang duduk santai di kursi rotan sambil menyeruput kopi hitam. Begitu melihat Leo datang, alisnya terangkat, seolah terkejut namun tetap berusaha mempertahankan ekspresi tenang."Ada apa pagi-pagi begini, Leo?" tanya Pak Bram, nadanya datar, tapi ada sedikit nada waspada di balik suaranya.Leo tidak langsung menjawab. Dia berdiri di hadapan ayah angkatnya itu, menatap tajam seakan ingin menembus lapisan topeng yang selama ini menutupi wajah pria tua tersebut. "Aku mau tanya, kenapa Bapak tega memfitnah Dinda?!"Pak Bram mengerutkan kening, berpura-pura tidak mengerti. "Fitnah apa? Aku nggak ngerti maksud kamu.""Jangan pura-pura nggak tahu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Tuduhan Palsu

    Pagi Hari di Kantor Baru. Matahari baru saja meninggi ketika Leo memarkir mobil di halaman gedung megah bertingkat lima. Di bagian depan, papan nama perusahaan itu terpampang jelas, kini sudah resmi atas nama Dinda Prameswari.Leo membuka pintu mobil dan tersenyum. "Ayo, Sayang. Hari ini kamu yang jadi bosnya."Dinda menatap gedung itu dengan mata berkaca-kaca. Rasanya masih seperti mimpi, bahwa tempat yang dulu menjadi sumber ketidakadilan dan rasa sakit hati, kini sepenuhnya miliknya. "Aku… nggak nyangka, Mas. Semua perjuangan kita akhirnya sampai juga di sini."Leo menggenggam tangannya. "Kita sampai di sini bukan karena kebetulan. Kamu berhak, Din. Ini memang milikmu."Mereka melangkah masuk. Begitu pintu lobi terbuka, seluruh karyawan yang sudah diberi pengarahan oleh Pak Arman berdiri rapi di sisi kanan dan kiri, bertepuk tangan menyambut kedatangan pemilik baru mereka. Beberapa karyawan yang dulu mengenal Dinda waktu kecil bahkan menahan air mata, terharu karena gadis yang dulu

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Mengadili Bu Mela

    Ruang sidang penuh sesak. Kursi-kursi di barisan belakang dipenuhi wartawan, beberapa memegang kamera, siap mengabadikan setiap momen. Di kursi pengunjung, Pak Arman dan Bu Ratna duduk tegak, wajah mereka tegas namun tenang. Di depan, Leo menggenggam erat tangan Dinda, memberi kekuatan sebelum sidang dimulai. Dinda terlihat gugup, namun Leo terus memenangkannya. Ketika hakim memasuki ruangan, semua berdiri. "Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen dan perampasan hak ahli waris atas nama terdakwa, Melati Wulandari, dibuka." Bu Mela duduk di kursi terdakwa, mengenakan setelan rapi, tapi wajahnya pucat. Sesekali ia menoleh ke arah Leo dan Dinda dengan tatapan tajam, dia terlihat benar-benar benci. Jaksa penuntut bangkit. "Yang Mulia, kami telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa terdakwa, Melati Wulandari, secara sengaja menyembunyikan dan memalsukan dokumen waris yang seharusnya menjadi milik saksi korban, Dinda Prameswari. Tindakan ini dilakukan untuk menguasai aset dan saham perusaha

  • Jatah Malam Untuk Mertua    Berkas itu Berhasil Kembali

    Leo dan Dinda masuk ke kamar dengan langkah yang masih terasa berat, seakan-akan mereka baru saja keluar dari mimpi panjang yang belum benar-benar mereka pahami. Leo duduk di tepi ranjang, matanya masih menerawang, memikirkan percakapan barusan dengan kedua orang tua kandungnya."Aku… nggak nyangka, Sayang," ucap Leo pelan, suaranya bergetar. "Mereka… orang tuaku… ternyata selama ini hidup di dunia yang begitu jauh dari kehidupanku. Kaya raya, berpengaruh… tapi aku bahkan nggak tahu mereka ada."Dinda duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat. Ia bisa merasakan betapa campur aduknya perasaan Leo, antara terkejut, bahagia, dan masih ada sedikit rasa asing yang menyelinap."Tapi satu hal yang bikin aku lega," lanjut Leo sambil menatap mata Dinda."Mereka nggak cuma menerimaku… tapi juga mau membantumu. Kita bisa lawan Bu Mela. Kita bisa ambil kembali hakmu, Sayang."Dinda tersenyum tipis, namun matanya berkaca-kaca. "Aku senang kamu akhirnya ketemu keluargamu, Leo. Dan aku… bersy

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status