Ibu mertua meminta sejumlah uang yang cukup besar kepadaku ketika aku melayangkan gugatan cerai pada putranya. Akan tetapi, ibu mertua dan suami tidak menduga sama sekali dengan apa yang aku lakukan.
View MoreRisa menghempaskan air ke wajahnya, mencoba menenangkan emosinya yang sedang memuncak. Air yang mengalir deras dari keran itu seolah menyimbolkan amarah yang menderu di dalam hatinya. Ia menangis tersedu, merasakan sakit yang begitu mendalam. Tak ada yang pernah mengira bahwa rumah tangga yang awalnya bahagia harus berakhir seperti ini. Wanita mana yang tak akan hancur ketika suami dan mertua justru lebih memihak pada gundik yang dibawa suaminya? Mereka semua seolah melupakan perasaannya dan hanya memikirkan kebahagiaan mereka sendiri. Namun, Risa bersyukur masih memiliki kedua putrinya dan Nuri, adik ipar yang selalu mendukungnya. Risa mengusap wajahnya dengan handuk, kemudian keluar dari kamar mandi dengan mata yang sembab. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, merenungi nasibnya. "Apakah aku tidak memiliki hak untuk bahagia?" gumamnya lirih. "Apakah aku tidak menarik lagi?" Risa masih bertanda tanya pada dirinya sendiri.Tatapan Risa beralih pada foto keluarga yang ada di atas m
Imas melemparkan piring yang ia pegang karena kesal sedari tadi ia menyalakan api di tungku kayu tidak kunjung hidup juga. Kedua tangannya sudah kotor, nafasnya terengah. Ita yang melihat itu segera memungut piring tersebut, sedangkan Lina segera membujuk Azka agar tidak menangis lagi.“Kau bisa diam tidak sih, Azka! Kenapa cengeng sekali, lagian kemana ayahmu. Pergi ngambil pisau saja sebulan, mas Azzaaaaam!” Teriak Imas semakin kesal. Azka bukannya diam, justru semakin menangis histeris, perut yang tadinya terasa lapar kini mulai menguap karena terlalu ribet. Ingin memesan makanan via gofood, uang yang ia pegang kemarin sebanyak 5 juta sudah habis.“Kurang ajar!” Umpat Imas sudah tidak tahan, dia mengobrak abrik tungku tersebut hingga berserak, ia mendengus kesal. Ia beranjak bangkit, menatap satu persatu anaknya yang terdiam, hanya Azka yang terisak lirih.“Masuk.” Perintahnya. Imas ingin marah akan kondisi seperti ini, namun ini sudah pilihannya, ia tidak menyangka jika menikah de
Imas menahan amarah yang mendidih di dalam dadanya saat meletakkan Azka dengan kasar di samping Azzam yang sudah terlelap. Kedua anaknya itu menangis karena kelaparan, dan Imas merasa sangat kesal dengan perlakuan Hafsah, ibu mertuanya yang seolah tidak peduli."Matamu buta, aku capek, ngantuk!" Bentak Azzam ketus, terkejut dengan tingkah Imas yang tiba-tiba menaruh Azka di sampingnya."Anak-anak kelaparan, Mas. Mereka butuh makan," sahut Imas, tidak kalah ketus dari Azzam. Hatinya terasa sesak, melihat anak-anak yang tak berdosa harus menanggung akibat dari ketidakpedulian keluarga ini."Kau tidak bisa mengurus mereka, kau tinggal olahkan makanan di dapur, kenapa harus melapor padaku?" sentak Azzam lagi sembari duduk dan menyisir rambutnya dengan geram. Ia seolah mengabaikan keberadaan anak-anaknya yang menangis dan lapar. Imas merasa hampir putus asa, menahan tangis yang hendak pecah. Ia menatap Azzam dengan pandangan yang penuh kekecewaan."Aku bersikap seperti karena ibumu, mas. I
“Kurang aja-r!” Umpat Azzam dari kejauhan ketika mendengar ucapan Risa seperti itu. Ia ingin mendekati Risa, namun urung, karena ia tidak ingin menjadi bahan olokan para warga yang kebanyakan ibu-ibu, bahkan Imas saja sudah menjadi bahan olokan mereka. Azzam memilih menjauh, merenungi diri dibawah pohon mangga yang terletak di samping rumah, ia menyaksikan 50% rumah yang ia tempati dulu bersama Risa penuh dengan kebahagiaan sudah ambruk dan hampir rata dengan tanah. Apakah Azzam menyesal? Tidak. Azzam mengepalkan kedua tinjunya, menahan amarah yang menggelegak di ubun-ubun.“Lihat saja Risa, aku akan membalas semua kehancuran ini.” Gumamnya menatap Risa dari kejauhan.“Atau aku harus hadirkan pak RT dan pak Sobari? Agar ibu ingat dan dia...” Risa menunjuk ke arah Imas dengan tatapan sengit, “Tahu jika Azzam tidak memiliki hak apapun atas rumah ini, ataupun sebidang tanah ini.” Tegas Risa lagi yang membuat Imas tercengang, sedangkan Azzam yang berada di kejauhan hanya mengumpat dalam h
