Sedang di kamar sebelah. Kejadian itu tidak masuk pada bagian pikiran Jovan. Dia kini masih malas menutup mata. Dia enggan kembali pada mimpi buruknya.Insomnia, dia susah untuk tidur. Saat dia sangat lelah, dia bisa terlelap. Namun, tidak akan menghindarkannya dari mimpi buruk.Mimpi buruk itu akan selalu hadir saat Jovan tidur.Jovan membuka laptopnya. Dia lekas mencari informasi tentang Kanigara.*J Company akan bekerja sama dengan Perusahaan Asing.*Jovan membaca berita itu. Tangannya mengepal kuat. Meski dia tidak menahu saat itu, tapi Jovan paham. J Company adalah Perusahaan yang dirintis 3 sekawan. Papanya serta dua teman lainnya, yang salah satunya adalah Kanigara.Sayang sekali, dulu Mamanya tidak suka dengan sosialita. Dia jarang bergaul dengan para Istri pengusaha. Hingga Jovan baru bertemu Kanigara sekali, dan belum pernah bertemu oleh satu teman Papanya yang lain."Nikmati sisa hidupmu saat ini. Aku pastikan akan menghabisimu dengan tanganku sediri!" geram Jovan. Dia melih
Jovan menyodorkan air putih. "Pelan-pelan!" seru Jovan.Ayana mengatur nafasnya. "Huh huh huh. Tt-tiga miliar?" Ayana bergetar tak percaya."Ada apa, kenapa dengan nominal itu?" Jovan mengernyit.Mata Ayana mulai berembun, teringat 50 juta sisa utangnya. "Tt-ti-tidak!" Ayana menggeleng."Katakan saja, kita akan mendengarnya!" sahut Vincent.Ayana menunduk mengatur rasa hati. "Huhhh ...." Mengatur nafas. "A ... aku punya utang," lirihnya menunduk."Berapa? Kita siap bantu," sahut Robin."50 juta," lirih Ayana."Hanya itu, kenapa kamu takut?" Brox heran.Ayana terisak. "Hikz hikz. Aku tidak bisa membayar.""Aku pasti membantumu. Namun, aku ingin mendengar tentang alasan hutang itu." Jovan mencoba menggali informasi.Ayana mendongak, dia menatap Jovan dengan mata sembab. "Tidak tahu," serak Ayana, dia menggeleng.Jovan melepas nafas berat. "Jangan katakan jika belum bisa!""Ceritakan saja di mana rumahmu, dan orang tuamu. Apa mereka tidak mencarimu?" Vincent mengikuti alur pikiran Jovan.
Tanpa mengendap Brox dan Leo langsung maju.Brox melempar batu di tengah para penjaga memancing emosi.BRAK. Salah seorang mereka menendang tong hingga terjungkal. "Siapa yang berani berulah di tempat ini!" Meradang.Prok. Prok. Prok. Leo dan Brox memberi tepukan."Hey hey hey. Siapa tadi yang ingin bertemu dengan kami?" santai Leo.Sisi mereka ada yang mengenali. "Black Skull! Lapor pada Bos! Kita diserang.""Apa tujuan kalian kemari?" seru dari mereka."Panggil Bos kalian, bilang aku ingin menghabisinya!" seru Leo."Kurang ajar!" Para preman langsung menyerang."Sekarang!' seru Leo pada mereka yang di dalam.Yang di dalam menajamkan mata dan telinga. Mereka melihat sebagian penjaga menghambur keluar. Mereka lekas beraksi.Bugh. Bugh. Bugh. Leo belum mengeluarkan banyak tenaga.Duk. Bugh. Brox menghantam dan menendang.Leo menghantam dan melempar serangan. BRAK. Mereka terlempar.Suasana di luar makin riuh, ditambah yang di dalam juga banyak yang keluar. Hanya 2 orang, mereka melawan
Sebuah ketulusan. Ayana hanya menata Sandwinch itu dengan hatinya. Hati yang terpaku pada Jovan saat menyusun lapisan itu. Dia terus mengulas kebaikan, perlindungan Jovan padanya."Yang aku masukkan di sini?" bingung Ayana.Jovan mengangguk."Roti panggang, aku masukkan slada, telur, tomat, keju slice, saus, lada bubuk. Tidak ada yang lain. Aku pernah melihat di vidio dulu."'Aman,' batin Jovan. Jovan tersenyum tipis pada Ayana "Makanlah, aku sudah berusaha membuat yang terbaik!" binar Ayana."Jo, jangan siakan yang terbaik!" ujar Vincent."Buat kami mana?" seru Brox.Ayana lantas meletakkan dua tangan di sisi nampan. "Jangan berani ambil, ini spesial buat, Jo!"Seketika mereka tertawa. "Ha ha ha ha." ruangan menjadi riuh."Spesial, Jo. Habiskan! Jangan sampai ada sisa!" seru Leo.Jovan segera mengambil potongan sandwich, dia menarik nafas panjang dan segera menyuap."Apa buatanku tidak enak?" Ayana melihat Jovan menelan terpaksa."Lumayan." Jovan tidak mau membuat gaduh dengan air ma
