“Yaelah, Bro, cemen banget jadi laki! Masih zaman takut sama istri? Lelaki nakal-nakal dikit ya wajar lah. Sekedar buat hiburan tidak apa-apa. Apalagi, duitnya ada.” Arul menggosokkan jari telunjuk dengan ibu jari. Lelaki itu lalu merangkul bahu Galih yang sedang membereskan meja kerja. Dia menggeleng melihat rekan kerjanya itu bergeming mendengar ucapannya.
“Ikut kita yuk! Sesekali ini. Mbak Jelita nggak bakal tahu, amaaan. Emang kamu nggak bosan kerja pulang kerja pulang terus? Mlipir sebentar, ngopi-ngopi.” Farhat ikut mendekat. Dia mengedipkan sebelah mata pada Arul yang mengangkat jempol mendengar ucapannya. “LC disana mantap-mantap, Mas Galih. Ini tempat karaoke jempolan. Sekelas selebgram, artis tik tok dan artis baru di TV bahkan sering jadi LC panggilan disana.” “Memangnya kamu tidak bosan nyangkul sawah itu-itu saja, Mas Galih? Sesekali cobain lah sawah lain. Mana tahu lebih becek lumpurnya. Semakin basah semakin menyenangkan rasanya. Ya nggak, Mas Farhat?” Arul tertawa saat ucapannya mendapat sorakan dari yang lain. Malam ini, divisi mereka akan karaoke lagi. Seperti biasa, Galih selalu menolak ikut dengan alasan sudah ditunggu oleh anak dan istrinya di rumah. “Kok masih pada disini? Yuk jalan! Ikut semua ‘kan? Kita pakai dua mobil saja. Kendaraan kalian tinggal disini biar tidak usah bawa-bawa barang. Kita kesana bawa badan saja. Nanti pulangnya baru mampir ke kantor lagi.” Ruangan itu mendadak senyap seketika saat Kepala Divisi Konstruksi keluar dari ruangannya. Lelaki yang tahun depan memasuki kepala empat itu mengedarkan pandangan dan memberi kode agar bawahannya mulai bergerak untuk berangkat. Total sebelas orang mereka berangkat malam itu. Galih yang selama ini tidak pernah ikut terpaksa ikut juga untuk menghormati kepala divisi mereka. “Saya senang dengan kinerja kalian yang sangat bagus sekali. Beberapa target KPI kita sudah terpenuhi di kuartal tiga ini. Jadi, sebagai apresiasi, kita bersenang-senang malam ini. Makan, minum, musik dan hiburan lainnya, free!” Raka tertawa melihat anggota divisinya bersorak sorai. Dia memanggil Galih agar mendekat kepadanya. Lelaki itu adalah orang yang sangat dia andalkan dalam tim mereka. “Kemarikan ponselmu, Mas Galih! Sesekali, nikmati hiburan di luar. Anak dan istri tidak akan kemana. Mereka aman di rumah. Ini saatnya Mas Galih menyenangkan diri sendiri.” Raka terkekeh saat Galih memberikan ponselnya dengan terpaksa. Hampir sebelas tahun mereka bekerja sama, dia tahu persis bagaimana bawahannya itu. Sudah menjadi rahasia umum kalau Galih adalah family man atau sering mereka ledek dengan takut istri. Galih menghela napas panjang saat mereka berhenti di salah satu tempat karaoke. Ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Selama ini, dia lebih senang menghabiskan waktu di rumah. Bayangan wajah Jelita dan dua anak mereka menari di pelupuk mata. Jam segini, seharusnya dia sudah di rumah, makan malam dan bergantian menjaga anak mereka sementara Jelita melakukan pekerjaan lainnya. “Atas nama Raka ya, Om? Sudah kami siapkan ruangannya. Bisa ikuti Regina untuk menuju kesana.” Resepsionis yang menerima kedatangan tamu menunjuk ke arah seorang LC yang menghampiri mereka. Dia menyerahkan kunci ruangan pada wanita yang mengenakan dress merah you can see dengan panjangnya sepuluh senti di atas paha. “Selamat bersenang-senang.” Resepsionis itu mengangguk sopan saat mereka berlalu dari sana. Arul dan Farhat yang memang senang karaoke langsung bernyanyi dan berjoget saat masuk ke ruangan. Sementara Galih memilih menonton saja dan menyantap makanan saat pesanannya datang. Dia menggeleng saat mic diberikan padanya. Namun, saat Raka yang memberikan, dia tidak dapat menolak. Akhirnya, Galih menyumbangkan lagu walau sebenarnya malas. Dia sudah membayangkan empuknya kasur di rumah. Lima belas menit berlalu, pintu ruangan terbuka. Belasan wanita yang mengenakan dress merah you can see dengan panjang di atas paha memasuki ruangan. Mereka berjejer dan berbaris rapi di hadapan Galih dan rekan-rekan kerjanya. Sontak sepuluh lelaki yang ada disana langsung fokus