Home / Romansa / Jerat Cinta Mafia Hyper / Bab 5 - Tawaran sang iblis

Share

Bab 5 - Tawaran sang iblis

Author: Dacep
last update Huling Na-update: 2025-12-09 12:54:01

​Cahaya matahari pagi yang menusuk melalui dinding kaca memaksaku membuka mata.

​Aku mengerjap, merasakan tubuhku pegal luar biasa. Kasur ini empuk, terlalu empuk, seperti menelan tubuhku hidup-hidup. Seprei sutra terasa dingin di kulit.

​Aku hendak bergerak, tapi tubuhku kaku seketika.

​Di sampingku, hanya berjarak beberapa sentimeter, seorang pria sedang tidur telentang.

​Ethan.

​Napasnya teratur. Satu lengannya terlempar santai di atas bantal, tepat di atas kepalaku. Bahkan dalam tidurnya, ia terlihat mendominasi ranjang ini, seolah memberi tanda bahwa akulah yang menumpang di wilayah kekuasaannya.

​Aku menahan napas, takut membangunkannya. Tidur di sebelahnya terasa seperti tidur di samping singa yang kenyang.

​Perlahan, aku menggeser tubuhku menjauh. Aku turun dari ranjang raksasa itu tanpa suara, lalu menyelinap menuju pintu kaca buram di sudut ruangan.

​Kamar mandi.

​Aku butuh air dingin. Aku butuh mencuci otakku agar sadar bahwa mimpi buruk ini nyata.

​Kamar mandi ini luasnya keterlaluan. Dindingnya terbuat dari kaca, lantai marmer hitam, dan shower hujan di langit-langit.

​Aku melepas pakaianku yang kusut, lalu menyalakan keran. Air hangat mengguyur tubuhku. Uap air mulai memenuhi ruangan, menciptakan kabut tipis.

​Aku memejamkan mata, menyandarkan kening ke dinding kaca yang basah.

​Apa yang harus kulakukan? Lari? Lompat dari balkon?

​Tiba-tiba, suara pintu kaca digeser terdengar kasar.

​Mataku terbuka lebar. Jantungku melompat.

​Ethan melangkah masuk.

​Ia berjalan santai menembus uap air, seolah ini adalah hal paling wajar di dunia. Dan yang membuat darahku mendesir naik ke wajah adalah... ia tidak mengenakan sehelai benang pun.

​Sama sekali tidak ada penutup.

​Tubuhnya basah, rambut hitamnya yang berantakan meneteskan air ke wajahnya yang tajam. Dan tubuh itu... Tuhan, itu bukan tubuh manusia biasa.

​Bahunya lebar dan tegap. Otot-otot lengannya terlihat keras seperti besi yang ditempa. Dadanya bidang, turun ke perut yang memiliki definisi otot yang tajam. Bukan enam, tapi delapan kotak otot (eight pack) yang terpahat jelas seperti roti sobek, mengarah turun ke pinggul yang ramping namun kokoh.

​Ia terlihat seperti patung dewa perang yang hidup. Menakutkan sekaligus mempesona.

​Aku terpaku. Otakku berhenti bekerja. Mataku, tanpa bisa dikendalikan, menelusuri setiap inci tubuh maskulin itu karena kaget.

​Ethan berhenti tepat di bawah guyuran shower, di hadapanku. Ia menyadari tatapanku. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringai angkuh.

​"Kenapa terus melihatnya?" tanyanya. Suaranya serak khas bangun tidur, namun penuh nada mengejek. Ia melangkah maju satu langkah, mempersempit jarak. "Kamu ingin menyentuhnya?"

​Wajahku memanas hebat. "Dasar gila!"

​Aku berbalik, berniat kabur keluar.

​Tapi Ethan lebih cepat.

​Sebuah tangan basah dan kuat mencengkeram lenganku, memutarku kembali dengan kasar, lalu mendorongku mundur hingga punggungku menabrak dinding kaca yang dingin.

​Bugh.

​Aku terperangkap.

​Ethan mengurungku. Satu tangannya menekan tembok kaca di samping kepalaku dengan keras, sementara tangan lainnya mencengkeram daguku, memaksaku mendongak menatapnya.

​Air shower mengguyur kami berdua. Kulit kami bersentuhan. Panas tubuhnya membakar kulitku yang basah.

​"Dengar aku, Chintya," desisnya. Wajahnya begitu dekat hingga aku bisa merasakan deru napasnya di bibirku. Tatapan matanya tajam, tidak ada kelembutan sedikitpun. "Kau bilang aku gila? Mungkin. Tapi kau sekarang ada di duniaku."

​Jemarinya menekan rahangku, sakit tapi nikmat.

