Evanna Laura, gadis muda berusia 21 tahun, terpaksa menikah dengan seorang pria kaya raya, Khandra Anantara, demi melunasi hutang ayahnya. Namun, pernikahan ini bukanlah pernikahan biasa. Khandra, terpaksa menikahi Evanna untuk memulihkan reputasi dan kariernya setelah video mesum pribadinya tersebar luas. Evanna tidak memiliki pilihan selain menerima kenyataan pahit itu. Sebagai anak haram yang selalu dipandang sebelah mata oleh keluarganya, Evanna dianggap tumbal yang pantas untuk menyelamatkan keluarganya dari krisis finansial. Pernikahan mereka penuh dengan intrik dan misteri. Khandra, seorang pria angkuh dan tertutup yang sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Bahkan, di malam pertama, ia meninggalkan Evanna tanpa penjelasan. Setelah itu Khandra bahkan menyodorkan surat perjanjian yang harus Evanna setujui. Evanna harus belajar menerima kenyataan bahwa suaminya memiliki penilaian buruk tentang perempuan karena pengalaman kelamnya masa lalunya. Di balik sikap dingin Khandra, tersembunyi rahasia mengapa ia begitu membenci perempuan. Selain itu, Khandra harus menghadapi tantangan memulihkan reputasinya dan mempertahankan kendali atas perusahaan keluarganya dari rong-rongan orang-orang yang ingin menjatuhkannya. Pernikahan ini membawa mereka ke dalam perjalanan yang penuh dengan drama, intrik, dan pengkhianatan. Akankah Evanna dan Khandra mampu melampaui perbedaan dan menemukan cinta sejati dalam pernikahan yang berawal tanpa cinta itu? Atau apakah masa lalu dan prasangka akan menghalangi mereka untuk mencapai kebahagiaan yang sesungguhnya?
View MoreEvanna menatap bayangan dirinya dalam cermin. Ia tersenyum, tapi bukan senyum bahagia yang terpancar. Bibirnya membentuk lengkungan ke atas tapi sorot matanya yang sayu membuat senyumannya itu terlihat menyedihkan.
“Cantik sekali!” puji make up artist yang merias Evanna sore itu.
Memang benar ia terlihat cantik. Siapa saja juga tahu kalau Ganda Rasena memiliki dua putri cantik. Sayangnya yang satu diperlakukan seperti putri kesayangan, sedangkan yang lainnya hanya serupa bayangan yang tak terlihat.
Evanna mengenakan gaun pengantin sutra yang indah dengan garis pinggang yang pas memeluk pinggang hingga pinggulnya. Lehernya melebar dengan lipitan yang saling menumpang. Gaunnya melebar secara lembut hingga ke bawah dengan ekor menjuntai di bagian belakang. Detail renda halus menghiasi bagian bahu dan punggungnya.
Sekuat hati Evanna menahan air mata yang sedari tadi menumpuk di kelopak matanya dan berlomba hendak jatuh di sepanjang pipinya yang tirus.
Ketika periasnya memakaikan kerudung, Evanna mendengar pintu kamarnya dibuka. Melalui cermin, Evanna melihat ibu tirinya memasuki kamarnya dengan senyum palsunya yang seakan mengejek Evanna. Di belakangnya ada Diva yang mengikuti ibunya dengan tatapan penuh ingin tahu.
“Kalian boleh keluar kalau sudah selesai!” perintahnya dan segera saja dua orang yang merias Evanna itu keluar.
Reni Susanti berjalan mendekati Evanna. Ia mengelilingi Evanna dan melihat setiap detail riasan dan gaun pengantin yang dipakai Evanna.
“Pengantin yang cantik. Calon suamimu pasti akan sangat takjub melihatmu,” ujarnya kemudian sambil tertawa mengejek.
Evanna tertawa sumbang. Kata-katanya terkesan memuji. Namun, Evanna tahu setiap kalimat yang keluar dari bibir perempuan itu bukan pujian untuknya, melainkan sebuah hinaan.
“Jangan pasang muka surammu itu! Kau tahu bahwa setiap pengantin harus tersenyum bahagia. Termasuk dirimu,” ucap Reni sekali lagi.