Disebuah bangunan, bukan di tempat terpencil. Namun sengaja dibangun di tengah area luas, yang ditanami banyak pohon. Tempat untuk menampung banyak asuhan Febby."Hey, kalian!" teriak Febby pada pengawalnya. Matanya masih membelalak menatap ponselnya. Dia baru saja menerima sebuah foto dan lokasi tempat dimana Ayana berada."Ada apa, Mami?" Serentak beberapa pria di depan Febby."Cari wanita ini di Kota Pesisir! Bawa dia hidup-hidup! Beraninya dia kabur!" Febby meletakkan ponselnya di meja.Semua pria itu melihatnya."Dia yang kemarin kita kirim ke Villa itu, dan tidak kita temukan lagi di sana!""Seseorang telah membawanya pergi! Berani dia membawa tawananku!" geram Febby."Kami akan membawanya kemari, Mami.""Cepat kalian pergi! Wanita itu bahkan belum melunasi harganya! Aku tidak mau rugi!"Semua pria itu mengangguk.------Masih di gerai kosmetik.Ayana masih kagum dengan jajaran kosmetik."Mari Nona, silahkan ikut saya. Kami akan memeriksa jenis dan keadaan kulit Anda, dulu.""Aya
Bagai badai petir yang datang bergemuruh tercekat dalam dada.Ayana masih gemetar membayangkan wajah dan ekspresi Jovan. 'Kenapa dia, kenapa semua juga diam?' batinnya.Dia mondar mandir sejak tadi. Bingung, takut. "Apa aku harus bertanya padanya, atau pada yang lain?" Gelisah, mencemaskan Jovan. "Dia sudah peduli padaku, aku juga harus peduli padanya. Aku tidak boleh hanya diam!" Meyakinkan diri.Melangkah hendak keluar, dia berhenti saat memegang handle pintu. "Haisshh!" Ayana mengurungkan niatnya.Dia mencoba memejamkan mata, tapi nihil. Bayangan Jovan masih jelas dalam pikirannya. 'Apa dia sudah membaik?' batinnya masih bergelut.Hingga semakin larut, Ayana hanya mengganti posisi berbaringnya.Larut malam. Terdengar suara gaduh di lantai bawah. Ayana mendengar jelas. "Suara apa itu? Jovan?"Lalu dia beranjak, menajamkan telinga di pintu kamar.Bugh. Bugh. Bugh.Seperti orang berkelahi bagi telinga Ayana. "Bagaimana ini, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Jovan?" takut cemas dan b
Tak berpikir panjang, Ayana hanya paham jika Jovan keluar rumah. Ya di sekitar rumah itu.Dia nekat pergi meninggalkan para pria yang sedang fokus bermain game. Ayana keluar rumah.Ketakutan yang selama ini membelengu Ayana seketika menguap karena kekhawatitannya pada Jovan."Di mana dia? Tempat ini hanya ada banyak pohon, aku harus mencarinya ke mana dulu?"Dia terus berjalan, mencari di area sekitar sambil berteriak, "Jo ... Jovan, apa kamu di sana?!"Gadis ini terus berjalan, melewati jalan di tengah pohon, kini Ayana telah sampai di jalan besar. Saat tiba di sana dia baru sadar."Aku harus mencari Jovan kemana lagi? Aku bahkan tidak tahu tempat yang sering dia datangi. Ah! Kenapa aku bodoh sekali?!" Ayana memukul pelan kepalanya.Kendaraan lalu lalang, dia kini hanya berjongkok di pinggir jalan. Lelah, lapar kini dia menyesal telah pergi tanpa berpikir lebih dulu."Jo, kamu dimana? Aku sudah pergi jauh sekali. Aku selalu saja begini, otakku tidak bisa berfungsi dengan baik." Ayana
"Hanya ini?" ujar Vincent membongkar isi ransel."Rumahku terawat dengan baik. Kamar dan ruang tengah semua masih dalam tatanan sama. Tidak ada yang berkurang," papar Jovan."Apa maksud tua bangka kejam itu?" sahut Brox."Apa lagi kalau bukan ingin menarik dan menjebak Jovan. Ingat! Jovan adalah saksi yang masih hidup." Robin menekan kata."Aku masih ragu. Kita dalami lagi kasus ini. Jangan berpikir jauh dulu!" Vincent ragu."Aku tak tahu harus berpikir apa. Aku melihat sendiri Kanigara ada di sana, dia sisi orang tuaku. Hanya dia yang ada di rumah itu. Siapa lagi?" Jovan meremas rambutnya."Kita akan mengatur strategi untuk mengulik maksud pak tua kejam itu!" ucap Robin."Setelah kita menyelesaikan urusan Ayana." Jo membuang nafas kasar."Kamu masih sempat memikirkannya." Brox heran."Aku hanya ingin beraksi dengan tenang, apa kalian tidak lihat seperti apa tadi?!" Jovan mendesah."Cukup!" seru Vincent.Ayana datang. "Jo ... makanlah! Aku buat beberapa." Meletakkan di depan Jovan.Kal