​"Aku beri waktu Enam bulan," ucapnya tegas. Tidak ada nada negosiasi. Itu perintah. "Enam bulan tahun untukmu belajar mencintaiku."

​Jantungku memukul rusuk dengan liar. "Dan kalau aku menolak?"

​"Aku tidak akan memaksamu melakukan sesuatu," lanjutnya, mengabaikan pertanyaanku. Suaranya merendah, menjadi bisikan parau yang berbahaya. "Aku tidak akan menyentuhmu lebih dari ini... kecuali kau yang memintanya. Kecuali kau yang mengemis padaku."

​Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku, menggigit kecil daun telingaku.

​"Tapi jika dalam waktu setengah tahun itu kau tidak juga mencintaiku... aku sendiri yang akan mengantarmu pulang ke nerakamu yang lama."

​Hening. Hanya suara air yang jatuh menimpa lantai.

​Tawaran itu terdengar adil di permukaan. Tapi saat aku menatap matanya lagi, mencari kejujuran, aku terdiam.

​Aku tidak melihat cinta di sana.

Yang kutemukan di manik mata hitam pekat itu adalah obsesi.

​Obsesi seorang penguasa yang yakin dia tidak akan pernah kalah. Tatapan itu bukan tatapan seseorang yang siap melepaskan, tapi tatapan pemburu yang sedang menunggu mangsanya menyerah sukarela.

​"Jadi..." Ethan menatap bibirku lagi dengan lapar, lalu melepaskan cengkeramannya di daguku perlahan. "Bagaimana, My Rose? Deal?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 7 - Tempat Untuk Pulang

    ​Langkah kakiku terdengar berat saat memasuki ruang tengah penthouse. ​Dinding kaca raksasa menampilkan langit Los Angeles yang cerah menyakitkan mata. Cahaya matahari membanjiri ruangan, memantul di lantai marmer hitam dan perabotan logam yang dingin. Semuanya di sini berteriak tentang kekuasaan. ​Tapi bagiku, kemewahan ini terasa seperti peti mati yang dilapisi emas. ​Di ujung meja makan granit yang panjang, Ethan duduk. Ia membaca koran fisik sambil menyesap espresso. Punggungnya tegak, auranya tenang namun mendominasi, seolah ia adalah raja di atas papan catur raksasa ini. ​Saat aku mendekat, ia melipat korannya perlahan. Tatapan gelapnya menelusuri tubuhku, berhenti di gaun merah marun yang kupakai—gaun pemberiannya. ​"Merah," gumamnya. "Warna darah. Cocok untukmu." ​"Aku merasa seperti memakai kulit orang lain," jawabku dingin, berdiri kaku di sisi meja. ​"Duduk, Chintya. Makananmu dingin." ​Aku menarik kursi di seberangnya. Di piringku tersaji sarapan mewah, tapi perutk

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 6 - Boneka dalam Lemari Kaca

    ​Ethan meninggalkanku sendirian di kamar mandi. ​Ia keluar begitu saja setelah menyampaikan tawaran gilanya, seolah-olah ia baru saja membicarakan cuaca, bukan nasib hidupku. Punggungnya yang lebar dan basah menghilang di balik pintu kaca buram, meninggalkanku yang masih gemetar di bawah guyuran air shower yang mulai terasa dingin. ​Enam bulan. ​Aku memeluk tubuhku sendiri. Kontrak macam apa itu? Mencintainya atau dipulangkan? Itu bukan pilihan. Itu ancaman yang dibungkus dengan pita emas. ​Aku mematikan keran air dengan kasar. Marah. Aku marah pada situasi ini, tapi lebih marah pada tubuhku sendiri yang sempat bereaksi saat ia menyentuhku tadi. ​Aku keluar dari bilik shower, meraih handuk tebal berwarna putih yang tergantung di rak pemanas. Handuk itu hangat dan beraroma sandalwood—aroma Ethan. Aku melilitkannya ke tubuhku, lalu melangkah keluar menuju kamar tidur. ​Kamar itu kosong. Ethan sudah tidak ada. ​Tapi di sisi lain ruangan, sebuah pintu ganda yang terbuat dari