“Jangan kelihatan terpaksa juga. Kalau calonmu nanti melihat wajahmu yang kusut, lalu membatalkan pernikahan bagaimana? Mau ditaruh di mana muka kita semua?” kecam Diva menambahi kalimat ibunya.
Kakak tiri Evanna itu mengenyakkan tubuhnya yang dibalut mermaid dress merah maroon ke atas bedside sofa dan menjentikkan kuku lentiknya.
“Kau harus ingat, pernikahan ini untuk menyelamatkan keluarga kita. Kalau kau lebih suka tinggal di kolong jembatan silakan, itu memang tempat yang cocok untukmu. Kalau aku, ya, mana cocok tinggal di tempat seperti itu,” tambah Diva semakin menyebalkan.
Evanna meremas jemari tangannya supaya emosinya tidak meledak tanpa terkendali. Evanna tahu hari pernikahan memang hari yang paling membahagiakan bagi seorang perempuan.
Evanna seringkali memimpikan pernikahan yang sempurna. Bersanding di pelaminan dengan laki-laki yang dicintainya tentu akan membuatnya sebagai wanita paling bahagia.
Namun, takdir berkata lain. Dua bulan yang lalu Evanna harus menerima kenyataan bahwa ia harus mau menikah dengan laki-laki yang bukan pilihan hatinya.
‘Menikahlah dengan teman baik Papa untuk menutup utang perusahaan atau seluruh aset kita akan disita!’
Bak petir di siang hari, Evanna tak bisa menolak. Alasan apa pun yang diberikannya tak bisa mengubah keputusan ayahnya. Bahkan sampai Evanna memohon di bawah kaki ayahnya pun, tidak membuat laki-laki itu tergerak hatinya untuk mengabulkan permohonannya.
Laki-laki yang menjadi calon suami Evanna adalah teman lama ayahnya semenjak SMA. Elfandy namanya. Usianya sudah lebih dari lima puluh tahun. Evanna tak pernah tahu apa alasannya sehingga Elfandy meminta ayahnya supaya menyerahkan salah satu anak gadisnya untuk dinikahi.
Mungkin untuk meneruskan garis keturunannya karena yang Evanna tahu istri Elfandy sudah meninggal lima tahun yang lalu tanpa memberinya keturunan.
“Kau tak usah berlagak seperti pesakitan. Zaman sekarang menikah dengan laki-laki uzur pun bukan hal tabu. Banyak artis dan selebritis yang menikah dengan laki-laki tua dan mereka bahagia,” ucap Reni yang membuat darah Evanna semakin mendididh.
“Kalau bukan hal tabu kenapa bukan Diva yang disuruh menikah? Usianya juga lebih tua dariku, sudah hampir 25 tahun,” serang Evanna yang tak bisa lagi membendung emosinya.
“Kau kira aku perempuan apa? Masih banyak pemuda yang mau denganku. Buat apa aku mau menikah dengan tua bangka seperti itu. Kau yang lebih cocok dengannya bukan aku,” balas Diva sengit.
“Aku tak akan pernah menjerumuskan anakku sendiri. Diva jauh berbeda denganmu. Dia anak kandungku dengan suamiku yang sah. Lalu kau, bukankah kau anak yang tak pernah diharapkan? Kau hanya anak haram pembawa sial dari wanita murahan yang berharap naik derajatnya dengan menggoda laki-laki kaya seperti suamiku,” gerung Reni murka.
“Aku tidak pernah minta untuk dilahirkan. Aku lahir karena kesalahan papa. Seharusnya ia yang menanggung akibatnya, bukan aku,” teriak Evanna yang tak kalah berangnya. Ia sudah tak bisa lagi menahan emosinya.
Reni mengepalkan tangannya erat-erat. Kalau tak ingat di mana mereka sekarang, sudah ia koyak habis wajah gadis yang berdiri menantangnya itu. Reni mendekati Evanna dan mencengkeram dagunya erat.