Risa bersedekap dada, ia membuka masker yang sedari tadi ia kenakan. Tatapannya tenang ke arah Imas dan Azzam yang sedang histeris, mereka berlarian kesana kemari untuk menghentikan para pekerja yang membawa alat berat untuk menghancurkan rumah mewah dan megah itu.“Hentikan! Saya bisa saja melaporkan anda ke polisi dengan tuntutan meresahkan ketenangan orang lain, membuat kegaduhan.” Ancam Azzam memanjat alat berat tersebut, lalu menggedor bagian kaca pintunya. Sedangkan Imas memilih untuk mendekati Risa. Dengan gesit tangannya ingin menjambak Risa, namun dengan gerakan yang cepat Risa segera menepis tangan Imas dengan kasar sehingga wanita itu tersungkur bersama anak yang ia gendong.“Aakk! Kurang ajar, sstt, tidak apa-apa, ada ibu.” Imas mengumpat sembari membujuk Azka agar segera diam. Ia bangkit dengan nafas memburu, dada bergemuruh hebat sambil menatap sengit ke arah Risa yang terlihat tenang.“Aku tidak akan biarkan tangan kotormu menyentuh tubuhku. Paham?!” Sarkas Risa yang me
Imas tidak peduli dengan suara tangisan Azka, ia meninggalkannya begitu saja, begitu juga dengan Azzam, ia tidak peduli ketika anak itu berguling di tanah, tantrum. Imas masih terus menggandoli Damian dan teman-temannya yang berusaha membawa lampu kristal tersebut dengan sangat hati. Mereka melepaskan satu persatu agar tidak pecah.“Mas Azzam, kenapa kamu lembek sekali jadi laki-laki. Lakukan sesuatu, mas, ini rumah kamu, kamu memiliki hak yang sama seperti dia, lalu kenapa kamu hanya terdiam!” Teriak Imas dari ambang pintu, ia tampak sangat frustasi, berulang kali ia menyugar rambutnya dengan kasar sehingga terlihat acak-acakan.Risa yang melihat itu tersenyum puas.“Aku tidak akan biarkan siapapun menguasai rumahku dan barang-barang milikku. Jika kau mau laki-laki sampah itu, silahkan. Tapi tidak dengan hartaku.” Batin Risa mengepalkan kedua tinjunya geram. Rasanya begitu sakit sekali, Hafsah meminta uang sebanyak itu hanya demi membela wanita tidak tahu diri itu, bahkan Hafsah melu
Imas meletakkan dengan asal belanjaannya yang sudah sebagian rusak parah. Kedua tangannya mengepal dengan geram ketika melihat pemandangan di depan sana, dua buah mobil colt diesel. Beberapa orang pria dengan cekatan mengangkut semua barang-barang yang ada di rumah yang saat ini ia tempati.“Ada apa ini?” tanyanya dengan kedua mata mendelik, tangannya berkacak pinggang. Semua orang yang sedang memperhatikan para pekerja yang mengangkut barang-barang elektronik dan yang lainnya menoleh ke arah Imas, termasuk Risa.“Masih tanya, ya ngangkut barang-barang milik mbak Risa lah. Masa iya ngangkut barang-barang kamu.” Sahut Nuri dengan ketus, tatapannya bengis. Imas lalu mendekati Risa, kini ia mulai panik dengan tindakan tegas Risa.“Mbak Risa, aku harap mbak bisa kembali ke rumah ini. Kita bisa berbagi dengan adil mas Azzam dan rumah ini dengan adil. Kamu tidak perlu bersikap seperti ini, bisa kita bicarakan dengan baik-baik.” Mohon Imas memasang wajah memelas.“Lagian kita memiliki hak ya
Lina dan Ita berjalan mengendap mendekati ibunya, namun sial bagi keduanya, mereka justru menyenggol vas bunga yang terbuat dari keramik.Prang!Imas segera mematikan sambungan telepon secara sepihak, dan mengecek apa yang terjadi di belakang sana. Sementara Ita dan Lina sudah berlari kembali ke kamarnya dengan nafas terengah, mereka mengunci pintu dengan rapat. Sementara Imas masih celingukan mencari-cari siapa gerangan yang telah memecahkan vas bunga tersebut.“Apa mungkin kucing?” Gumamnya lirih, bertanya pada diri sendiri.“Atau…, mas Azzam?! Aduh, kalau sampai dia, mampus aku, kami bakal diusir dari rumah mewah ini.” Bergumam hampir berbisik, Imas menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu ia mengirimkan pesan pada pria yang bicara dengannya tadi.[Jangan pernah menghubungiku terlebih dahulu sebelum aku duluan yang menghubungimu. Besok aku akan kirimkan uangnya, malam ini kau pinjam saja dulu dengan temanmu. Untuk sementara nomormu kublokir.] Tulis Imas lalu mengirimkannya pada n
Drrt!Baru saja Risa sampai dikontrakan mereka yang sudah selesai, disana sudah ada Atikah dan Damian pacarnya Atikah yang memborong pekerjaan membangun kontrakan milik Risa ini. Atikah menatap kesal pada Risa yang menurutnya mengambil tindakan bod-oh.Risa masih mengabaikan beberapa notif pesan yang masuk pada ponselnya, ia masih fokus pada pindahan sementaranya ini. Nuri memarkirkan motor di teras, lalu menyalami Atikah dan Damian bergantian.“Adik yang baik, mbak sudah membersihkan semuanya, kalian tinggal masuk saja.”Ucap Atikah sambil membuka pintu. Meli dan Azki memeluk boneka kesayangan mereka dengan tatapan sendu dan hembusan nafas yang berat. Atikah segera menghampiri kedua putri Risa.“Wah keponakan bibi yang cantik-cantik, kamar kalian sudah bibi bersihkan dan atur semuanya sesuai yang kalian inginkan, sprei barbie, gorden barbie dan berwarna pink yang pastinya.” Ucap Atikah untuk mengalihkan kesedihan yang saat ini dirasakan Meli dan Azki.“Beneran, bi?” tanya Meli dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.