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 5 - Tawaran sang iblis

    ​Cahaya matahari pagi yang menusuk melalui dinding kaca memaksaku membuka mata. ​Aku mengerjap, merasakan tubuhku pegal luar biasa. Kasur ini empuk, terlalu empuk, seperti menelan tubuhku hidup-hidup. Seprei sutra terasa dingin di kulit. ​Aku hendak bergerak, tapi tubuhku kaku seketika. ​Di sampingku, hanya berjarak beberapa sentimeter, seorang pria sedang tidur telentang. ​Ethan. ​Napasnya teratur. Satu lengannya terlempar santai di atas bantal, tepat di atas kepalaku. Bahkan dalam tidurnya, ia terlihat mendominasi ranjang ini, seolah memberi tanda bahwa akulah yang menumpang di wilayah kekuasaannya. ​Aku menahan napas, takut membangunkannya. Tidur di sebelahnya terasa seperti tidur di samping singa yang kenyang. ​Perlahan, aku menggeser tubuhku menjauh. Aku turun dari ranjang raksasa itu tanpa suara, lalu menyelinap menuju pintu kaca buram di sudut ruangan. ​Kamar mandi. ​Aku butuh air dingin. Aku butuh mencuci otakku agar sadar bahwa mimpi buruk ini nyata. ​Kama

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 4 - City Of Angels

    ​Kepalaku berdenyut nyeri saat aku membuka mata.​Rasanya seperti ada palu kecil yang memukul pelipisku. Aku mengerjapkan mata, mencoba mengusir kabur yang menghalangi pandangan. Langit-langit di atasku bukan langit-langit kamar kosku yang sederhana, melainkan panel kulit mewah berwarna krem.​"Sudah bangun, Putri Tidur?"​Suara itu rendah dan berat.​Aku menoleh cepat ke samping. Leherku kaku.​Ethan duduk di kursi seberangku. Ia sudah berganti pakaian. Kemeja kusut bekas di pantai tadi sudah hilang, digantikan oleh turtleneck hitam yang membalut tubuh atletisnya. Di tangannya ada gelas kopi, dan di pangkuannya sebuah tablet menyala. Ia terlihat segar, seolah perjalanan panjang ini tidak menyentuhnya sama sekali.​"Jam berapa ini?" tanyaku, suaraku parau.​"Jam delapan malam," jawabnya tanpa melihat jam. "Waktu Los Angeles."​Los Angeles.​Kata itu menghantam kesadaranku. Aku duduk tegak, mengabaikan pusing di kepalaku, dan menatap ke luar jendela pesawat.​Di bawah sana, hamparan ca

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 3 - Migrasi

    Interior pesawat ini tidak terlihat seperti alat transportasi. Ini terlihat seperti penthouse mewah yang dicabut paksa dari fondasinya dan dilemparkan ke langit. ​Lantainya dilapisi karpet tebal yang meredam suara langkah kaki. Kursi-kursi kulit berwarna krem ditata berhadapan, dipisahkan oleh meja kayu mahoni yang mengkilap. Pencahayaan di dalam temaram, hangat, dan intim. Sangat kontras dengan kegelapan dan kepanikan yang baru saja kutinggalkan di luar pintu. ​Seorang pramugari wanita berseragam rapi muncul dari balik tirai. Wajahnya cantik, namun ekspresinya kosong dan profesional. Ia tidak tampak terkejut melihatku yang berantakan, basah kuyup, dan penuh pasir. ​"Selamat datang, Tuan Mahendra," sapanya dengan nada datar. "Rute ke Los Angeles sudah siap. Izin lepas landas sudah disetujui menara kontrol." ​Los Angeles. ​Kata itu kembali menghantamku. ​Aku berbalik cepat, menatap Ethan yang baru saja mengunci pintu pesawat dengan sistem elektronik. Lampu indikator di pint

  • Jerat Cinta Mafia Hyper   Bab 2 - Takdir yang di renggut

    ​Vonis itu jatuh begitu saja dari bibirnya, seringan debu, namun menghantamku sekeras batu. Aku menahan napas, berharap telingaku salah dengar, berharap ini hanya lelucon buruk dari pria kaya yang bosan. Namun, ekspresi datar di wajah Ethan menghancurkan harapan itu seketika. ​Dia tidak sedang bercanda. ​Rasa takut meledak di dadaku. ​"Buka pintunya!" teriakku histeris. ​Tanganku menyambar tuas pintu mobil, menariknya kasar berkali-kali. Terkunci. Logam dingin itu tidak bergeming. Aku memukul kaca jendela dengan kepalan tanganku, berharap ada retakan, ada jalan untuk keluar. ​"Turunkan aku! Aku tidak mau ikut! Kau tidak berhak membawaku!" ​Ethan sama sekali tidak menggubris amukanku. Ia tetap tenang, fokus pada jalanan aspal yang melesat di bawah kami. Satu tangannya memutar kemudi dengan santai saat mobil berbelok tajam meninggalkan jalan raya utama, masuk ke jalan akses yang gelap gulita. ​"Diam, Chintya," katanya. Suaranya tidak keras, tapi otoritas di dalamnya mem

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status