“Kau seharusnya berterima kasih padaku karena mau menampung anak haram sepertimu. Kau tak harus merasakan tinggal di panti asuhan atau keleleran di jalan. Sudah cukup bagus kami memberimu makan, pakaian, juga menyekolahkanmu sampai universitas,” ejek Reni yang mengigatkan kembali akan ‘jasa-jasanya’ selama ini.
Evanna mendengus kesal. Ia lebih baik tinggal di panti asuhan daripada tinggal di neraka bersama orang-orang yang menyebutnya sebagai keluarga. Selama ini mereka memperlakukannya tak ubahnya seperti sampah.
“Sekarang waktunya kau membalas budi. Tak usah muluk-muluk, kau cukup menikah, dan utang papamu lunas. Cukup mudah bukan? Lihat, kau juga menikah di hotel berbintang dengan gaun pengantin mahal pula. Calon suamimu kaya. Kau tinggal duduk manis menjadi istrinya dan menikmati kekayaannya. Mudah sekali bukan?” lanjut Reni dengan nada sinisnya yang memuakkan.
“Mama benar. Kau harus tahu posisimu. Jangan berlagak yang paling tersakiti. Kami sudah terlalu baik hati padamu, apalagi Mama. Kalau aku jadi Mama, kau sudah aku buang ke selokan,” ucap Diva sambil terkekeh.
Melihat wajah Evanna yang terluka menyedihkan seperti itu adalah hiburan tersendiri baginya. Diva sangat membenci Evanna, adik tirinya yang menurutnya tak tahu diuntung itu.
Ingin sekali Evanna berteriak menantang ibu dan kakak tirinya itu. Selama hidupnya, Evanna hanya dianggap menumpang. Reni sangat jelas membedakan antara dirinya dengan Diva, kakak tirinya. Diva selalu mendapat perhatian utama dan mendapatkan kasih sayang yang istimewa. Sedangkan Evanna, ia hanya mendapatkan apa yang tersisa.
Evanna tak pernah diberi kesempatan menunjukkan siapa dirinya. Ia juga tak pernah bisa mengatakan semua yang ada di benaknya. Sejak kecil Evanna harus berlapang dada menerima apa yang dikatakan atau yang harus dia lakukan.
Evanna benci dengan dirinya yang tak pernah bisa memberontak. Evanna benci dengan semua kelemahannya. Evanna benci harus selalu menjadi yang kalah dan tersingkirkan.
“Semua sudah siap?”
Kepala Rasena, ayah Evanna, yang menyembul dari balik pintu mengalihkan pandangan Evanna dari wajah ibu tirinya yang memuakkan.
Evanna mengela napas panjang, lalu mengangguk pelan dan berjalan mendekati ayahnya menuju lorong kamar hotelnya. Ia melangkah cepat menghindari Reni dan Diva yang hanya menguras emosinya saja.
Ballroom Quantum Hotel terletak tiga lantai di bawah mereka. Evanna berjalan di samping ayahnya menuju ballroom.
Keluar dari lift yang membawanya, Evanna melihat laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya berdiri di depan pintu ballroom yang masih tertutup.
Evanna mengeluh dalam hati. Sisa hidupnya akan ia habiskan dengan laki-laki yang lebih pantas dipanggilnya ayah.
Elfandy, calon suami Evanna, memakai setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu yang melingkari leher pendeknya. Laki-laki setengah baya itu makin terlihat tua dengan kacamata tebal yang membingkai matanya.
Laki-laki itu tampaknya sedang fokus dengan telepon genggamnya hingga tak menyadari jika Evanna dan keluarganya sudah ada di depan pintu ballroom. Wajahnya terlihat cemas. Berulang kali ia mengusap dan menekan ponselnya, lalu mendekatkannya ke telinga.
“Sudah siap, Fan?” tanya ayah Evanna pada laki-laki yang masih berkutat dengan ponselnya itu.
Elfandi menurunkan ponselnya dan menatap Rasena. Ia kemudian ganti menatap Evanna dan tersenyum lebar melihatnya. Membuat Evanna mual seketika.
“Kau cantik sekali, Evanna,” pujinya terus terang yang membuat Evanna semakin mengeluh dalam hati. Bukannya tersanjung Evanna merasa jijik mendengarnya.