pada LC-LC cantik yang berdiri di depan mereka. “Sesuai pesanan Om Raka, saya hadirkan orang-orang terbaik kami. Om dan teman-teman bebas mau ditemani yang mana untuk membantu memeriahkan ruangan ini.” Seorang wanita yang mengenakan pakaian sama seksinya tersenyum lebar saat Raka mendekat. Dia senang dengan salah satu langganan tempat itu yang memang sangat royal sekali. “Amanda?” Semua perhatian mendadak tertuju pada Galih yang menyapa salah satu lady. Tidak berapa lama, perhatian lalu beralih pada wanita yang tampak sedikit salah tingkah ketika beradu pandang dengan Galih. Wanita itu akhirnya memilih menunduk, mencoba menutup wajah dengan rambut panjangnya yang tergerai. “Wah, mau ditemani Amanda, Om? Amanda ini memang salah satu bintang lady kami disini. Tarifnya juga berbeda dari yang lain karena memang istimewa. Biasanya, sudah dibooking dari jauh-jauh hari oleh pelanggan VVIP untuk menemani bernyanyi di ruangan. Khusus malam ini, saya hadirkan sesuai dengan request dari Pak Raka.” “Mas Galih ini diam-diam kenalannya LC.” Arul terkekeh. Dia berbisik pada yang lain karena mata rekan kerja mereka itu tidak sekalipun berpaling dari wanita yang memang terlihat lebih menonjol jika dibandingkan dengan yang lainnya. “Jangan-jangan, diam-diam suhu.” Ruangan itu kembali ramai oleh suara gelak tawa. “Boleh saya bicara sebentar dengan Amanda?” Galih menoleh pada wanita yang sejak tadi bicara memperkenalkan wanita-wanita cantik di hadapan mereka, seolah sedang menjajakan jualan agar laku dan laris manis. “Buka room lagi saja.” Raka langsung berbicara. Dia memberi kode pada wanita yang diinginkan oleh Galih agar mendekat pada bawahannya itu. “Spesial untuk Mas Galih, bisa karaoke berdua di ruangan berbeda dengan lady pilihannya. Selamat bersenang-senang, ini sebagai apresiasi karena feedback dari klien yang ditangani oleh Mas Galih sangat bagus. Cantik, senangkan tamumu malam ini.” Raka menjawil dagu Amanda yang mengedipkan dengan pandangan centil ke arahnya. Sementara disini, Galih menatap wajah wanita yang sangat dia kenal itu tak berkedip. Bahkan walau hanya dalam mimpi, dia tidak menyangka akan bertemu dengan Amanda di tempat seperti ini.Amanda memejamkan mata. Napasnya memburu kencang. Wajah Galih berkelindan di pikiran. Bayangan foto-foto wajah Galih yang tertawa lebar saat bersama Zaky dan Bella minggu lalu membuat dia memaki dalam hati. Lelaki itu terlalu fokus menyenangkan kedua anaknya hingga dia merasa diabaikan dan tidak dipenuhi kebutuhan untuk rekreasi. Padahal, apa susahnya lelaki itu mengajaknya keluar sekali saja bulan?“Hmmmhhh ….” Amanda mendesis pelan. Dia menumpukan tangan kanan di dada Arifin, sementara tangan kirinya mencengkram erat pegangan tangan di atas jendela mobil. Wajah Galih terus berputar di kepala Amanda. Selama ini, dia merasa hanya menjadi pemuas nafsu suaminya saja. Lantas, kenapa dia harus setia kalau Galih tidak menganggapnya sebagai istri? Bahkan dikenalkan dengan orangtuanya pun tidak.Dia akan ikuti bagaimana lelaki itu memperlakukannya. Cukup sudah selama setahun ini dia bersabar dan menerima. Bersama Galih, dia hanya bisa bertahan hidup. Kebutuhannya dan pengobatan Dery memang t
“Saya tahu kamu pasti kemari, Sayang.” Arifin membelai wajah Amanda dengan belakang tangannya. Dia membasahi bibir dengan lidah saat melihat kulit leher Amanda yang putih dan mulus, halus terasa di tangannya saat dia kembali menyentuh kulit itu. “Datang sama siapa kemari? Saya bahkan khawatir salah mengenali orang tadi karena tidak menyangka kita akan bertemu disini. Di acara ini lebih tepatnya.”“Suamiku.” Amanda menjawab singkat. Dia melirik ke arah supir Arifin yang sejak tadi sibuk memainkan ponsel di depan sana. Dia menghela napas panjang, tidak merasa risih sama sekali. Dulu, dia dan Arifin bahkan sering bercinta saat di jalan dan supir Arifin seperti tidak tahu apa yang terjadi di belakang kursinya.“Suami ….” Arifin terkekeh melihat Amanda yang enggan menatap dirinya. Dia tahu, wanita itu masih sakit hati karena perlakuannya dulu. “Saya mau minta maaf karena hubungan kita dulu berakhir tidak baik. Bukan kejam, tapi saya terlanjur kecewa. Semoga kamu paham arti kemarahan saya d