“Kita masuk sekarang?” tanya Rasena saat dilihatnya Efandy kembali sibuk dengan ponselnya.
“Tunggu, tunggu sebentar lagi,” jawabnya singkat, “Ke mana mereka,” gerutu Elfandy entah pada siapa.
“Pengantin sudah siap? Silakan berdiri berdampingan menuju ballroom. Orang tua dan keluarga yang lain bisa berjalan di belakangnya,” atur seorang staff wedding organizer.
“Sebentar, tunggu sebentar lagi!” jawab Elfandy yang tak bisa lagi menyembunyikan kepanikannya.
“Kau menunggu siapa lagi, Fan? Ini sudah terlambat hampir tiga puluh menit. Para tamu juga sudah menunggu di dalam,” ujar Rasena mengingatkan temannya itu.
“Aku tahu. Tapi pernikahan tak bisa dilangsungkan kalau calon pengantinnya belum datang. Ah, itu dia!” tunjuk Elfandy dengan senyum lega dan bahagianya.
Sontak Evanna dan keluarganya menoleh ke arah yang dilihat Elfandi. Seorang laki-laki tinggi tegap tanpa senyum berjalan ke arah mereka. Ia memakai jas hitam yang melekat sempurna di tubuhnya. Di saku atas jasnya terselip boutonniere.
Di belakangnya berjalan seorang pemuda yang usianya kelihatan lebih muda. Wajah pemuda itu tampak ceria, berbeda sekali dengan lelaki yang berjalan di depan.
“Evanna, ini Khandra Anantara. Ia yang akan menikah denganmu.”
Bersambung
Suara sirine ambulans meraung-raung memecah keheningan pagi itu. Langit kelabu seolah ikut berkabung. Mobil sport mewah berwarna merah itu kini tak lebih dari rangkaian besi yang remuk, terpelanting beberapa meter dari tepi jurang. Asap masih mengepul dari mesinnya yang hancur, sementara beberapa petugas kepolisian sibuk mengamankan TKP."Bagaimana hasilnya?" tanya Inspektur Made kepada seorang petugas forensik yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan awal."Korban tewas seketika, Pak. Benturan sangat keras, kemungkinan besar mobil melaju dengan kecepatan di atas 120 kilometer per jam. Korban atas nama Rakha Jumantara, buronan yang kita cari."Inspektur Made menghela napas panjang. Ironis memang. Rakha Jumantara, pria yang menjadi buronan utama kepolisian dalam kasus pembunuhan Diva, kini tewas dalam kecelakaan tunggal. Lolos dari hukuman manusia, tetapi tidak dari hukuman Ilahi."Beritahu tim, kita perlu pengamanan ekstra. Media pasti akan membuat ini jadi berita besar," perintah
Matahari terbenam di ufuk barat Pulau Bali, memoles langit dengan warna jingga yang memesona. Namun bagi Rakha Jumantara, keindahan senja itu tak lagi berarti apa-apa. Pikiran dan jiwanya kini dipenuhi oleh ketakutan dan kecemasan yang mendalam.Dua hari yang lalu, ia tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai tanpa menyadari bahwa setiap langkahnya telah diawasi ketat oleh pihak kepolisian. Nama Rakha Jumantara kini menjadi buronan utama, tersangka dalam kasus pembunuhan.Ia berbaring di tempat tidur kamar hotelnya, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Bayangan masa lalu berputar-putar di benaknya. Bagaimana semua ini bisa terjadi? Apa kesalahannya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar tanpa jawaban.Rakha Jumantara menatap layar televisi di kamar hotelnya. Berita tentang dirinya sudah menyebar ke seluruh negeri. Wajahnya terpampang jelas di layar, dengan tulisan besar: "PUTRA KONGLOMERAT, OTAKI KASUS PEMBUNUHAN."Ia mengacak rambutnya kasar, lalu menyesap kopi hitamnya yan