Galih menatap Jelita tajam. Mantan istrinya itu terlihat semakin cantik saja sekarang.“Minggir! Itu bukan urusanmu lagi.”“Jelas itu urusanku karena dulu kita masih suami istri!”“Dulu ‘kan? Sekarang tidak lagi. Jadi, berhenti ikut campur dengan hidupku!”“Kamu selingkuh teriak selingkuh!”“Heh! Dekat bukan berarti selingkuh. Dia klienku ya wajar aku dekat. Kami ada kerjasama dan interaksi juga sewajarnya. Jangan samakan aku dengan dirimu, apalagi dengan mantan istrimu! Minggir!” Jelita menolak tubuh Galih hingga lelaki itu mundur beberapa langkah. “Ah, iya, satu lagi. Jangan pengaruhi Bella dan Zaky macam-macam. Biarkan mereka tenang di masa pertumbuhan mereka. Sekali lagi kamu mencekoki mereka dengan pemikiran yang aneh-aneh, aku akan membuat batasan disetiap jadwal pertemuan kamu dan anak-anak!”Galih meninju udara saat Jelita berjalan cepat meninggalkan dirinya. Antara rindu, marah kesal dan cemburu bergumul di dada. Sejujurnya, Galih tidak suka melihat Jelita dekat dengan lelaki
Dia akan perlihatkan pada rekan kerjanya kalau Amanda jelas tidak tampil seperti LC. Wanita itu hadir berkelas, dan mereka terlihat sangat serasi. Galih yakin sekali kalau rekan satu divisinya yang selalu mengejek dan mengolok-oloknya selama di kantor akan terpana melihat penampilan Amanda malam ini. Dia yakin sekali para bajingan itu akan terus membayangkan istrinya sepanjang malam nanti.Deretan papan bunga tampak bertebaran saat mereka memasuki area gedung tempat acara dilaksanakan. Kemeriahan acara sudah terlihat dari luar. Tidak tanggung-tanggung, penyanyi papan atas jebolan ajang pencarian bakat salah satu saluran televisi diundang sebagai bintang tamu malam ini. Bisa Galih perkirakan pasti acara itu akan bertabur para konglomerat dan pejabat, seperti acara-acara yang sebelumnya pernah dia datangi.“Mas Galih.” Wasis yang baru saja akan masuk bertemu dengan Galih saat antri di meja tamu menyapa. Lelaki itu mengangguk pada Amanda yang sejak tadi terus menggandeng Galih. Dia salin
Galih menghela napas panjang, hampir saja tinjunya melayang ke wajah Farhat yang menatapnya dengan senyum mengejek. Beruntung, dia masih bisa mengendalikan diri. Galih tahu betul sejak kejadian setahun yang lalu, Galih sering memancing emosinya agar kembali membuat keributan di kantor. Dia akhirnya menunduk sesaat, berusaha mengendalikan detak jantungnya yang berdegup kencang.“Kita ini semua sama. Aku terjebak dengan semua ini juga karena kalian yang terus menerus mempengaruhi aku agar mau ikut kesana. Ya kebetulan saja aku lagi kena sialnya.” Galih menepuk bahu Farhat cukup kencang. “Jangan terlalu jumawa, Bro, tanggal apes tidak ada di kalender. Bisa saja besok giliran kamu yang tergelincir. Sesama bajingan jangan saling merendahkan.”Farhat tertawa kencang mendengar ucapan Galih barusan. Lelaki itu mengangguk dan mengedipkan sebelah mata ke arah rekan kerjanya yang lain. “Kita memang sama-sama bajingan, tapi kami tidak tolol seperti kamu!” Tawa Farhat memenuhi ruangan. “Main canti
Bella menunduk saat Jelita membelai rambutnya. Mendadak, matanya terasa panas mengingat ucapan papanya tadi siang. Dia tidak bisa menahan tangis saat Jelita meraih bahunya dan membawanya ke dalam pelukan.“Ada apa, Sayang?” Jelita bertanya dengan hati-hati. Dia berusaha mengendalikan diri walau pikirannya sudah kemana-mana. Tidak biasanya anak pertamanya yang mandiri itu menangis seperti ini. “Mau cerita apa sama Mama?” Jelita melepaskan pelukan. Dia membingkai wajah anaknya dan mengusap air mata di wajah Bella.“Mama sama Om Langit pacaran ya?”Jelita menautkan alis mendengar pertanyaan anaknya. Dia memilih diam, menunggu Bella melanjutkan pembicaraan. Wanita itu menduga-duga apa yang terjadi tadi siang saat kedua anaknya dibawa oleh Galih keluar.“Kata Papa, kalau Mama menikah lagi nanti, Mama bakalan sibuk sama Papa baru. Apalagi kalau punya bayi, pasti Bella dan Zaky tidak terurus.” Bella menutup wajah dengan kedua tangan. Ketakutan menguasai hatinya. “Kalau Mama menikah lagi, nan