Polisi bergerak cepat. Laporan dari Diva dan bukti yang dibawa Maira menjadi landasan kuat untuk segera bertindak. Mereka tahu waktu adalah hal yang paling krusial dalam kasus ini.Deki bukanlah sosok yang asing dalam catatan kepolisian. Seorang residivis dengan berbagai kasus kejahatan yang belum pernah terungkap sepenuhnya. Ia ibarat bayangan yang selalu lolos dari jerat hukum, dengan kemampuan menyembunyikan bukti yang luar biasa.Kurang dari dua kali 24 jam, tim khusus berhasil melacak pergerakan Deki. Polisi mendapatkan informasi bahwa Deki terlihat di sekitar Pelabuhan Bakauheni. Rencananya untuk melarikan diri melalui Bakauheni harus segera digagalkan.Tim penyelidik khusus sudah mempersiapkan sejak malam. Koordinasi antara unit mobil dan tim di lapangan berjalan ketat. Setiap pergerakan Deki sudah dipetakan, setiap rute pelarian sudah diblokir.Deki bergerak gesit, memanfaatkan setiap celah dan koneksi yang ia miliki. Ia menggunakan jaringan bawah tanah yang selama ini membuat
Malam semakin larut. Hampir jam satu dini hari, tetapi Nisya tak mampu memejamkan mata. Teleponnya yang kesepuluh kali ke nomor Rakha masih belum mendapat jawaban. Layar ponselnya menampilkan foto Rakha, pemuda berusia dua puluh lima tahun itu tersenyum lebar dengan mata berbinar. Foto setahun lalu, sebelum semua kekacauan ini dimulai."Ayo, angkat teleponnya, Nak," bisik Nisya, berjalan mondar-mandir di kamarnya.Ruangan itu terasa begitu sunyi, hanya ditemani detak jam dan deru pendingin udara. Beni, suaminya, tak ada di rumah. Begitu pula dengan Khandra dan Evanna.Mereka memilih pergi ke kantor polisi untuk membuat laporan. Bukan hanya meninggalkan rumah malam ini, tapi juga meninggalkan Rakha dalam masalahnya. Nisya masih tak percaya suaminya tega melakukan itu pada anak kandungnya sendiri." Rakha harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Beni sebelum pergi, wajahnya mengeras oleh amarah. "Rakha mencoba membunuh seseorang. Diva hilang, dan semua bukti mengarah padanya!"N
Nisya menggertakkan gigi saat mendengar gedoran pintu kamarnya yang berulang kali. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam lewat lima belas menit. Dia baru saja bersiap tidur, dan Beni, suaminya, sedang membaca buku di sampingnya. Gedoran itu kembali terdengar, lebih keras dan mendesak."Siapa sih?" desis Nisya sambil menyibakkan selimut. Beni mengangkat wajahnya dari buku, alisnya terangkat."Biar aku saja," tawar Beni, tapi Nisya sudah terlanjur bangkit dengan wajah masam."Tidak perlu. Pasti Khandra lagi," ucapnya dingin.Khandra, anak tiri Nisya, memang selalu menjadi duri dalam dagingnya. Setidaknya, begitulah yang selalu dirasakan Nisya.Pintu terbuka dengan sentakan kasar. Di hadapannya berdiri Khandra dengan wajah tegang dan di belakangnya, Evanna, menantunya tampak berdiri dengan wajah tegang."Apa-apaan ini? Jam segini menggedor pintu kamar orang seperti orang kesetanan!" Nisya memandang tajam kedua orang di di depannya itu.Khandra menarik napas dalam. Matanya yang bias
Sudah beberapa hari Diva menghilang dan tidak dapat dihubungi. Orang tuanya, terutama Reni, ibunya sudah mulai khawatir. Tidak biasanya ia seperti itu. Reni sudah bertanya pada kenalan, saudara, dan teman-teman Diva, tapi tak ada seorang pun yang tahu ke mana Diva.Begitu juga dengan Rasena, ayah Diva. Selama beberapa hari ia kalang kabut mencari putri sulungnya itu. Setelah tak membuahkan hasil, Rasena pun mencoba peruntungannya dengan menghubungi Evana meski tak yakin kalau Evanna tahu keberadaan Diva.Malam itu Rasena menelepon putri bungsunya itu. Nada bicara Rasena terdengar sangat khawatir. Rasena bertanya pada Evanna apakah tahu ke mana Diva berada meskipun ia tak yakin mengingat hubungan Diva dan Evanna tak pernah baik.Seperti dugaan Rasena, Evanna tak tahu ke mana Diva. Terakhir kali Evanna bertemu dengannya saat di apartemen Evanna."Kamu yakin tidak tahu apa-apa ke mana Diva, Evanna?" tanya Rasena dengan nada mendesak.Evanna sebenarnya tahu masalah yang dihadapi Diva tapi
Diva tertegun, kedua kakinya seolah terpaku ke aspal. Di hadapannya berdiri Rakha, pria yang selama ini mengingkari keberadaan nyawa yang tengah tumbuh dalam rahimnya. Sorot mata Rakha sedingin es, sangat berbeda dari tatapan lembut yang dulu membuatnya jatuh cinta."Rakha?" Diva terengah-engah, masih berusaha menormalkan napasnya. Darah mengalir dari luka gores di lengan dan pipinya akibat ranting-ranting tajam yang menyayat kulitnya selama berlari menembus hutan."Diva," suara Rakha terdengar datar, tanpa emosi. "Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di tempat seperti ini."Di kejauhan, Diva masih bisa mendengar suara langkah kaki mendekat dari arah hutan. Pria yang mengejarnya tadi belum menyerah. Dalam keputusasaan, Diva berlari ke arah Rakha."Tolong aku," pintanya dengan suara gemetar. "Ada seseorang yang mengejarku di hutan. Dia—dia mencoba menyakitiku."Rakha tidak bergeming. Tatapannya masih dingin, seolah Diva hanyalah orang asing yang tidak berarti."Masuklah," ujar Rak
Pria berjaket hitam itu diam-diam mengikuti Diva ketika ia keluar dari kafe. Jalanan sudah mulai gelap, dan Diva berjalan sendirian menuju parkiran mobilnya. Ia sibuk dengan ponselnya, tidak menyadari langkah kaki yang semakin mendekat di belakangnya.Saat ia hendak membuka pintu mobil, sebuah tangan kuat tiba-tiba menutup mulutnya. Diva memberontak, mencoba berteriak, namun suara teredam oleh sapu tangan yang menempel di wajahnya. Bau tajam menyerang hidungnya, dan perlahan, kesadarannya mulai memudar.Ketika Diva terjatuh tak berdaya, pria berjaket hitam itu mengangkatnya ke dalam sebuah van hitam yang telah menunggu. Pintu tertutup rapat, dan kendaraan itu melaju perlahan meninggalkan parkiran.Selang beberapa jam kemudian, Diva terbangun dalam keadaan terikat di sebuah ruangan gelap dan lembap. Jantungnya berdebar kencang, dan kepalanya terasa pusing. Ia mencoba berteriak, tetapi mulutnya dibekap lakban.Suara langkah kaki mendekat, dan pintu berderit terbuka. Dalam kegelapan, ia
Diva mulai menjalankan niatnya untuk meneror Rakha. Setiap hari, ia mengirimkan pesan dan menelepon Rakha tanpa henti. Ia mengancam akan menyebarkan berita ke media, menghubungi keluarganya, bahkan mendatangi rumah Rakha jika pria itu terus mengabaikannya. Rakha yang awalnya mencoba menghindari konflik, mulai merasa terdesak."Perempuan gila ini makin tak tahu diri," gumam Rakha dalam hati.Ia tidak mungkin membiarkan hidupnya hancur karena seorang wanita yang seharusnya hanya menjadi kesenangan sesaatnya.Ponsel Rakha kembali berbunyi. Benar digaannya, Diva semakin gila. Ia mengirimkan foto hasil USG ke nomor Rakha, menulis pesan panjang penuh kemarahan dan ancaman."Kamu pikir bisa lolos dari ini? Aku akan membuatmu membayar mahal, Rakha!"Rakha meremas ponselnya dengan marah. "Perempuan brengsek. Kau benar-benar menyulitkanku, Diva."Otak Rakha berpikir keras. Ia tak bisa membiarkan Diva menerornya seperti ini. Mungkin sudah saatnya Rakha melenyapkan Diva, seperti Maira dulu.Rakha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments